Penghijauan IKN Masih Berorientasi Kebun Kayu Bukan Hutan Hujan Tropis

Presiden Joko Widodo saat meninjau area pembangunan IKN. (Sekretariat Kabinet)

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – The Conversation edisi 31 Mei 2023 memuat artikel Evaluasi Penghijauan IKN: Masih Berorientasi Kebun Kayu, Bukan Hutan Hujan Tropis yang ditulis Kiswanto dari Universitas Mulawarman, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. 

Diawali dengan mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo dalam paparannya tentang Ibu Kota Negara (IKN) baru, Nusantara, pada Oktober 2022 :

“Nusantara dibangun dengan konsep kota pintar masa depan berbasis alam dengan 70% area di IKN merupakan area hijau…. kita harapkan nanti menjadi hutan hujan tropis lagi, tropical rainforest lagi di Kalimantan.”

Menurut Kiswanto dan tim, pernyataan Presiden tersebut merupakan ambisi yang luar biasa, tapi pelaksanaannya sungguh menantang.

“Gagasan IKN sebagai kota hutan atau forest city mengindikasikan bahwa keberadaan ekosistem hijau di dalam sebuah kota bukanlah ruang terbuka hijau biasa,” tulis Kiswanto.

Dia kemudian mengungkapkan ingin menyebarluaskan pengetahuan dan memperkuat kebijakan. Forest city memiliki parameter ‘hutan hujan tropis’ yang tersusun bukan dari satu atau beberapa spesies tumbuhan, melainkan berbagai jenis vegetasi dengan beraneka strata ataupun tutupan yang saling menopang satu sama lain. Ini belum dihitung dengan keanekaragaman famili satwa, mulai dari serangga hingga mamalia kecil di dalamnya.

“Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah memulai rehabilitasi hutan dan lahan IKN besar-besaran mulai 2022,” Kiswanto menegaskan.

Namun, sejauh ini rehabilitasi sudah mencapai 941 ha–angka yang masih jauh panggang dari api. Kebutuhan rehabilitasi hutan untuk seluruh wilayah IKN mencapai 75% (sekitar 192 ribu ha) dari total luas wilayah Nusantara sebesar 256 ribu ha. Otoritas IKN bahkan memprediksi target rehabilitasi (secara luas lahan saja) baru bisa rampung pada 88 tahun kemudian.

Program Bandung Bondowoso

Kiswanto bersama tim dari Universitas Mulawarman di Kalimantan Timur dipercaya menjadi tim penyusun rancangan teknis Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Nusantara, sekaligus mengawasi pelaksanaannya.

Pelaksanaan rehabilitasi tahun lalu dia anggap sebagai program “Bandung Bondowoso” (merujuk ke cerita rakyat tentang Candi Prambanan). Sebab, dalam waktu yang singkat, sekian hektar lahan sudah tertanami. 

“Namun, masih ada beberapa persoalan krusial di lapangan yang perlu dibenahi. Jika pola kerja ngebut ini tidak berubah, kita tidak akan menghasilkan hutan hujan di IKN, melainkan hanya kebun kayu dan kebun buah,” tegas Kiswanto. 

Evaluasi Rehabilitasi Hutan di IKN 

Berdasarkan pengamatan di lapangan, Kiswanto dan tim mengemukakan pola tanam masih seragam. Contohnya, masih ada satu blok yang semuanya ditanami meranti. Ada juga satu jalur penanaman yang ditanami tanaman buah sejenis.

Jika ini dilakukan, maka IKN hanya akan berisikan kebun buah ataupun kebun kayu, bukan hutan hujan tropis. 

“Kita memerlukan pemikiran out of the box untuk merealisasikan gagasan forest city Presiden Jokowi.

Selain untuk menghasilkan hutan, penanaman secara acak (multijenis) juga bertujuan untuk meredam risiko serangan hama ataupun patogen,” paparnya.

Lantaran pola penanamannya yang masih sejenis, banyak daun tanaman di lokasi rehabilitasi berlubang sehingga rentan mat. 

Petugas yang ditemuai di lapangan mengaku hanya bertugas menanam apapun yang ada di dalam plastik. Tidak ada arahan langsung untuk menghijaukan satu jalur ataupun blok dengan jenis ataupun strata tanaman yang berbeda.

“Agar masalah tidak terulang, saya dan tim merekomendasikan pengirim menempatkan bibit tanaman secara acak sejak di persemaian sebelum menyerahkannya kepada tim penanam. Sebab, saya merasa akan sulit dan memakan waktu bagi penanam untuk memilih-milih lagi bibit yang akan ditanam,” jelasnya. 

Selain itu, Kiswanto juga mengungkapkan bibit dan pupuk belum memadai. Selain bibit, penanaman yang optimal membutuhkan bahan kompos atau organik yang terurai dengan sempurna. Jika hal ini luput diperhatikan, bahan organik justru berisiko membuat tanaman mati.

Rehabilitasi juga membutuhkan cara tanam yang benar agar tanaman lebih tahan terhadap dinamika lingkungan maupun organisme pengganggu.

“Saya menemukan di beberapa tempat masih ada tanaman yang tidak ditanam dengan benar. Contohnya lubang tanam (liang masuknya bibit) hanya sekadar ditutup, tidak dipadatkan maupun ditinggikan. Cara ini salah: lubang tanaman yang renggang dan rendah justru membuatnya menjadi ‘kolam’ sehingga berisiko tinggi membusukkan akar,” pungkasnya.