“Putusan MK tidak mencabut kewenangan MRP, dan memberi kewenangan kepada KPU untuk menganti kewenangan MRP, ” Yohanis G. Bonay
TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Pada 22 September 2024, KPU Provinsi Papua Barat Daya telah menetapkan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya sebagai peserta Pilkada tahun 2024 dengan keluarnya Surat Keputusan KPU Papua Barat Daya nomor 78 Tahun 2024.
Dugaan ketidaknetralan Ketua dan 4 Komisioner KPU Provinsi Papua Barat Daya semakin mencuat. Hal ini dibuktikan dengan telah adanya laporan dugaan pelanggaran atas lahirnya SK KPU Papua Barat Daya nomor 78 Tahun 2024 tersebut ke Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya.
Pada Selasa (24/9/2024) Ketua dan 20 Anggota Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) melaporkan dugaan ketidaknetralan Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya ke Kantor Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya ditemani oleh kuasa hukumnya.
Sehari setelah itu, di hari Rabu (25/9/2024) pukul 15.30 Wit, giliran kuasa hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur peserta Pilkada Provinsi Papua Barat Daya tahun 2024, Letjen TNI (Purn) Joppye Onesimus Wayangkau dan Ibrahim Wugaje melaporkan Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya.
Hal itu diakui, Ketua Tim Pemenangan bersama dengan Tim Hukum Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Joppy Wayangkau dan Ibrahim Wugaje atau biasa disebut pasangan JOIN saat menggelar konferensi pers di salah satu kafe di Kota Sorong, Kamis (26/9/2024).
Tim Hukum Paslon JOIN yang berjumlah tiga orang yaitu Yohanis Gerson Bonay, Jatir Yuda Marau, Jimmy Buwana ditemani Ketua Tim Pemenangan Pasangan Cagub dan Cawagub JOIN, Linder Rouw menduga Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya tidak netral.
“Permohonan kami telah diterima oleh Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya. Dimana kami mewakili pasangan calon merasa bahwa permohonan ke Bawaslu harus kita lakukan,” ujar Yohanis Bonay.
Dasarnya, kata Bonay sangat jelas, karena pertama menurut pemohon dikeluarkannya SK KPU PBD nomor 78 tahun 2024 diduga melanggar pasal 18b ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Dimana SK KPU Papua Barat Daya nomor 78/2024 itu telah melanggar ketentuan undang-undang penyelenggara pemilu yaitu undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 22 UU RI nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 21 tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua junto PKPU nomor 8 tahun 2024 sebagaimana telah diatur untuk pemilihan di daerah khusus junto pasal 138 ayat 1 dan 2 bunyi ayat 1 bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada daerah khusus dan atau istimewa atau dengan sebutan lain diperlakukan ketentuan istimewa atau diperlakukan ketentuan khusus dalam peraturan-peraturan sebagaimana tersebut di atas kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pada ayat 2 menyebutkan, lanjut dia, daerah khusus atau daerah istimewa sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi daerah yang berdasarkan kekhususan atau keistimewaan diatur dalam pasal 140 PKPU nomor 8 tahun 2004 yang mana disebutkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur di provinsi Papua, provinsi Papua Barat Daya, provinsi Papua Pegunungan, provinsi Papua Tengah, provinsi Papua Selatan harus memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari MRP Papua Barat, MRP Papua Barat Daya, MRP Papua Pegunungan, MRP Papua dan MRP Papua Selatan.
“Dengan dasar Peraturan KPU di atas jelas sudah bahwa MRP merupakan salah satu lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah khusus provinsi Papua Barat Daya yang berwenang memberi pertimbangan dan persetujuan mengenai keaslian dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur”, ujarnya.
Lanjut Yohanis Bonay, “Fakta yang ada, KPU Papua Barat Daya tidak mempertimbangkan atau mengabaikan Keputusan MRP Papua Barat Daya nomor 10/MRP.PBD/2024 tentang pemberian pertimbangan dan persetujuan gubernur wakil gubernur dan telah menetapkan pasangan calon yang tidak mendapatkan persetujuan MRP Papua Barat Daya sebagai calon gubernur pada pemilihan kepala daerah Papua Barat Daya, ” ujar Yohanis Bonay.
KPU Papua Barat Daya, menurut Yohanis Bonay telah bertindak di luar ketentuan yang berlaku dan atau melampaui kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan gubernur tahun 2024.
