Berita

Astaga, Ada Perusahan Sawit Caplok 190 Hektar Hutan Tanpa HGU

×

Astaga, Ada Perusahan Sawit Caplok 190 Hektar Hutan Tanpa HGU

Sebarkan artikel ini
Perluasan Lahan Baru Kelapa Sawit yang terjadi di Tanah Papua diduga tanpa memilki HGU (Foto : Nesta Makuba)


TEROPONGNEWS.COM, JAYAPURA, – Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menduga ada perluasan lahan Sawit sekitar 190 hektar di Kawasan Gentetiri pinggir kali Digoel, Distrik Jari , kabupaten Bovent Diegol, Papua.

1465
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Area hutan seluas 190 hektar tersebut sempat hilang dari pantauan satelit. Diduga kuat telah terjadi perluasan lahan baru oleh PT. Digoel Agri Group di Bovent Diegol yang terus melakukan pembukaan lahan baru guna penanaman kelapa Sawit.


Berdasarkan pemantauan citra satelit sejak Januari – April 2021, ditemukan ada kawasan hutan yang hilang didaerah sekitar Getentiri, pinggir Kali Digoel, Distrik Jari, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua, seluas lebih dari 190 hektar. Sebelumnya tahun 2019, terpantau terjadi hutan hilang didaerah ini sekitar 160 hektar. Diduga hutan hilang karena aktivitas land clearing, penggusuran dan penggundulan hutan untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit dari perusahaan PT. Bovendigoel Budidaya Sentosa dan PT. Perkebunan Bovendigoel Sejahtera, dua perusahaan tersebut dimiliki PT. Digoel Agri Group. Perusahaan PT. Digoel Agri Group merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA), yang sebagian besar modalnya dimiliki pemodal bernama Neville Christopher, asal New Zealand. Pemodal lainnya adalah Jones R.M. Rumangkang, keluarga dari politisi Partai Demokrat, Vence Rumangkang (alm).

Pada Maret 2021 lalu, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat meminta klarifikasi kepada PT. Jenggala Hijau Sertifikasi (JHS), perusahaan yang menerbitkan sertifikat legalitas kayu, terkait aktifitas land clearing perusahaan PT. Bovendigoel Budidaya Sentosa dan PT. Perkebunan Bovendigoel Sejahtera.

Tanggapan JHS, bahwa dua perusahaan tersebut telah memiliki Ijin Usaha Perkebunan (IUP) tahun 2018, Ijin Pembukaan Lahan (land clearing) tahun 2018, dan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) tahun 2019 dan IPK telah mendapatkan perpanjangan tahun 2020. Izin-izin tersebut diterbitkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua.

Demikian pula, klarifikasi JHS terkait HGU (Hak Guna Usaha) melalui surat yang ditandatangani Direktur Utama PT. JHS, Ir. Joko Isworo, M.Pd tanggal 22 Maret 2021.

Hasil klarifikasi PT. Bovendigoel Budidaya Sentosa dan PT. Perkebunan Bovendigoel Sejahtera, disebutkan bahwa hingga saat dilakukan verifikasi belum memiliki ijin HGU. ” konfirmasi terakhir dengan pihak managemen, memang belum keluar ijin HGU dan baru akan di proses” jelas Joko Isworo.

Dari penjelasan tersebut, maka dua anak perusahaan PT. Digoel Agri Group diduga melanggar hukum karena beroperasi menggusur dan menghilangkan hutan pada tahun 2019 dan tahun 2021 tanpa mengantongi HGU.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 05 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian, Pasal 9, ayat (1) huruf f, yang mengisyaratkan setiap pengembang usaha budidaya tanaman perkebunan mempunyai kewajiban pemenuhan atas komitmen kesanggupan menyajikan dan memiliki HGU.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menyerukan, perlunya langkah pro aktif dan tindakan pemerintah pusat, Kementerian Pertanian, Gubernur dan Bupati, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasan atas pemenuhan komitmen dan pemenuhan standar, sertifikasi dan kegiatan perusahaan.

Staf Advokasi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Tigor G. Hutapea, mengungkapkan pihak meminta pemerintah daerah untuk menindak pelanggaran yang dilakukan perusahaan dan tidak sungkan untuk mengambil tindakan, pemberian sanksi mencabut izin perusahaan, penegakan hukum pidana lingkungan dan sanksi lainnya, iika terbukti perusahaan melakukan pelanggaran.

“Terkesan sejak tahun 2019 tidak ada upaya penegakkan hukum yang di lakukan pemerintah,”,jelas Tigor G. Hutapea.