Berita

Komnas PA: Anak Sering Diekploitasi Dalam Konflik Bersenjata di Papua dan Papua Barat

×

Komnas PA: Anak Sering Diekploitasi Dalam Konflik Bersenjata di Papua dan Papua Barat

Sebarkan artikel ini
Diskusi Perlindungan Anak dan Permasalahannya yang diselenggarakan Komnas Perlindungan Anak dan Polda Papua Barat di Mapolda Papua Barat Kamis (28/4/2022)

TEROPONGNEWS.COM,MANOKWARI – Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengungkapkan, ada banyak anak di Papua di eksploitasi dalam konflik bersenjata dan antar kampung, dan dikorbankan sebagai pelaku kekerasan.

1548
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Hal itu disampaikan Arist dalam acara diskusi Perlindungan Anak dan Permasalahannya yang diselenggarakan Komnas Perlindungan Anak dan Polda Papua Barat di Mapolda Papua Barat Kamis (28/4/2022).

“Fakta menunjukkan bahwa setiapkali ada konflik ditengah-tengah masyarakat dan tindak pidana, menunjukkan bahwa anak selalu dibatkan. Ada banyak juga laporan bahwa anak selalu dimanfaatkan oleh kepentingan politik orang dewasa,”ungkap Arist.

“Kalau situasi dan kondisi ini dibiarkan dan anak-anak Papua khususnya di Papua Barat terus dilanggar haknya, ditanamkan kekerasan dan terus di eksploitasi serta tidak dicari solusinya, tidaklah berlebihan jika masa depan anak Papua Barat di khawatirkan kehilangan masa depan dan generasi orang-orang Papua,”kata Arist dalam keterangan persnya.

Selain itu, kata Arist, yang menjadi kesulitan untuk memutus mata rantai pelanggaran hak anak secara khusus adalah kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

Di mana penyelesaiannya melalui jalan damai dan adat yang difasilitasi tokoh adat bahkan institusi agama. Akibatnya ada banyak kasus diselesaikan tidak berpihak pada korban. Hal itu menyebabkan penegakan hukum sangat lemah.

Menurut Arist, solusi untuk menyikapi fakta ini adalah yang pertama perlu dengan segera melakukan koordinasi dengan tokoh perempuan, para kepala suku dan tokoh adat serta pimpinan sinode gereja, pejabat pemerintah pengambil keputusan, pegiat perlindungan anak dan perempuan aparat penegak hukum yang dikordinir Kapolda, Kajari dan Pengadilan untuk menyamakan visi dan missi yang sama dalam penanganan kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual.

Kedua, perlu dibangun gerakan perlindungan anak berbasis keluarga dan kampung dan memanfaatkan Kampung Tangguh yang telah dibangun pemerintah dan Polda Papua Barat, dengan melibatkan Babinkamtibnas, Karangtaruna da n aktivis gereja dan peduli anak.

Yang ke empat, pemerintah daerah mesti menyediakan anggaran Perlindungan Anak dan perempuan yang cukup dan diinyegradikan dengan program dan kegiatan berbasis deda dan kampung khususnya penguatan organisasi di pedesaan.

“Kelima, untuk memutus mata rantai pelanggaran hak anak perlu segera dibentuk Forum anak di setiap desa dan kampung sebagai Pelopor dan pelapor,”tambah Arist.