Ijin Pembalakkan Hutan Yang Menjadi Misteri

Kain timur yang menjadi bagian dari properti yang harus ada saat dilakukan upacara adat masyarakat Papua, Prosesi adat ini juga biasa dilakukan, ketika mau menebang kayu di dalam hutan. (Foto:Ist/TN)

Pilu Marga Kalami Malasili Memperjuangkan Hak Atas Ulayatnya (4-Habis)

“Kami hanya ingin tahu surat ijinnya seperti apa? Dimana wilayah yang di ijinkan dalam surat itu? Siapa yang mengeluarkan ijin? Tapi permintaan kami tidak pernah di respon. Kami keluarga Kalami Malasili sebagai masyarakat adat, tidak pernah memberikan rekomendasi atau ijin untuk Edyson Salamala mengolah kayu di atas tanah adat kami,”

LAPORAN Polisi yang disampaikan Aipda Frengky Baransano terkait pencemaran nama baik itu, sampai saat ini tidak ada tindaklanjut. Hal ini kembar dengan pengaduan Silas Ongge Kalami soal illegal loging yang dilakukan Edyson Salamala ke polisi, kata Hengki Gifelem, juga tidak ada pergerakan.

 “Ini yang menurut kami sangat janggal. Kasusnya, lokasi dan pelakunya orang yang sama. Laporan saya yang pertama bisa diproses hukum, kenapa yang sekarang ini tidak bisa,” tanya Silas Ongge.

Karena merasa aman dari bidikan polisi, 29 Februari 2020, Edyson bersaudara mulai membuat upacara adat untuk memulai penebangan kayu Merbau di wilayah hak ulayat Marga Kalami.

Para-para dari kayu yang digunakan untuk menyimpang barang-barang sakral dalam prosesi adat, sebelum menebang pohon di hutan. (Foto:Ist/TN)

Edyson sepertinya ingin memenuhi kewajibannya terhadap Suhaelly Herwanto, juragan kayu asal Depok, Jawa Barat. Edyson sudah terikat kontrak dengan pengusaha yang tinggal di Perumahan Lembah HIjau Blok C21 No 02, RT 003 RW 013  Mekarsari, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Dalam transaksinya, Suhaelly membeli kayu dari Edyson sebanyak 50 m3 seharga Rp 5 juta/m3. Dari volume itu, Suhaelly baru menerima 20 m3. Sisanya, dia mempercayakan kepada Alfred Tenmury, warga Kelurahan Aimas Distrik Aimas, Kabupaten Sorong untuk mengurus.

Melalui surat kuasa yang ditanda tangani Suhaelly di atas materai Rp 6000 pada 5 Februari 2020, Alfred berkuasa untuk menyeret Edyson ke jalur hukum, jika sisa kayu yang telah dibeli, tidak dipenuhi. Sebab, dari total volume transaksi senilai Rp 250 juta, menurut Suhaelly, telah terbayar lunas.

Secara bertahap, Edyson pernah menerima uang pembayaran kayu itu senilai Rp 30 juta di sebuah warung makan. Terakhir, Edyson terlihat menerima uang pelunasan sebesar Rp 10 juta, pada 10 Oktober 2018, sesuai tanggal yang tertulis di kwitansi pembayaran.

Edyson menandatangani kwitansi pembayaran kayu dari Suhaelly. (Foto: Ist/TN)

Pelunasan ini terekam di base camp pengolahan kayu, yang juga disaksikan oleh Aipda Frengky Baransano, seorang Babhinkamtibmas Kampung Soop, Distrik Sorong Kepulauan.

Alfred Tenmury mengaku sangat kecewa dan menyesalkan transaksi ini. Dia menyalahkan bosnya itu, yang gegabah menyerahkan duitnya ke Edyson untuk membeli kayu, tanpa melakukan uji rekam jejak Edyson.  Kata Alfred, setiap orang bisa saja mengaku memiliki lahan dan kayu yang bisa diolah. “Tapi apakah itu bisa dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah dari negara ,” kata Alfred.

Apalagi, kata Alfred, sebelum menjalin kongsi bisnis dengan juragannya, Edyson baru saja meringkuk di bui karena divonis bersalah melakukan pembalakan liar. Dengan fakta persidangan ini, seharusnya Suhaelly tanggap, bahwa kayu yang diolah Edyson adalah illegal.

“Tapi barang sudah terjadi, mau bagaimana lagi. Nanti sepulang saya dari Maluku Utara, saya akan membuat Laporan Polisi, agar masalah ini diselesaikan secara hukum. Tidak ada opsi lain,” tandas Alfred.

