Jurnalis Didorong Lebih Aktif Suarakan Isu Lingkungan Yang Ada di Papua

Kegiatan Journalist workshop dan fellowship yang berlangsung di kasuari Valley beach Sorong. (Foto:Mega/TN)

TEROPONGNEWS. COM, SORONG – The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) bekerja sama dengan yayasan EcoNusa menggelar Journalist Workshop dan Fellowship.

Workshop yang melibatkan jurnalis TV, koran, online yang ada di wilayah Sorong raya itu berlansung selama dua hari secara offline pada 1-2 Oktober 2021 di kasuari Valley Beach.

Workshop tersebut merupakan program peningkatan kapasitas untuk jurnalis wilayah Sorong untuk memahami persoalan hutan, masyarakat adat, kearifan lokal, dan krisis iklim wilayah Papua.

Ketua Umum SIEJ, Rochimawati mengatakan bahwa dalam workshop ini SIEJ dan EcoNusa EcoNusa melibatkan jurnalis Sorong dan Jayapura, sebab pada kedua wilayah ini masih kaya akan hutan dan lautnya.

“Kegiatan ini di lakukan Sorong dan di Jayapura dengan tema yang sama. Kita memang mengundang teman-teman jurnalis yang ada di kedua wilayah ini karena kita tahu Papua ini sangat kaya artinya hutan, laut, itu harus kita eksplor dan kita jaga. Nah peran jurnalis disini bagaimana kita menjaga melalui tulisan, tentang bagaimana lingkungan kita, tanah, hutan, supaya jangan dieksploitasi besar-besaran nah disitu tugas jurnalis, “jelasnya Rochimawati.

Menurutnya, dalam melakukan sebuah peliputan wartawan boleh mengkritisi boleh tapi tentunya harus berimbang. Dalam workshop ini, para jurnalis akan diajak berdiskusi terkait maraknya pemberitaan negatif soal Papua.

“Sebetulnya ada upaya-upaya kita untuk melindungi hutan tropis di tanah Papua. Kita tahu hutan Papua merupakan benteng terhadap krisis iklim. Jadi dalam workshop ini akan dibahas bagaimana membuat angel yang menarik terkait isu-isu lingkungan, tidak hanya soal kasus, tapi juga mengangkat sisi lain dari hutan itu sendiri, “terangnya.

Terkait isu hutan, SIEJ bekerjasama dengan yayasan EcoNusa, Mari kita belajar sama-sama mengangkat isu ini lagi jadi kami menggelar kegiatan ini dengan menghadirkan daan memberikan pencerahan,

Rochimawati berharap, isu lingkungan, hutan, krisis iklim, bisa terangkat lagi ke media dan bumi akan menjadi lebih baik lewat peran jurnalis melalui tulisan.

Sementara itu, pendiri Papua Forest Wacth,Charles Tawaru dalam pemaparannya menyebutkan bahwa Papua merupakan habitat 15.000 – 20.000 jenis tumbuhan (55% endemik), 602 jenis burung (52% endemik), 125 jenis mamalia (58% endemik), dan 223 jenis reptilia (35% endemik). Binatang dan tumbuhan endemik ini mencakup burung cendrawasih, kanguru pohon, ikan pelangi, beragam kupu-kupu, serta ribuan tumbuhan dan tanaman lainnya.

Berdasarkan data provinsi Papua tahun 2018 menyebutkan luas hutan Papua sekitar 28.621.799,707 Ha yang terdiri dari hutan Lahan kering primer sebesar 16.034.266,437 Ha. Hutan rawa primer seluas 4.940.145,353 Ha dan daerah rawa seluas 7.647.387,917 Ha.

“Kegiatan penelitian yang terus berlangsung banyak jenis baru yang akan terus ditemukan. Namun kekayaan keragaman hayati yang menakjubkan ini menghadapi tingkat keterancaman yang serius akibat kemerosotan kualitas lingkungan dan kepunahan keanekaragaman hayati, “ucapnya.

Ancaman ini, kata Charles, mencakup Deforestasi, konservasi hutan menjadi lahan pertanian, atau perkebunan monokultur yang memiliki skala luas, juga pencemaran air akibat aktivitas pertambangan mineral dan minyak.

“Kita berharap dengan Deklaray Manokway 2018 dan rencana konferensi keanekaragaman hayati pada 2022 di provinsi Papua dapat menjadi perhatian serius untuk selamatkan hutan Papua, ” imbuhnya.

Workshop yang belangsung belangsung selama dua hari menghadirkan perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Ir, Ketua Perkumpulan Generasi Malaumkarta, Tori Kalami, Papua Forest Watch, Charles Tawaru , Jurnalis Senior Kompas, dan Ahmad Arief.