Berita

Amnesty Internasional Kutuk Kekerasan Aparat Terhadap Anak di Keerom

×

Amnesty Internasional Kutuk Kekerasan Aparat Terhadap Anak di Keerom

Sebarkan artikel ini
Salah satu remaja korban kekerasan yang diduga dilakukan oknum anggota kopassus TNI-AD, yang terjadi di Pos Satgas Kopassus, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom pada Kamis (27/10).

TEROPONGNEWS.COM, JAYAPURA – Tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum anggota TNI-AD kepada tiga anak di bawah umur di Kabupaten Keerom Papua mendapat perhatian serius berbagai pihak, salah satunya Amnesty Internasional.

1472
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid bahkan mengutuk keras tindakan tersebut. Ia menyebut kejadian di Keerom membuktikan bahwa negara gagal lindungi HAM di Papua.

“Kami mengutuk keras tindakan penyiksaan yang dilakukan aparat keamanan terhadap anak di bawah umur,”lugas Usman Hamid yang dikonfirmasi pewarta, Jumat (28/10).

Peristiwa di Keerom, kata Usman, menjadi bukti kesekian kalinya penyiksaan terhadap anak di Papua, seperti halnya yang telah terjadi sebelumnya di Sinak, Kabupaten Puncak Papua pada tanggal 22 Februari 2022. Kejadian di Sinak menyebabkan beberapa anak mengalami luka-luka sangat parah, dan ada yang meninggal dunia.

Amnesty Internasional menilai Kejadian penyiksaan tersebut mempertegas rendahnya penghormatan aparat kepada manusia dan kentalnya kultur kekerasan oleh aparat keamanan yang bertugas di Papua.

Selain menambah daftar panjang pelanggaran HAM, sebutnya, peristiwa tersebut juga memperkuat anggapan bahwa negara tidak mampu untuk mengakhiri masalah sistemik dan mengakar di Papua, yaitu kekerasan dan pelanggaran HAM.

“Alih-alih menyelesaikan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM secara adil, pemerintah cenderung defensif dan menggunakan pendekatan yang berulang dan tanpa koreksi,”tukas Usman Hamid.

Lanjut dia menerangkan, tindakan penyiksaan dalam hukum internasional hak asasi manusia merupakan bagian dari ius cogens, sehingga tidak dapat diperkenankan dalam situasi apapun, termasuk saat kondisi perang. Norma tersebut juga senada dengan mandat konstitusi yang menyebutkan bahwa hak untuk tidak disiksa adalah hak yang tidak dapat dikurangi.

“Aksi penyiksaan itu memalukan. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (UNCAT) lewat Undang-Undang No. 5 Tahun 1998. Sayangnya, penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan masih kerap terjadi, bahkan melibatkan aktor negara,”paparnya.

Tindakan penyiksaan oleh aparat, lanjutnya, juga melecehkan upaya-upaya perlindungan agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Menurut Usman, negara harus bertanggung jawab dengan mengusut tindakan penyiksaan tersebut secara efektif, terbuka dan akuntabel di peradilan HAM. Kemudian negara harus menghukum siapa pun yang terbukti terlibat dalam tindakan penyiksaan.

“Dan negara harus segera melakukan pemulihan secara optimal baik secara fisik dan psikis terhadap korban dan keluarga korban,”pungkas Direktur Amnesty Internasional.