TEROPONGNEWS.COK, WAISAI – Polemik terkait anggaran operasional Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat, Yusuf Salim, dalam APBD Perubahan (APBD-P) 2024, terus menyulut kegaduhan di kalangan publik.
Konflik terbuka antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Abdul Wahab Warwey dan Sekda ini tidak hanya merembet ke dalam sidang, tetapi juga memancing desakan kuat dari tokoh masyarakat dan organisasi pemuda yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan.
Seperti dilansri dari laman media PBDNews.com, permasalahan mencuat ketika Abdul Wahab Warwey, Ketua DPRK, secara tegas menolak pengajuan tambahan dana operasional sebesar Rp 3 miliar untuk Sekda, yang menurutnya tidak wajar dan jauh lebih besar dari anggaran untuk kepala daerah dan wakilnya.
Dalam konferensi persnya pada awal Oktober 2024, Wahab menuduh Yusuf Salim berusaha memasukkan anggaran yang terlalu tinggi tanpa alasan yang jelas, yang memicu terjadinya deadlock dalam pembahasan APBD-P.
Ketua DPRK menuding bahwa kenaikan anggaran operasional ini diduga terkait dengan adanya indikasi pergeseran anggaran yang mencurigakan. Wahab juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait peran Sekda yang semakin dominan dalam urusan administrasi keuangan daerah.
Sekda, menurut Wahab, sudah melangkahi peran operator keuangan resmi dan memperkerjakan operator pribadi yang diduga dapat memanipulasi keuangan daerah.
“Saya tidak akan membiarkan anggaran sebesar ini diloloskan begitu saja. Dana ini jauh lebih besar dari anggaran untuk Bupati dan Wakil Bupati, dan ada indikasi penggunaannya tidak tepat,” ujar Wahab seperti dikutip dari PBDNews.com.
Polemik ini menjadi semakin panas ketika Wahab mengaitkan dana operasional tersebut dengan rumor bahwa sebagian dana itu diduga akan dialokasikan untuk pihak luar, termasuk dugaan alokasi sebesar Rp 1 miliar untuk Kepala Kejaksaan Negeri Sorong. Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut di kalangan publik tentang potensi penyalahgunaan anggaran daerah.
Respons Tegas Sekda dan Dukungan Masyarakat Sekda Raja Ampat, Yusuf Salim, tidak tinggal diam. Melalui pernyataan persnya, Yusuf membantah seluruh tudingan tersebut dan menyebut tuduhan Ketua DPRK sebagai keliru dan menyesatkan.
Ia menjelaskan bahwa dana operasional yang dimaksud bukan hanya untuk dirinya pribadi, melainkan untuk seluruh pejabat daerah, termasuk Bupati, Wakil Bupati, dan tiga asisten Sekda.
“Tudingan bahwa saya meminta Rp 3 miliar untuk operasional pribadi tidak berdasar. Dana ini diperuntukkan bagi seluruh pejabat, bukan hanya Sekda,” tegas Yusuf Salim seperti dikutip dari PBDNews.com.
Yusuf juga mengungkapkan bahwa penundaan sidang APBD-P bukan akibat deadlock seperti yang diklaim Ketua DPRK, melainkan karena dokumen yang dibutuhkan belum disiapkan oleh staf terkait, sehingga pembahasan tidak dapat dilanjutkan. Selain itu, ia menantang Wahab untuk lebih fokus pada rasionalisasi anggaran di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mengalami lonjakan signifikan.
Seiring dengan eskalasi konflik ini, tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi pemuda di Raja Ampat mulai angkat bicara.
Tokoh masyarakat, Silfester Mjam, Ketua DAS Matbat, dan Ketua Generasi Muda Matbat (Gema Matbat), Dion Barapai, menyuarakan dukungan mereka terhadap langkah Sekda yang meminta KPK untuk segera memeriksa pengelolaan keuangan daerah. Mereka melihat adanya ketidakwajaran dalam perdebatan anggaran yang bisa merugikan masyarakat.
“Kami mendukung Sekda untuk meminta KPK segera turun tangan. Masyarakat butuh transparansi, dan konflik antar pejabat ini tidak menyelesaikan masalah. KPK harus memastikan anggaran daerah dikelola dengan benar,” ujar Silfester Mjam dalam keterangan resmi yang diterima Redaksi iNewsSorong.id, Selasa (8/10/2024).
Dion Barapai menambahkan bahwa KPK harus segera memeriksa keuangan daerah agar masalah ini bisa dibuka secara terang benderang, serta menghindari terjadinya penyalahgunaan anggaran yang akan merugikan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Raja Ampat.
Desakan KPK dan Masa Depan Pengelolaan Anggaran Raja Ampat
Desakan untuk keterlibatan KPK dalam memeriksa anggaran daerah semakin menguat. Masyarakat menginginkan transparansi penuh dalam pengelolaan keuangan, terutama terkait dengan tuduhan adanya penyimpangan anggaran.
Kegaduhan ini juga mencerminkan keresahan publik terhadap ketidakjelasan arah pengelolaan anggaran yang seharusnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Baik Wahab maupun Yusuf Salim telah menyatakan keterbukaan mereka terhadap pemeriksaan oleh KPK, meski dalam konteks yang berbeda. Yusuf Salim, dalam pernyataannya, bahkan meminta KPK untuk turun langsung ke Raja Ampat, tidak hanya mengawasi dari jauh, agar semua tuduhan bisa dipastikan dengan jelas.
Konflik ini memperlihatkan bagaimana persoalan transparansi keuangan di daerah dapat memicu ketegangan antara pejabat tinggi daerah, yang akhirnya menimbulkan kegaduhan di publik.
Masyarakat berharap agar konflik ini dapat segera diselesaikan melalui mekanisme hukum yang jelas dan transparan, serta menekankan pentingnya pengelolaan anggaran yang lebih baik dan akuntabel di masa mendatang.