TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Penetapan Kepala Subbagian Akutansi dan Pelaporan pada Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, berinisial Ss sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) terkait pengadaan alat peralatan keamanan dan investigasi digital untuk pengamanan dan analisis forensik sebesar Rp199,6 miliar, diragukan kompetensinya.
Musababnya, seorang PPK wajib dituntut memiliki keahlian, kemampuan serta pengetahuan mengenai peralatan telekomunikasi yang akan ditenderkannya. Sebab jika mengacu pada Peraturan Presiden No 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah Pasal 88 huruf b menyebutkan, bahwa PPK yang dijabat ASN/TNI/Polri wajib memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Akan tetapi yang terjadi penunjukan Sunarso oleh petinggi Kejagung dilakukan dengan metode “hitung kancing baju” alias asal tunjuk. Dan apabila disandingkan tupoksi Kasubag Keuangan Badiklat Kejaksaan RI dengan tupoksi PPK soal peralatan keamanan dan investigasi digital untuk pengamanan dan analisis forensik, sangat tidak rasional.
Tupoksi Kepala Subbagian Keuangan (Kasubag Keuangan) Badiklat Kejaksaan RI adalah merencanakan, membagi tugas, membimbing, memeriksa, mengatur, mengevaluasi, dan melaporkan penyelenggaraan tugas subbagian keuangan.
Sedangkan tupoksi PPK dalam konteks tender di Badiklat Kejaksaan RI diantaranya, mengetahui secara terperinci mengenai peralatan yang akan digunakan termasuk spesifikasi barang, fungsi peralatan dan wajib bersertifikat kompetensi.
Wakil Ketua Lembaga Pengawasan Pengawalan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho, membenarkan jika seorang PKK yang berasal dari ASN/TNI/Polri harus memenuhi klasifikasi yang tertuang dalam peraturan presiden nomor 16 tahun 2018 soal Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
“Benar. Dasarnya Perpres 16 tahun 2018 Pasal 88 huruf b. PPK yang berasal dari ASN/TNI/Polri wajib memiliki sertifikat kompetensi,” ujar Wakil Ketua Lembaga Pengawasan Pengawalan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho, saat dihubungi, kemarin.
Kecurigaan inilah yang membuat publik menerka “ada sesuatu” di balik penetapan Ss sebagai PPK tender ratusan miliar.
Seorang kepala bagian di Badiklat Kejaksaan RI juga mengaku tidak bisa mengoperasikan alat keamanan dan investigasi digital canggih. “Saya sendiri tidak mengerti cara menggunakannya,” aku kepala bagian tersebut pada Selasa (12/11/24).
Tidak hanya soal penunjukan PPK yang cenderung menerapkan asal bapak senang atawa ABS oleh pihak petinggi Kejagung, profil perusahaan pemenang tender proyek ratusan miliar itu yakni PT Permata Sigma Perkasa (PSP) sangat diragukan sebagai pemasok alat telekomunukasi.
Sekalipun berkantor di lantai tujuh Apartemen Belleza Permata Hijau, Jakarta Selatan, namun perusahan pemenang tender itu terkesan tertutup ketika dikonfirmasi pada 6 November 2024. ***