Makna Karya Ilmiah Elisabeth Sagrim “Problematika Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia”

Elisabeth Sagrim pembuat karya ilmiah "Problematika Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia"

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Elisabeth Sagrim merupakan mahasiswi Universitas Kristen Duta WacanaYogyakarta pada Fakultas Bisnis. Ia mengakat judul untuk karya ilmiahnya tentang Problematika Pajak dan Retribusi daerah di Indonesia.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam KBBI, pajak merupakan pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.

Menurutnya, sampai saat ini, Indonesia masih berkutik dengan berbagai permasalahan terkait pajak. Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan terkait pajak.

Pertama, kata dia, ada karena kelemahan regulasi dibidang perpajakan itu sendiri. Regulasi yang berlaku dinilai cukup membingungkan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh orang awam.

Selanjutnya, kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pemungut pajak.Kendati demikian, jelas Elisabeth, banyak upaya yang telah dilakukan seperti Gerakan Majak (Manfaat Pajak), Gerakan Kompak (Komparasi Pajak), Gerakan Ketebak (Keterbukaan Pajak), dan Gerakan Sosialisasi Pajak.

“Namun, menurut beberapa orang, memang informasi tersebut masih kurang tersampaikan dengan baik karena kurang gencarnya promosi untuk menyebarluaskan informasi terkait sosialisasi pajak,” ungkap Elisabeth, melalui pesan singkat, Selasa (20/12/2022).

Disamping itu, kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia juga tidak kalah berpengaruh. Kesadaran pribadi untuk membayar pajak atau melaporkan pajak secara pribadi masih sangat minim. Kebanyakan orang-orang menghindari untuk membayar pajak dan retribusi daerah. Ia menuturkan, salah satu alasannya karena tingkat Ekonomi yang rendah. Serta, kurangnya penegakan Hukum berupa pengawasan dan pemberian sanksi yang belum konsisten dan tegas.

“Permasalahannya di Indonesia. Undang-undang yang mengatur tentang perpajakan sudah dibentuk dan diberlakukan di Indonesia, namun masih ditemukan banyak permasalahan atau kendala mendasar dalam pelaksanaannya. Hal ini sangat mempengaruhi hasil penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan negara,” tuturnya.

Ada beberapa kendala yang ia paparkan, yang penyebabkan pajak dan retribusi daerah di Indonesia seperti yang diuraikan berikut ini:

1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat sebagai wajib pajak mengenai pentingnya membayar pajak, manfaat membayar pajak, dan sanksi yang akan diterima apabila Wajib Pajak melalaikan kewajibannya.

Disamping kesadaran pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM) masih rendah juga ikut mempengaruhi, dimana Wajib Pajak belum memahami tentang pentingnya membayar pajak tersebut, belum mengetahui bagaimana prosedur pendaftaran, menghitung dan melaporkan sendiri Obyek Pajak yang dikuasai, dimiliki dan dimanfaatkannya.

2. Tingkat ekonomi sebahagian Wajib Pajak yang sangat rendah sangat mempengaruhi, dimana Wajib Pajak masih lebih memprioritaskan biaya yang sifatnya mendasar, seperti: Biaya sekolah, biaya kesehatan dan sebagainya, dari pada membayar pajak.

3. Database yang masih jauh dari standar Internasional. Padahal database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self assessment. Kondisi seperti ini menyulitkan riset empiris yang bertujuan menguji kepatuhan Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat memberikan informasi dan melaporkan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Database yang lengkap dan akurat berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan penegakan hukum dan juga kepatuhan wajib pajak.

Selanjutnya kepatuhan wajib pajak berpengaruh pada penerimaan pajak.Sedangkan, menurut dia, upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan pajak di Indonesia dalam rangka menjamin kesinambungan penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN dan memberikan keadilan dalam berusaha (level of playingfields), pemerintah perlu memperluas basis pajak dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar untuk memiliki NPWP dan sekaligus kepatuhannya.

“Pemerintah akan terus berupaya menggali potensi pajak (tax coverage) seoptimal mungkin dan juga meningkatkan kepatuhan wajib pajak (taxpayers’ compliance). Untuk mengatasi permasalahan diatas maka pemerintah melakukan apa yang disebut reformasi Pajak. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai upaya dengan mengeluarkan serangkaian undang-undang untuk mengubah undang-undang yang telah ada,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, hal ini dilakukan untuk lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian Hukum. Tujuan dari penyempurnaan undang-undang pajak adalah dalam rangka ekstensifikasi dan intesifikasi pengenaan dan pemungutan pajak yang sekaligus, yang merupakan upaya peningkatan keadilan beban pajak, penghapusan fasilitas pajak yang tidak memiliki landasan hukum yang akan merugikan perekonomian nasional dan menutup peluang-peluang penghindaran pajak (loopholes).

“Untuk itu sesuai dengan fungsi regulerend secara umum dapat dinyatakan bahwa sistem pajak harus dapat mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong investasi dari luar serta mengamankan penerimaan negara,” tandasnya.

“Sedangkan untuk menjalankan fungsi budgeter sebagai pilar utama penerimaan negara dilakukan dengan memperluas cakupan subjek dan objek pajak, dan meminimalkan kemungkinan transfer pricing dan pembatasan pengenaan Pajak Penghasilan final,” lanjut dia.

Ia menegaskan, bahwa semua kebijakan ini dalam jangka panjang diharapkan dapat meningkatkan tax compliance, meningkatkan investasi dan penerimaan negara untuk menuju kemandirian pembiayaan pembangunan. Menggalakkan penyuluhan-penyuliuhan di bidang perpajakan.

“Hal ini dilakukan untuk menambah wawasan dari wajib Pajak. Dengan bertambahnya pengetahuan diharapkan menimbulkan kesadaran untuk membayar pajak. Dengan demikian diharapkan penerimaan negara melalui sektor pajak dapat bertambah. Memperbaiki budaya hukum baik bagi wajib Pajak maupun Petugas Pajak,” katanya.

Ia menyampaikan, agar para pihak diharapkan dapat melakukan kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentukan perpajakan yang berlaku. Pemerintah harus melakukan Pengawasan yang ketat terhadap Pemungutan Pajak.

“Apabila ditemukan penyimpangan maka harus diberikan sanksi yang tegas. Hal ini diperlukan untuk memberikan efek jera bagi pihak wajib Pajak maupun Petugas Pajak. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Maka saya mengajak kitorang warga Indonesia untuk bisa dengan melakukan penyempurnaan regulasi aturan, menggalakkan sosialisasi agar menambah pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak taat pajak, melakukan evaluasi, menyediakan database yang lengkap, akurat, terintegrasi dan terjamin kerahasiannya,” ujar dia.

“Meningkatkan penegakan hukum dalam pengawasan dan pemberian sanksi secara konsisten dan tegas, dan melakukan pemungutan pajak yang adil, berdasarkan undang-undang, tidak mengganggu perekonomian, efisien dan sistemnya harus sederhana,” tutup Elisabeth.