Opini

ARUS MIGRASI TANTANGAN DAN BEBAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA KE DEPAN

×

ARUS MIGRASI TANTANGAN DAN BEBAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA KE DEPAN

Sebarkan artikel ini
Agustinus R. Kambuaya

Jakarta 17 November 2022 di Gedung DPR MRP RI telah disetujui pada Paripurna Tingkat II Rancangan Undang-undang Provinsi Papua Barat Daya. Papua Barat Daya segera hadir sebagai provinsi ke-38 di Republik Indonesia. Disambut gegap gempita seluruh elemen dan lapisan sosial masyarakat di 5 kabupaten dan satu kota calon PBD.

Tentulah semua harapan tim pemekaran semakin mantap untuk diwujudkan. Idealisme latar belakang pemekaran segera di wujudkan. Pemekaran dimaksudkan untuk memperpendek rentan kendali, mendekatkan pelayanan agar ada kesejahteraan dan kemajuan masyarakat. Khususnya Masyarakat orang asli Papua sebagai subjek sekaligus objek atau sasaran utama pemekaran.

Arus Migrasi Menjadi Tantangan Serius

4626
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Semua cita-cita mulia pemekaran ini tentu di dukung oleh semua pihak, namun semua itu pasti tidak semulus yang diharapkan. Akan ada tantangan dalam upaya mencapai tujuan pemekaran. Salah satunya adalah tantangan bonus demografi penduduk.

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk Papua Barat akan menjadi tantangan tersendiri. Posisi Provinsi Papua Barat Daya di muka gerbang pintu masuk Papua akan menghadapi arus migrasi manusia yang masuk cukup tinggi.

Laju pertumbuhan penduduk Papua Barat yang tidak dikendalikan akan menjadi beban sosial, beban APBD. Arus migrasi masuk Papua Barat kalau saja penduduk yang produktif, membawa modal dan teknologi datang ke Papua Barat Daya. Apabila masuk orang-orang miskin pencari kerja, ini akan semakin membebankan Pemerintah Papua Barat Daya nantinya.

Perebutan ruang hidup sosial antara masyarakat orang asli Papua dan kaum migran akan semakin membuat beban tanggungan pemerintah makin besar. Mengurus orang asli Papua yang jumlahnya sedikit sudah sulit, bagaimana dengan masuknya arus migrasi masyarakat pengangguran di tempat lain yang akan berdatangan…? Pemerintah musti jeli melihat kondisi ini. Pengetatan system KTP menjadi faktor mutlak menekan laju penduduk di Papua Barat agar fokus membangun masyarakat yang ada terlebih dahulu.

Sesuai Dengan Amanat Undang-undang Otsus No. 21 BAB XVIII Tentang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pasal 61 ayat 1 hingga ayat 3 bahwa ;

(1). Pemerintah Provinsi berkewajiban melakukan pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk di provinsi.

(2). Untuk mempercepat terwujudnya pemberdayaan, peningkatan kualitas dan partisipasi penduduk asli Papua dalam semua sektor pembangunan Pemerintah Provinsi
memberlakukan kebijakan kependudukan.

(3). Penempatan penduduk di Provinsi Papua dalam rangka transmigrasi nasional yang
diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan dengan persetujuan gubernur.

(4). Penempatan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan dengan
perdasi.

Mencermati tantangan pembangunan daerah Kedepan dan juga dalam rangka mengobrol bonus demografi penduduk Perintah Provinsi Papua Barat Daya mesti melakukan kontrol penduduk dengan mendorong regulasi Perda tentang pengendalian penduduk. Baik secara regulasi maupun juga system pemberlakuan KTP, seperti di Bali, Banjarmasin dan Yogyakarta.

Kebijakan dan perda yang dilakukan nanti bukan untuk menolak sesama warga negara Indonesia, tetapi bagaimana menata penduduk di dalam membangun dan memenuhi kebutuhan penduduk yang sudah ada yaitu orang asli Papua terlebih dahulu. Sebab, Otsus ini sebenarnya ingin membuat orang Papua sejahtera, menjadi tuan di negeri sendiri agar merasa bangga menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.

Penulis : Agustinus R. Kambuaya
Anggota DPR-PB Fraksi Otsus