Berita

Kayu Merbau di Papua Masih Kisaran Ratusan Ribu, Meroket Jadi Puluhan Juta di Jatim

×

Kayu Merbau di Papua Masih Kisaran Ratusan Ribu, Meroket Jadi Puluhan Juta di Jatim

Sebarkan artikel ini
Tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong. Foto: Tim TeropongNews.

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra meyakini kayu balok yang sudah tertumpuk rapi disimpan di dalam salah satu tempat penampungan kayu (TPK) di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, merupakan kayu yang diolah dari jenis pohon merbau.

1554
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Syahrul sempat menyaksikan sejumlah data video yang dimiliki TeropongNews terkait beroperasinya TPK tak memakai plang di Sorong, diduga melakukan pengolahan merbau hingga kayu jenis itu dijadikan balok. Diduga juga, TPK yang tidak memiliki izin industri itu ajaibnya bisa mendistribusikan kayu merbau hingga ke Surabaya, Jawa Timur (Jatim).

Menurut Syahrul, merbau memiliki ciri khas berwarna merah hingga kecokelatan. Merbau di dalam video yang dilihatnya itu sudah terkena paparan hujan, mengakibatkan tanah di sekitar lokasi TPK juga jadi ikut memerah. Kayu keras khas tersebut sangat diminati, maka diburu untuk dijadikan properti mebel hingga pintu kusen.

Syahrul pun mengungkap data yang ia miliki. Pohon merbau pastinya bernilai ekonomis sehingga menerus diburu dalam praktik berizin ataupun ilegal logging. Tahun 2019 saja, kata dia, untuk harga merbau tembus Rp 15-20 juta per meter kubik di wilayah Jawa Timur. Apabila diekspor, tentu nilainya lebih menggiurkan.

“Kalau diedarkan ke luar Indonesia seperti Australia atau Norwegia yang pernah saya lihat datanya itu bisa mencapai Rp 30 juta per meter kubik bahkan lebih. Maka jenis Merbau ini begitu dihargai di pasaran untuk kepentingan furniture,” kata Syahrul saat diwawancarai TeropongNews di Depok, Jawa Barat, diberitakan pada Minggu (5/3/2023).

Dalam data lain yang ia miliki, tahun 2019 lalu, harga merbau di wilayah Bumi Cenderawasih berada di kisaran Rp 100.000-Rp 400.000 per meter kubik. Harga itu baru ada level aktor yang membeli merbau dari masyarakat sekitar Papua-Papua Barat.

“Nah masyarakat ini merupakan pemilik lokasi di mana Merbau itu tumbuh dan biasanya pendekatan ke masyarakat juga dilakukan dengan cara yang menurut saya tidak memberikan informasi yang utuh kepada mereka,” ujar dia.

Menurut Syahrul, para tukang sampai cukong ini kerap mendekati masyarakat yang terjepit, lalu mengiming-imingi mereka dengan berbagai cara sehingga mereka bisa mendapatkan merbau tersebut. Maka tak heran, dia menyebut bahwa masyarakat seperti ditumbalkan di dalam rantai kejahatan ilegal logging ini.

“Para pelaku itu di beberapa kesaksian mereka di persidangan, pelaku-pelaku yang pernah terungkap dan tertangkap, mereka mengatakan bahwa itu kayu masyarakat. Padahal cara pendekatannya ke masyarakat itu tidak dilakukan dengan cara yang begitu terbuka dan mereka sangat memanfaatkan peluang yang ada,” tutur Syahrul.

“Justru bukan masyarakat yang kadang mengambil langsung kayu-kayu itu, bahkan beberapa industri kayu menggunakan jasa-jasa operator di lapangan untuk menebang kayu tersebut. Jadi posisi masyarakat serba sulit. Proses ini sudah berlangsung cukup lama dan terjadi terus-menerus,” ucapnya menambahkan.

Jadi, kesimpulannya adalah praktik perdagangan berizin sampai ilegal terkait perburuan merbau yang merusak hutan ini melibatkan banyak pihak atau bisa dikatakan sebagai kejahatan yang terorganisir (organized crime). Sebab, bisnis ilegal ini melibatkan aktor yang bukan hanya ada di lapangan saja.

“Tetapi juga melibatkan oknum bisa jadi penegak hukum dari pemerintahan terkait kemudian melibatkan cukong, lalu pemodal yang kemudian akan mendanai semua operasi di lapangan,” ucapnya.

Semisal TPK bisa mendistribusikan kayu merbau sampai ke Surabaya, Jatim, maka disinyalir jangan-jangan TPK di Sorong, Papua Barat Daya, terindikasi bukanlah pelaku tunggal yang bisa bekerja secara independen di lapangan. Modus operandinya, diduga turut melibatkan oknum dari pemerintahan sampai keamanan.

Maka itu, Syahrul meminta aparat penegak hukum terkait harus berani menelusuri siapa-siapa saja pihak yang terlibat. Sebab, sekelas TPK saja diduga bisa mendistribusikan kayu sampai dijual ke luar dari wilayah Papua Barat Daya.

“Penegak hukum harus menelusuri siapa-siapa saja yang terlibat di sini baik itu oknum di pemerintahan di penegak hukum siapa dan kemudian siapa yang menjadi cukong mendistribusikan kayu ini,” ujar dia.