Berita

Ilegal, Kawasan Galian C di Kilometer 10 Kota Sorong Ditertibkan

×

Ilegal, Kawasan Galian C di Kilometer 10 Kota Sorong Ditertibkan

Sebarkan artikel ini
penertiban kawasan galian C di kilometer 10 kota Sorong dengan memasang plang peringatan. (Foto:Mega/TN)

TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Tim gabungan dari Balai penegakan hukum (Gakkum) Lingkuhan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menertibkan aktivitas galian C yang ada di kawasan Kelurahan Matalamagi, Kilometer 10 Kota Sorong, Selasa (13/9/2022).

1516
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Pantauan media ini, tim Gakkum memasang plang peringatan untuk tidak melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin dalam bentuk apapun di kawasan hutan lindung tersebut.

Dalam plang tersebut bertuliskan bagi yang melanggar akan diancam pidana paling lama 20 tahun serta pidana denda paling banyak Rp50 Miliar.

Selain itu, penetiban tersebut juga menindaklanjuti keluhan warga. Dimana dampak dari aktivitas galian C mengakibatkan banjir di wilayah sekitarnya

Koordinator dan Supervisi wilayah V KPK, Dian Patria mengatakan bahwa aktivitas galian C di kawasan kilometer 10 sama sekali tidak berizin alias ilegal.

“Kilometer 10 tidak berizin, jelas aturannya bahwa yang tidak berizin artinya ilegal ada sanksi dari undang-undang kehutanan, begitu juga dari tata ruang ada sanksinya. Jangan sampai dibalik pembiaran atau lemahnya pengawasan, itu biasanya ada korupsi di sana. Ada pungli ataupun gratifikasi,”ujarnya.

Ia menegaskan, jika aktivitas galian C tidak berizin maka harus ditertibkan. Oleh karena itu ia mendukung adanya penertiban tersebut.

“Kita bicara solusi jangka panjang, bukan jangka pendek. Data yang dari Provinisi aktivitas galian C di kota Sorong hanya ada sekitar 10 atau 11 yang ada izinnya. Di kilometer 10 tidak ada izin tambang sama sekali, dan ilegal bahkan kawasan itu masuk dalam kawasan hutan. Jadi kita tertibkan dengan memasang plang peringatan,”tegasnya.

Ia juga mengungkapkan aktivitas pertambangan tersebut juga tidak memberikan kontribusi atau pemasukan untuk pemerintah kota Sorong.

Sementera itu Direktur Penertiban Pemannfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Ariodilah Virgantara, ST.M.T,. menjelaskan bahwa pihaknya mendorong pemerintah kota Sorong untuk memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran-pelanggaran pemanfaatan ruang, agar pihaknya memiliki dasar untuk menegakkan hukum terkait dengan pelanggaran tersebut.

“Dari sanksi adminstratif itu nanti akan didiskusikan dengan pemerintah kota Sorong kira-kira sanksi apa yang tepat. Mungkin bisa surat peringatan, ada pencabutan izin, penutupan lokasi atau pemulihan fungsi ruang. Tentunya ini berkaitan dengan konteks masyarakat yang harus dipertimbangkan di sini, sepertinya perlu ada pembicaraan lebih lanjut dalam rangka pengenaan sanksi yang lebih tepat,”tuturnya.

Selain itu ia juga mendukung Pemkot Sorong untuk menyelesaikan revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dengan mempertimbangkan beberapa substansi, diantaranya adalah kawasan rawan bencana.

Mengingat, kota Sorong sering terjadi bencana banjir dan rawan gempa yang tentunya membutuhkan alokasi khusus terhadap ruang-ruan, untuk bisa mengendalikan dan meminimalkan resiko terjadinya bencana yang dapat menimbulkan korban jiwa.

“Untuk itu kita harus membagi alokasi ruang di kota Sorong ini dengan lebih baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Saat ini proses penyelesaian RTRW dalam penyelesaian di Kementerian. Diharapkan sebelum akhir tahun bisa diselesaikan supaya ini bisa menjawab persoalan-persoalan yang ada di kota Sorong, khususnya berkenaan dengan bencana dan juga masalah pertambangan yang belum memiliki legalitas,”pungkasnya.