TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota nomor urut 4, Jantje Wenno-Syarif Bakri Asyathry ternyata tidak paham dengan konsep ekonomi hijau dan biru. Hal ini menyebabkan, jawaban yang diberikan terlihat tidak nyambung dengan pertanyaan yang diajukan.
Ini terlihat dari debat kedua yang diikuti empat paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ambon, yang digelar KPU Kota Ambon, di gedung Islamic Center, Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Selasa (5/11/2024) malam.
Saat sesi tanya jawab, paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ambon nomor urut 2, Bodewin M. Wattimena-Ely Toisutta dengan slogan BETA Par Ambon, lewat calon Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena menjelaskan soal konsep pembangunan ekonomi.
Wattimena kemudian menanyakan soal konsep ekonomi hijau dan biru kepada paslon Jantje-Syarif. Pasalnya, konsep ekonomi hijau dan biru, sudah menjadi alternatif untuk menjamin pembangunan berkelanjutan, yang sudah menjadi isi strategis di internasional, Indonesia, dan bahkan Kota Ambon.
“Menurut bapak-bapak paslon nomor urut 4, bagaimana cara kita menerapkan ekonomi hijau dan biru,” tanya Bodewin.
Menyikapi pertanyaan itu, paslon nomor urut 4 melalui calon Wakil Wali Kota, Syarif Bakri Asyathry terlihat sedikit bingung. Dia kemudian mengatakan, konsep ekonomi hijau dan biru hanyalah sebuah istilah.
“Soal istilah ekonomi hijau dan ekonomi apa istilahnya itu, pada prinsipnya itu adalah istilah-istilah teknis yang ditujukan, untuk memajukan kesejahteraan ekonomi,” ujar Syarif.
Dia kemudian menyebut, batuan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, yang selama ini diberikan untuk memicu atau memacu pertumbuhan itu hanya 0,01 persen.
“Jadi jangan kita bicara yang lain, tetapi kita bicara ini dulu. Karena seorang ibu yang menjual bayam di pasar, ikan, sayur dan sebagainya, mereka berhak untuk mengoreksi atas APBD kota yang merupakan dokumen publik. Kita tidak punya uang, yang punya uang itu masyarakat. Di satu pihak, kita bicara soal bagaimana mendirikan pihak ini, tetapi di lain pihak, keberadaan pelaku-pelaku usaha itu tidak disentuh,” pungkas Syarif.
“Dengan gagasan-gagasan yang memastikan keselamatan itu bisa tumbuh dan berpengaruh pada pendapatan daerah. Ini sebenarnya kalau kita lihat, hanya 0,01 persen. Bagaimana kita mau bicara tinggi soal ekonomi hijau dan sebagainya. Kita bicara yang sederhana dulu. UKM di kota ini hanya didengungkan dalam bentuk jumlah, tetapi tidak ditemukan dalam bentuk bantuan,” imbuh dia.
Dengan suara yang agak meninggi, Syarif menegaskan, jika Pemkot Ambon sudah harus berpikir, jika ekonomi itu maju berdasarkan bukti, untuk memajukan UKM. Dengan demikian, mereka bisa membayar retribusi, dan pajak daerah, maka kota ini akan semakin maju.
“Kalau kita menjadi maju, ya kita senang karena semua enak dan nyaman, ekonomi serta sejahtera bisa terjangkau, kemiskinan bisa teratas,” ucap dia.
Sementara itu, Bodewin Wattimena dalam sanggahannya menyampaikan konsep berpikir, untuk melihat keberadaan Kota Ambon ke depan.
“Bagaimana kita fokus pada upaya untuk pembangunan kota yang berkelanjutan, agar apa yang kita lakukan lewat pembangunan ekonomi, mesti menjamin juga kota ini ada di 10, 20, 30, 40 tahun ke depan. Karena itu, ekonomi hijau dan biru sebenarnya adalah, konsep ekonomi pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan. Bagaimana kita mengurangi efek gas rumah kaca, bagaimana kita mengurangi karbon. Karena itu penting. Karena apa? Tantangan kota ini ke depan bukan saja soal teknis, tapi soal keberlanjutan kota ini ke depan untuk anak cucu kita,” tandas Bodewin.