Know your customer (KYC), adalah : prinsip yang diterapkan oleh Bank untuk mengetahui identitas Nasabah, memantau kegiatan transaksi Nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan dan sudah menjadi kewajiban Bank untuk menerapkannya. Prinsip ini mengharuskan Bank untuk berhati-hati dalam bertindak dalam melindungi Bank dari berbagai resiko didalam berhubungan dengan Nasabah.

KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah mempunyai peran dalam pelaksanaan fungsi manajemen satuan kerja salah satunya adalah pelaksanaan tugas Satker yang efektif dan berkinerja tinggi. Dan salah satu tugas pokok yaitu menyusun profil dan database satuan kerja menurut pagu DIPA, Bagian Anggaran, Lokasi, Jenis Kewenangan, kinerja, permasalahan yang dihadapi dan membutuhan perlakukan khusus setiap awal tahun.

Dalam konteks KYC, KPPN harus bisa tahu profil satker yang dilayani. Diperlukan inovasi dan kreativitas untuk lebih mengenal Satker tidak sebatas hanya mitra kerja. Dunia telah mengalami revolusi industri yang saat ini pas puncaknya dengan lahirnya teknologi digital secara masif. Penyusunan profil database satker dalam konteks KYC sebagai tugas KPPN yang dilakukan dengan secara manual.

Hal ini menimbulkan permasalahan antara lain :

  1. Kesulitan menjangkau satker daerah remote;
  2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan;
  3. Memakan waktu lama.

Untuk mengantipsipasi permasalahan di atas, KYC dapat dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi electronik KYC (e-KYC) dengan berbasis data pada SPAN.

Pemerintahan katalis : mengarahkan ketimbang mengayuh.

Pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak.

Sebagai ujung tombak pelaksanaan anggaran di daerah KPPN mempunyai peran penting dalam rangka percepatan pembangunan. Salah satu tugas dan fungsinya yaitu menyalurkan pembiayaan APBN melalui penerbitan SP2D. Guna mencapai percepatan pembangunan langkah yang perlu ditempuh yaitu memberikan bimbingan atau penyuluhan kepada Satker terhadap kebijakan yang baru tanpa harus menunggu ada pertanyaan terlebih dahulu.

Pemerintahan milik rakyat.

Memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka.

Dalam konteks ini di KPPN harus memperdayakan Satker sebagai mitra untuk mengontrol pelayan yang diberikan. Dengan adanya kontrol dari Satker, KPPN akan mememiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli dan lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Satker. KPPN legowo seandainya ada masukan, saran, kritik dari Satker yang nantinya menjadi bahan untuk lebih meningkatkan pelayanan.

Pemerintahan yang kompetitif : menyuntikkan persaingan ke dalam memberikan pelayanan.
 
Memberikan pelayanan tidak hanya menghabiskan resources pemerintah, tetapi harus menyebabkan pelayanan yang disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi publik).

Oleh karena itu KPPN harus mengembangkan kompetisi diantara Satker. Sesuai dengan buku pedoman kegiatan Kepala KPPN yaitu melakukan penilaian kinerja satker setiap bulan. Hal ini dimaksudkan bukan untuk persaingan yang tidak sehat akan tetapi untuk membangkitkan semangat satker berbuat lebih dalam pelaksanaan anggaran maupun penyelesaian laporan keuangan.

Pemerintahan yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan.

Pemerintahan yang dijalankan atas dasar peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu, kegiatan harus digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga berjalan lebih efektif dan efisien. Karena dengan mendudukan pada misi organisasi sebagai tujuan, akan dapat mengembangkan sistem anggaran dan keleluasaan mencapai misi tersebut.

Misi Ditjen Perbendaharaan yang meliputi :

  1. Mewujudkan pengelolaan kas dan investasi yang pruden, efisien, dan optimal.

Sebagai pengelola kas negara (fund manager), maka penguatan kinerja dilaksanakan untuk mewujudkan pengelolaan kas yang optimal melalui perencanaan kas yang efektif untuk menghindari cash mismatch; menjamin ketersediaan kas secara akurat dan tepat waktu; optimalisasi idle cash; penatausahaan penerimaan negara yang efektif dan akuntabel; serta sentralisasi pengelolaan kas sehingga dapat menyajikan informasi posisi kas negara secara akurat dan tepat waktu.

