Begini Modus Dugaan Korupsi Tunjangan Profesi Guru di Kota Sorong

Ilustrasi korupsi

TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Dua oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kota Sorong ditahan di Mapolres Sorong Kota, Senin (16/8/2021).

Dua oknum tersebut berinisial KP dan AP, keduanya ditahan terkait dugaan kasus korupsi tunjangan guru tahun anggaran perubahan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, DIPA tahun ajaran 2019.

Kapolres Sorong Kota, AKBP Ary Nyoto Setiawan, S. Ik, M. H,. melalui Kasat Reskrim AKP Nirwan Fakaubun, S. Ik menjelaskan, bahwa kedua oknum tersebut sudah ditahan di Mapolres Sorong Kota untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kasat Reskrim Polres Sorong Kota, AKP Nirwan Fakaubun, S. Ik,. (Foto:Mega/TN)

“Setelah hari Senin kami lakukan pemeriksaan terhadap keduanya, pada hari itu juga kami lakukan penahanan setelah sebelumnya kita kirim surat penetapan tersangka dulu sebelum pemanggilan. Yang bersangkutan sudah ditahan dan Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, “jelas Nirwan di Mapolres Sorong Kota, Kamis (19/8/2021).

Dikatakan Nirwan, dana ratusan juta yang dianggarkan untuk pembayaran tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi, atau jasa penunjang pendidikan atau dana insentif tambahan untuk PNS, guru dan honorer dengan total anggaran sebesar Rp 11.660.000.000 (sebelas miliar enam ratus enam puluh juta) diperuntukkan untuk PNS, dan untuk honorernya sebesar Rp 2,6 miliar.

“Berarti ada sekitar Rp 14 miliar dan dalam proses pembayaran tidak dibayarkan semua. Hasil audit dari BPKP terdapat kerugian negara sebesar Rp 461.000.000 dari total anggaran tersebut. Kemudian ada barang bukti uang yang kita sita sebesar Rp 147.000.000 dari sebagian uang kerugian negara tersebut,”beberapa Nirwan.

Lebih lanjut dikatakan Nirwan, barang bukti tersebut disita dari kedua tersangka yaitu Bendahara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sorong berinisial AP dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sorong berinisial PK.

Nirwan mengungkapkan, adapun modus yang digunakan oleh kedua oknum tersebut adalah dengan cara membuat daftar nama guru atau honorer palsu, yang mana orang yang memiliki nama-nama tersebut sudah meninggal dunia.

“Cara mereka melakukan ini adalah dengan membuat daftar nama guru atau honorer palsu, yang mana orang yang memiliki nama-nama tersebut sudah tidak ada atau sudah meninggal dunia tapi insentifnya ada. Ada tanda tangan palsu juga. Tapi mereka berdalih kalau barang bukti yang disita itu adalah anggaran sisa. Saya pikir itu bukan sisa tapi harus dibagikan semua,”terang Nirwan.

Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan pemeriksaan saksi terhadap guru atau honorer yang menerima dana tersebut, serta saksi ahli dari BPKP terkait LHKPN.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan, ada yang menerima insentif tersebut dan yang tidak menerima karena memang tidak ada orangnya, sehingga tidak bisa dibagikan. Uang itu kemana? Uang itulah yang dipakai sama mereka, ” terang Nirwan.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, AP dan PK dijerat dengan pasal 3 dan pasal 8 Undang-undang Tipikor, dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun denda minimal Rp 50 juta maksimal Rp 1 miliar.