Berita

Kaltim Akan Terima Insentif Pengurangan Emisi GRK

×

Kaltim Akan Terima Insentif Pengurangan Emisi GRK

Sebarkan artikel ini
Hutan di Provinsi Kalimantan Timur yang masih terus terjaga kelestariannya. Foto-Ist/TN

TEROPONGNEWS.COM, SAMARINDA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewakili Pemerintah Indonesia, telah menandatangani Perjanjian Pembayaran Berbasis Kinerja Program Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Berbasis Lahan dengan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) Bank Dunia.

1496
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Indonesia, terutama Provinsi Kalimantan Timur memiliki peluang besar untuk memperoleh pembayaran berbasis kinerja hingga 110 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,5 triliun dari FCPF, sebagai kompensasi untuk mengurangi 22 juta ton emisi GRK di Provinsi Kalimantan Timur selama lima tahun ke depan.

“Kaltim menyampaikan penghargaan yang tulus kepada Bank Dunia karena telah memberikan dukungan dan kepercayaan kepada kami melalui Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan untuk Provinsi Kalimantan Timur,” ujar Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Isran Noor, lewat siaran persnya yang diterima Teropongnews.com, Selasa (15/12/2020).

Menurutnya, sudah sejak sepuluh tahun lalu, Kaltim mencanangkan Kalimantan Timur Hijau untuk menuju pembangunan ekonomi hijau dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Upaya-upaya tersebut juga telah diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan maupun rencana strategis sektor pembangunan.

Program pengurangan emisi gas rumah kaca berbasis lahan (REDD+) di Kaltim bertujuan, untuk menurunkan laju kerusakan hutan dan penurunan kualitas hutan pada seluruh wilayah Kaltim.

“Hutan Kaltim yang merupakan hutan hujan tropis dan kaya keanekaragaman hayati, diharapkan tetap terjaga hingga generasi mendatang,” ujarnya.

Inisiatif ini akan mendukung perbaikan tata kelola lahan dan mata pencaharian lokal, dan melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan terancam punah melalui kegiatan yang mencakup peningkatan praktik kelestarian oleh perijinan kehutanan dan perkebunan, peningkatan perhutanan sosial dan perkebunan skala kecil, dan mempromosikan perencanaan pembangunan desa rendah emisi.

Dengan penandatanganan perjanjian pembayaran program penurunan emisi GRK dengan Bank Dunia ini, diharapkan akan memberikan manfaat langsung bagi desa dan masyarakatnya, yang mempertahankan hutan dan mengelola hutannya secara berkelanjutan.

“Walaupun demikian, karena pembayaran baru akan diperoleh setelah Kaltim dibuktikan berhasil mengurangi emisi GRK, maka berbagai pihak di Kaltim harus tetap bersemangat melanjutkan upaya-upaya pencegahan kerusakan hutan, baik akibat kebakaran hutan maupun penebangan ilegal,” pungkas Gubernur.

Program penurunan emisi GRK di Kaltim ini merupakan kesepakatan pembayaran berbasis kinerja berbasis yurisdiksi sub-nasional pertama di Indonesia.

Pemerintah Provinsi Kaltim dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memimpin proses penyusunan proposal program penurunan emisi REDD+ sejak tahun 2015, juga didukung oleh Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, Universitas Mulawarman, dan mitra pembangunan, diantaranya Global Green Growth Institute, WWF Indonesia, The Nature Conservancy, GIZ-GELAMAI, GIZ-Forclime, GIZ-SCPOPP, Kalfor Project, Yayasan Bumi, Yayasan Bioma, Yayasan Konservasi Khatulistiwa, serta P3SEKPI, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim dan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK.

Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/FCPF) Bank Dunia adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi Masyarakat Adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang, kegiatan yang biasa disebut sebagai REDD+.

Diluncurkan pada tahun 2008, FCPF telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai 1,3 miliar dolar AS.