Kepala Polres Sorong, AKBP Robertus A.Pandingan S.Ik MH, melimpahkan ke Kasat Reskrim AKP Dodi Pratama S.Ik dan Kanit Pidter Ipda Liska, untuk memberikan penjelasan terkait pengaduan warga Klatomok yang kembali melaporkan Edyson karena perbuatannya.

Dodi mengaku, pihaknya tidak bisa memproses pengaduan warga Klatomok pada tahun 2018 terkait aktivitas Edyson di wilayah adat marga Kalami Malasili, karena yang bersangkutan bisa menunjukkan surat ijin pembalakan kayu.

Apakah surat ijin Edyson itu sesuai dengan lokasi kayu yang dia olah? “Intinya, kami sudah melakukan verifikasi di lapangan, dan Edyson bisa menunjukkan ijinnya. Apakah ijin itu sesuai dengan lokasinya atau tidak, silakan ditanya ke instansi yang mengeluarkan ijin. Kami bekerja berdasarkan dokumen yang ada,” kata Dodi.

Dodi maupun Liska, keberatan untuk menunjukkan salinan ijin pengolahan kayu oleh Edyson itu kepada wartawan. Begitu juga ketika ditanya, instansi mana yang telah menerbitkan perijinan tersebut. “Kita hanya bisa membuka apabila diperlukan oleh pengadu. Jadi pada saat ini, yang bisa kita sampaikan kepada wartawan, bahwa yang bersangkutan punya ijin,” lanjut Dodi.

Kasat Reskrim Polres Sorong, AKP Dodi Pratama dan Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Kanit Pidter) Ipda Liska, saat memberikan penjelasan mengenai aktivitas pembalakan kayu di Gilulus yang dilaporkan marga Kalami Malasili. (Foto:Tantowi/TN)

Dengan bukti dokumen yang dipegang Edyson, Dodi mengklaim, secara prosedural tugas polisi dalam menindaklanjuti pengaduan warga Klatomok yang disampaikan tahun 2018, sudah tuntas. Pengaduan serupa yang disampaikan marga Kalami Malasili di tahun 2020, menjadi pengaduan baru yang bersifat mandiri.

Unit Tipidter yang dipimpin Liska, belum bisa bergerak menindaklanjuti pengaduan ini, menyusul merebaknya wabah covid-19. Dengan jumlah personil yang terbatas, seluruh anggotanya terkonsentrasi dalam Operasi Aman Nusa terkait virus corona.

Alasan ini kata Hengki, cukup mengecewakan warga Klatomok. Dasarnya, Unit Pidana Umum yang dipimpin Ipda Danny A.Saputra, bisa dengan cepat merespons perkara pengeroyokan yang dilaporkan Edyson. Bahkan dalam waktu yang tidak lama, penyidik bisa menetapkan sejumlah warga Klatomok sebagai tersangka.

 

Hengki Gifelem (baju merah), saat akan menemui Kapolres Sorong, untuk memperjuangkan keadilan warga Klatomok atas hak ulayatnya. (Foto:Tantowi/TN)

“Kalau alasan corona, tentu Unit Pidum juga terlibat dalam Operasi Aman Nusa. Tapi polisi bisa cepat merespon laporan Edyson dan menetapkan kami sebagai tersangka, sementara ketika kami melaporkan Edyson menjarah hutan, sampai sekarang belum ada tindaklanjut dengan alasan corona,” tukas Hengki.

Warga Klatomok juga kecewa dengan Ipda Liska, yang menyatakan Edyson Cs memiliki surat ijin pengolahan kayu di Gilulus. Tapi ketika warga minta ditunjukkan surat itu, tidak pernah direspon Liska.

“Kami hanya ingin tahu surat ijinnya seperti apa? Dimana wilayah yang di ijinkan dalam surat itu? Siapa yang mengeluarkan ijin? Tapi permintaan kami tidak pernah di respon. Kami keluarga Kalami Malasili sebagai masyarakat adat, tidak pernah memberikan rekomendasi atau ijin untuk Edyson Salamala mengolah kayu di atas tanah adat kami,” kata Hengki. 

Baca juga: https://teropongnews.com/berita/edyson-menebang-pohon-warga-klatomok-menuai-tersangka/

Untuk menjawab kegundahan warga Klatomok, Dodi Pratama telah mengagendakan Unit Tipidter turun ke lokasi pengolahan kayu oleh Edyson sebagai tindak lanjut. “1 atau 2 minggu ke depan, Tipidter akan turun ke lokasi. Dalam menangani perkara ini kita sangat berhati-hati,” kata Dodi.**