TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Tim penyidik pidsus Kejati DKI Jakarta akhirnya menetapkan Rina Pertiwi alias RP sebagai tersangka dugaan korupsi terkait dengan eksekusi sita uang sejumlah Rp.244,6 miliar yang melibatkan obyek tanah milik PT. Pertamina di Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (30/10/24).
Perlu diketahui Rina Pertiwi merupakan mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur saat perkara ini terjadi pada tahun 2020-2022. Rina diduga menerima suap sebesar Rp.1 miliar dari terpidana Ali Sofyan alias AS. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat proses eksekusi atas putusan perkara Peninjauan Kembali nomor 795.PK/PDT/2019, yang mengharuskan PT. Pertamina (Persero) membayar ganti rugi senilai Rp.244.604.172.000 kepada ahli waris pemilik tanah, yakni terpidana Ali Sofyan.
“Suap diberikan melalui saksi DR dalam bentuk cek yang dicairkan oleh saksi DR atas perintah RP, dan diserahkan bertahap baik melalui transfer maupun tunai,” ucap Kasipenkum Kejati DKI Syahron Hasibuan dalam keterangan persnya, Rabu (30/10/24).
Sebagai bagian dari prosedur penyidikan, tutur Syahron, tim penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menahan tersangka Rina Pertiwi di Rutan Kelas I Pondok Bambu untuk 20 hari ke depan.
Menurutnya, jaksa menjerat tersangka Rina Pertiwi diduga melanggar Pasal 12 huruf b, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf B UU RI Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Atas Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor.
Pengusutan kasus ini diawali surat perintah Kepala Kejati DKI nomor: Print-3026/M.1/ Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021 tentang Penyelidikan Kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Ramawangun, Jakarta Timur.
Hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa Pertamina memiliki lahan sekitar 1,6 hektare yang digunakan sebagai Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4.000 meter persegi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) 4.000 meter persegi dan sisanya untuk komplek rumah dinas Bappenas.
Kompleks terdiri dari 20 unit rumah. Statusnya pinjam pakai berdasarkan Akta Pengoperan dan Penyerahan Tanah No. 58 Tanggal 18 September 1973.
Tiba-tiba pada tahun 2014, muncul seseorang bernama OO Binti Medi menggugat Pertamina ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Gugatan diregister sebagai perkara nomor 127/ PDT.G/2014/PN.Jkt.
Tim OO Binti Medi mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 12.230 meter persegi yang merupakan aset Pertamina. Dasarnya Verponding Indonesia Nomor C 178, Verponding Indonesia Nomor C 22 dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi Nomor 28.
Gugatan dikabulkan PN Jakarta Timur. Di tingkat banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK), pengadilan menyatakan tanah ini merupakan milik ahli waris dari A Supandi. Pertamina dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar.
Belakangan, terkuak Verponding dan Surat Ketetapan Pajak yang dijadikan dasar gugatan adalah palsu. Hasil penyelidikan kejaksaan, diduga terjadi penyalahgunaan wewenang dalam proses peradilan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Hal ini membuat Pertamina dirugikan sebesar Rp 244,6 miliar. Sebab, Juru Sita PN Jakarta Timur telah mengeksekusi dana sebesar itu dari rekening Pertamina di BRI. Padahal, Pertamina tidak pernah memberikan ataupun memberitahukan nomor rekening itu untuk kepentingan sita eksekusi. ***