Berita

Blue Action Fund Dukung Penguatan Kelembagaan Masyarakat Hukum Adat di Papua Barat

×

Blue Action Fund Dukung Penguatan Kelembagaan Masyarakat Hukum Adat di Papua Barat

Sebarkan artikel ini
Lokakarya Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Melalui Pembentukan Unit Pengelola Wilayah Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua Barat yang diselenggarakan oleh YKAN. Foto: YKAN

TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Berbicara mengenai konservasi laut di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari peran Masyarakat Hukum Adat (MHA), termasuk di Bentang Laut Kepala Burung, Provinsi Papua Barat.

1552
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Perairan di Bentang Laut Kepala Burung merupakan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Nilai luhur yang terwujud dalam perilaku turun-temurun seperti sasi, ikut mendukung pengelolaan lestari.

Agar pengelolaannya dapat dijalankan dengan optimal dan mandiri, diperlukan penguatan kelembagaan unit pengelola wilayah MHA menuju terwujudnya manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Hal tersebut menjadi pokok bahasan dalam Lokakarya “Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Melalui Pembentukan Unit Pengelola Wilayah Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua Barat” yang diselenggarakan oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Kota Sorong pada tanggal 11-12 Oktober 2022.

“Leluhur telah mengajarkan kami menjaga alam dan memanfaatkannya secara bijak. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk senantiasa meneruskan upaya tersebut hingga hari ini dan nanti,” kata Ketua Dewan Adat Malamoi, Pendeta Paulus Sapisa.

Sejak 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan fasilitasi pengakuan dan perlindungan terhadap 27 MHA yang tertuang dalam 20 Peraturan Bupati/Wali Kota.

Di Provinsi Papua Barat, dua di antaranya yaitu MHA Malamoi di Malaumkarta Raya, Kabupaten Sorong dan MHA Bikar di Werur Raya, Kabupaten Tambrauw.

Bird’s Head Seascape Senior Manager YKAN Lukas Rumetna mengatakan bahwa dalam implementasinya, pengelolaan wilayah kelola MHA di kedua wilayah tersebut telah menerapkan sistem kearifan lokal, seperti Egek di Malaumkarta Raya dan Sasi di Werur Raya.

“Dalam pengembangan selanjutnya, kedua wilayah ini akan dikelola melalui sebuah kerangka Pengelolaan Perikanan Bebasis Masyarakat atau disingkat PPBM, di mana dalam lokakarya ini konsep PPBM telah diperkenalkan kepada peserta lokakarya,” ujar Lukas Rumetna.

Lebih lanjut Lukas menjelaskan, konsep ini akan terus disempurnakan melalui diskusi-diskusi dengan masyarakat serta para pihak lainnya agar siap untuk diimplementasi di wilayah kelola MHA Malaumkarta Raya dan Werur Raya.

Diharapkan, melalui sebuah kerangka pengelolaan yang baik, wilayah kelola MHA Malaumkarta Raya dan Werur Raya dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi, baik secara ekonomi dan dari aspek keberlanjutan sumber daya secara ekologi.

“Pengembangan wilayah kelola MHA juga perlu dibangun pada aspek potensial lainnya yang dimiliki oleh kedua MHA seperti pariwisata bahari, budaya maritim, budidaya, restorasi dan lain sebagainya. Sehingga dalam pengembangan wilayah kelola MHA, dapat mewujudkan pengelolaan yang optimal dan mandiri melalui pemanfaatan potensi tersebut sebagai sumber pendanaan pengelolaan MHA itu sendiri,” tutupnya

Saat ini, YKAN bersama para mitra yang terdiri dari Universitas Papua, Dewan Adat Suku Maya, dan Yayasan Nazaret Papua Barat, dengan dukungan pendanaan dari Blue Action Fund sejak Desember 2020 sedang mengimplementasikan sebuah program yang berfokus pada tiga rancangan utama. Tiga rancangan utama tesebut adalah pembentukan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan termasuk wilayah kelola MHA yang dipadukan dengan pengelolaan perikanan skala kecil; peningkatan kapasitas pengelola kawasan konservasi dan perikanan skala kecil; dan peningkatan mata pencaharian masyarakat pada lokasi target proyek, yaitu Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Tambrauw.

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan MHA beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Untuk mendukung pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan bagi MHA diperlukan perencanaan pengelolaan serta pengawasan dan pengendaliannya yang implementasinya dilakukan oleh lembaga pengelola MHA,” jelas R. Moh. Ismail selaku Koordinator Kelompok MHA Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP. Dari lokakarya ini disepakati bahwa akan dibentuk Unit Pengelola MHA di Malaumkarta Raya dan MHA di Werur Raya serta tata waktu menuju pengesahannya.

Lokakarya ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti, di antaranya a) Unit pengelola wilayah MHA yang telah dirumuskan akan disahkan melalui Dewan Adat atau Kelembagaan Adat yang telah terbentuk; b) PPBM merupakan konsep yang adaptif dan pemangku kepentingan setuju untuk diterapkan di wilayah MHA terutama di Malaumkarta Raya dan Werur Raya; c) Membangun skema pendanaan inovatif untuk pengelolaan wilayah MHA berkelanjutan termasuk kebutuhan peningkatan kapasitas dari MHA tersebut; dan d) Membangun rencana strategis pengelolaan wilayah MHA yang mengedepankan pengarusutamaan perikanan berkelanjutan, pariwisata bahari ramah lingkungan, dan peningkatan nilai-nilai budaya masyarakat adat.