Sedangkan sebagai pengelola investasi pemerintah ditujukan untuk menunjang pembangunan secara berkelanjutan, dan memformulasikan bentuk investasi yang efektif dan efisien serta memiliki multiplier effect bagi pembangunan nasional.

Dalam hal ini, Ditjen Perbendaharaan memperkuat perannya sebagai regulator yang mampu mewujudkan penguatan regulasi di bidang pengelolaan investasi pemerintah, sehingga dapat menghasilkan penerimaan negara yang optimal. Selain itu, Ditjen Perbendaharaan juga melakukan penguatan peran sebagai pengelola penerusan pinjaman, kredit program, dan investasi pemerintah lainnya.

Terkait dengan fungsi pengelolaan keuangan BLU, kinerja akan difokuskan untuk menciptakan mekanisme pengelolaan BLU yang fleksibel, efektif dan efektif melalui penguatan regulasi, tata kelola dan boundaries BLU yang tegas untuk dapat mendorong peningkatan kinerja Satker BLU, dalam rangka mendukung :
a. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat;
b. Peningkatan kesehatan kinerja keuangan satker BLU; dan
c. Peningkatan kompetensi pengelola BLU.

  1. Mendukung kinerja pelaksanaan anggaran yang tepat waktu, efektif, dan akuntabel

Hingga tahun 2019 akan diwujudkan monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja pelaksanaan anggaran secara tepat waktu dan jumlah untuk mewujudkan pola penyerapan anggaran yang proporsional dan sesuai perencanaan sepanjang tahun anggaran melalui pelaksanaan anggaran secara tertib, efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Selain itu akan diwujudkan pula penyelesaian dan penyampaian revisi dokumen pelaksanaan anggaran secara transparan, serta terbangunnya mekanisme dan sistem yang kuat dalam melakukan pengawasan terhadap kepatuhan pelaksanaan anggaran.

  1. Mewujudkan akuntansi dan pelaporan keuangan negara yang akuntabel, transparan, dan tepat waktu.

Akuntansi dan pelaporan keuangan diwujudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan keuangan negara sejak proses penganggaran, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban, untuk mewujudkan akuntabilitas, transparansi dalam pengelolaan keuangan, serta mendukung pengambilan kebijakan strategis organisasi. Pengelolaan keuangan dan kekayaan, utang dan aset pemerintah yang baik tercermin di dalam laporan keuangan pemerintah yang akuntabel, transparan,tepat waktu, dan akurat menggunakan standar akuntansi berbasis akrual, sehingga memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga stabilitas fiskal dan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat serta internasional.

  1. Mengembangkan kapasitas pendukung sistem perbendaharaan yang andal, profesional, dan modern.

Mewujudkan harmonisasi peraturan-peraturan di bidang perbendaharaan serta memberikan dukungan teknis di bidang teknologi informasi perbendaharaan dan basis data sesuai best practice yang andal, terotomasi, terintegrasi, mudah diterapkan dan memenuhi aspek keamanan melalui implementasi SPAN, serta penyelenggaraan jabatan fungsional yang mendukung terselenggaranya fungsi-fungsi perbendaharaan secara efektif, efisien, akuntabel, dan transparan.

Selain itu sistem perbendaharaan berfokus pula pada implementasi inisiatif strategis Transformasi Kelembagaan Ditjen Perbendaharaan dan penyusunan kajian strategis serta hubungan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses bisinis dan kinerja Ditjen Perbendaharaan di masa mendatang.

Pemerintahan yang berorientasi hasil : membiayai hasil, bukan masukan.

Lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan bagi mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi.

Perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi revolusi industri 4.0 menjadikan transformasi organisasi sebagai suatu keniscayaan. Transformasi organisasi harus diikuti dengan perubahan mindset dalam pengelolaan keuangan, dimana saat ini mengedepankan azas performance based budgeting yang berfokus pada output dan outcome serta pengukuran kinerja berbasis value for money. Berdasarkan database satker, KPPN dapat menyusun peringkat output dan outcome pelaksanaan anggaran Satker.

Pemerintahan berorientasi pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.

Pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia.
Sistem yang berorientasi pada pelanggan;

  • memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya.
  • Pelanggan mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi jasa merangsang lebih banyak inovasi.
  • Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan.
  • Menghindari pemborosan karena pasokan disesuaikan dengan permintaan.
    mendorong pelanggan untuk lebih memiliki komitmen.