Hal yang kedua, Yohanis Bonay katakan, karena KPU Papua Barat Daya yang telah bekerja di luar peraturan perundang-undangan atau di luar kewenangannya tentu bisa merugikan peserta calon kepala daerah yang lain.
“Maka itu, kami sebagai pemohon yang merupakan salah satu peserta pasangan calon gubernur dan wakil gubernur provinsi Papua Barat Daya menduga bahwa tindakan KPU Papua Barat Daya ini berpotensi merugikan pasangan calon peserta pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam proses penyelenggaraan ini dengan kata lain netralitas KPU Papua Barat Daya sebagai penyelenggara dipertanyakan, ” ujar Yohanis Bonay.
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Joppye Wayangkau dan Ibrahim Wugaje, kata Yohanis Bonay mau menegaskan bahwa pelanggaran KPU Papua Barat Daya bukan soal penafsiran undang-undang tapi ini menyangkut pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya, karena tidak tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dengan demikian pasangan calon patut menduga bahwa sikap yang tidak netral ini akan merugikan kepentingan pasangan calon yang lain, dan dapat mengakibatkan konflik yang merugikan kepentingan banyak orang,” kata Yohanis Bonay.
Soal surat KPU RI Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 2024 kepada 6 provinsi di Tanah Papua, Yohanis Bonay menegaskan surat itu hanya berlaku di internal KPU.
“Ingat dan perlu dicatat secara baik, surat KPU RI itu bukan UU dan bukan PKPU. Mahkamah Konstitusi tidak mencabut kewenangan MRP, dan tidak memberikan wewenang buat KPU untuk melakukan Verifikasi faktual syarat Orang Asli Papua mengantikan wewenang MRP, ” tegas Yohanis Bonay.
Jatir Yuda Marau turut memberi penegasan, permohonan yang diajukan oleh Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Joppye Wayangkau dan Ibrahim Wugaje untuk meminta Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya harus membatalkan SK KPU Papua Barat Daya nomor 78/2024.
“Intinya kami punya permohonan terkait SK KPU PBD nomor 78/2024. Dimana SK itu tidak sesuai dengan penetapan MRP Papua Barat Daya. MRP hanya menetapkan 4 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya yang memenuhi syarat Orang Asli Papua. Maka itu kami minta SK KPU nomor 78 /2024 itu dibatalkan, ” kata Yuda menegaskan.
Sementara itu Ketua Tim Pemenangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Joppye Wayangkau dan Ibrahim Wugaje, Linder Rouw dengan tutur bahasa yang sangat sederhana menyangkan tindakan yang diambil oleh Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya.
“Kita semua tahu bersama, Provinsi Papua Barat Daya ini baru pertama kali melaksanakan Pilkada, maka seharusnya tegakkan aturan, ” kata Linder Rouw.
Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya, Linder Rouw katakan harus bersikap netral dan meninggalkan yang baik bagi Tanah Papua secara umum dan lebih khusus Provinsi Papua Barat Daya.
“Setelah saya simak ini semua, saya boleh katakan adik – adik saya di KPU itu tidak netral. Saya sebagai orang asli Papua menilai mereka meninggalkan sesuatu yang tidak baik bagi Tanah Papua. Provinsi ini bukan soal hari ini saja, tetapi untuk selama – lamanya, jadi seharusnya mereka melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Linder Rouw menegaskan.
Ketua dan 4 Komisioner KPU Papua Barat Daya, tambah dia, dengan keputusan ini, telah membuat masyarakat di bawah menjadi gelisah.
“MRP ini dipunya kepentingan dalam Pilkada di Tanah Papua, karena aturan mengatakan dia menilai. Kenapa itu tidak ditegakkan, dan dilihat, berarti saya anggap ini, ada permainan dibalik itu. Saya bisa saja menilai ini ada suatu skenario yang dimainkan oleh KPU untuk memenangkan kandidat tertentu, ” tandas Linder Rouw.
Sementara itu, usai jumpa pers, Teropong News bersama rekan – rekan media mendatangi Kantor KPU Papua Barat Daya untuk mengkonfirmasi, namun usaha itu tak membuahkan hasil, meski rekan – rekan media telah mencoba mengirimkan pesan untuk meminta kesediaan komisioner KPU Papua Barat Daya.