Pelayanan berorientasi kepada satker telah diterapkan pada KPPN dengan memberikan pelayanan yang terbaik (service excellent) kepada publik. Layanan dimaksud dikenal dengan “Layanan Prima”. Melalui penyederhanaan SOP dan percepatan proses pelayanan dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi secara efektif. Salah satu implementasi revolusi industri 4.0 yang ada pada KPPN yaitu OMSPAN, SAKTI, E-rekonsiliasi dan E-SPM.

Pemerintahan wirausaha : menghasilkan ketimbang membelanjakan.

Sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak dan memotong program publik, pemerintah harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik dengan sumber dana keuangan yang terbatas.

Di Kemenkeu terdapat berbagai layanan yang diselenggarakan oleh unit-unit eselon I di daerah. KPPN terkait dengan layanan pelaksanaan anggaran, lalu KPKNL terkait dengan layanan barang milik negara. Guna meningkatkan pelayanan kepada stakeholder dengan menyediakan layanan satu atap di bidang perbendaharaan, kekayaan negara dan keuanan negara lainnya dibentuklah layanan bersama (Co-Location).

Tujuan dari layanan bersama tidak lain adalah efesiensi, baik berupa waktu, biaya dan serta tempat. Dari biaya, penghematan bisa terjadi pada dua sisi yaitu pihak stakeholder dan pihak kemenkeu. Misalnya ada satker dating ke KPPN untuk urusan SPM dan sisi lainnya ingin mengajukan proses penghapusan barang milik negara, dapat diselesaikan secara terpadu dalam satu tempat. Dengan begitu, rekonsiliasi Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara yang merupakan salah unsur neraca LKPP dapat diselesaikan dalam satu atap.

Pemerintahan antisipatif : mencegah daripada mengobati.

Pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Pola pencegahan harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat persoalan-persoalan public saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah maka pemerintah akan kehilangan kapasitas untuk memberi respon atas masalah-masalah public yang muncul.

Di kota-kota besar yang aktivitasnya sangat seringkali terjadi kemacetan, membuat stakeholder relatif kesulitan jika hendak ke KPPN. Betapa tidak, dengan datang ke KPPN, petugas satker dihadapkan dengan kondisi macet di jalan, belum lagi kalau terjadi kesalahan, untuk perbaikan harus balik lagi ke kantor dan paling cepat keesokan hari dapat dibawa lagi ke KPPN.

Dalam langkah antisipatif, lebih baik mencegah daripada mengobati, dibentuklah pelayanan jemput bola dalam hal ini layanan bergerak yaitu KPPN Mobile. Dengan layanan KPPN Mobile diharapkan mitra kerja KPPN mendapat berbagai kemudahan, yang pada gilirannya bisa mempercepat penyerapan anggaran.

Pemerintahan desentralisasi : dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja.

Pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika maka desentralisasilah yang diperlukan.

Dalam rangka memberikan kemudahan kepada Satker mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang berlokasi di daerah terpencil/remote area dalam melaksanakan proses penarikan dana APBN, Direktorat Jenderal Perbendaharaan meluncurkan satu program peningkatan layanan yang disebut layanan filial pada KPPN.

Pembentukan KPPN Filial dan/atau KPPN Mobile dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria minimal sebagai berikut :

  1. Letak dan kondisi geografis wilayah kerja;
  2. Kondisi sarana dan prasarana transportasi yang tersedia;
  3. Jumlah stakeholders yang dilayani;
  4. Volume SPM;
  5. Ketersediaan dan kualitas jaringan komunikasi data; dan
  6. Efisiensi dan efektivitas layanan.

Pemerintahan berorientasi pasar :

Pemerintah yang berorientasi pasar sering kali memanfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah daripada menggunakan mekanisme administratif. Seperti menyampaikan pelayanan dan kontrol dengan memanfaatkan peraturan.

Ditjen perbendaharaan adalah organisasi yang memiliki struktur besar dan manajemen yang tertata modern karena sudah menerapkan best practice managerial system. Sebagai organisasi modern Ditjen Perbendaharaan juga memperhatikan aspek fleksibilitas dalam penerapan mekanisme dan prosedur.

Mulai dari penetapan time frame langkah-langkah pencairan dana pada akhir tahun yang mempertimbangkan kebutuhan stakeholder berdasarkan trend dan kewajaran norma waktu administrasi belanja. Selain itu, pengembangan modernisasi pada layanan berbasis online yaitu SPAN.