TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Ketua dan seluruh Anggota Majelis Rakyat Papua Barat Daya siap berangkat ke Jakarta untuk menyeret Ketua dan Anggota KPU Republik Indonesia ke ranah hukum.
Hal itu dikarenakan, MRPBD menduga KPU RI telah dengan sengaja ingin menghapus kewenangan Majelis Rakyat Papua Barat Daya dalam syarat calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Provinsi Papua Barat Daya.
“Langkah awal, kami ke Jakarta, kami laporkan Ketua dan Komisioner KPU RI ke Bawaslu Republik Indonesia, ” ungkap Kuasa Hukum MRPBD, Muhammad Syukur Mandar kepada wartawan usai mendampingi Ketua dan Anggota MRPBD di Kantor Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (24/9/2024).
Ketua dan Anggota Majelis Rakyat Papua Barat Daya akan melaporkan Komisioner KPU Republik Indonesia, diduga merusak sistem Pilkada di Provinsi Papua Barat Daya memiliki Otonomi Khusus.
Dugaan MRPBD itu, kata M. Syukur Mandar, didasari oleh terbitnya Surat KPU RI nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 2024 kepada 6 provinsi di Tanah Papua.
Dalam surat KPU RI itu ada memuat 11 item. Surat KPU RI ini kemudian dipakai sebagai dasar bagi Ketua dan Anggota KPU Papua Barat Daya melangkahi kewenangan Majelis Rakyat Papua Barat Daya melakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap syarat calon Orang Asli Papua untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Provinsi Papua Barat Daya.
“Rekan – rekan media silahkan lihat, Surat KPU RI Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 2024 kepada 6 provinsi di Tanah Papua. Dalam surat itu memuat 11 item, ” kata M. Syukur Mandar menuturkan.
Surat edaran itu, seakan dipakai sebagai petunjuk teknis bagi KPU Papua Barat Daya untuk meloloskan bakal calon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh MRPBD.
“Padahal surat 1718 itu saya menganggapnya surat kaleng. Maka itu pernyataan saya di hadapan media beberapa media sebelum penetapan calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya telah meminta agar KPU RI segera mencabut surat 1718, karena dengan surat itu KPU RI telah menyelewengkan dan merusak sistem pelaksanaan Pilkada di Papua secara khusus di Provinsi Papua Barat Daya, ” ucap M. Syukur Mandar.
Surat Edaran 1718/2024 itu, kata dia, seakan menjadi panduan Ketua dan Anggota KPU Papua Barat Daya melakukan verifikasi pendalaman untuk mencari pengakuan suku adat tertentu yang dinyatakan tidak lolos oleh MRPBD.
“Maka itu kami memandang KPU RI juga terlibat dalam skenario besar untuk meloloskan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya yang oleh MRPBD dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai Orang Asli Papua melalui surat KPU nomor 1718 ini, ” kata Syukur Mandar menegaskan.
MRPBD akan melaporkan Komisiomer KPU RI ke Bawaslu RI terkait dugaan pelanggaran etik dan perbuatan melawan hukum.
“Saya perlu tegaskan, MRP adalah lembaga yang dibentuk oleh Undang – Undang yang memiliki fungsi melaksanakan pemilu, bukan cuma KPU dan Bawaslu khusus di Papua,”
Kenapa bisa demikian, Syukur Mandar katakan sebab MRP lembaga yang dibentuk dan memiliki kewenangan untuk menentukan syarat calon dalam Pasal 12 UU RI nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan UU RI nomor 21 Tahun 2001 yang berbunyi gubernur dan wakil gubernur di Papua orang asli Papua.
“Itu masuk dalam persyaratan calon bukan persyaratan pencalonan. Karena itu, MRP adalah unsur kelembagaan yang memiliki fungsi melaksanakan pemilu. KPU harus memperhatikan itu, karena keputusan MRP bersifat mengikat final and banding. Keputusan MRP itu tidak bisa diuji, kecuali digugat di pengadilan. Kalau calon yang merasa dirugikan dia boleh menggugat di pengadilan. Bukan KPU yang manfataatkan untuk dijalankan putusan sendiri yang menguntungkan pihak tertentu, ” kata M. Syukur Mandar.
Ditegaskannya, KPU RI dan KPU Papua Barat Daya dengan berpegang pada surat KPU RI nomor 1718/2024 itu secara tidak langsung telah mengabaikan Peraturan KPU nomor 8 Tahun 2024.
“Saya perlu jelaskan disini, selalu mengunakan norma yang ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 29/PUU/2011. Dalam surat edaran itu juga memuat norma putusan MK 29/2011 memang benar menerjemahkan tentang Orang Asli Papua dalam dua pendekatan, ” kata M. Syukur Mandar.
Putusan MK 29/2011, lanjut dia, telah diadopsi dalam Pasal 1 ayat 20 dan 22. Orang asli Papua dilihat dalam dua pendekatan keturunan ras melanesia yang berdasarkan biologis dan pengakuan.
“Tetapi ingat, MK tidak mendiskualifikasi kedudukan MRP untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan. Malah MK menguatkan posisi MRP, ” ujarnya.
Diterangkannya, kalau pasangan calon yang merasa keputusan MRP yang menyatakan tidak memenuhi persyaratan calon dia bisa mengunakan lembaga adat untuk mwngugat keputusan MRP di Pengadilan.
“Dalam konteks Pilkada lembaga yang memiliki kewenangan menyatakan orang asli Papua hanya MRP,”pungkasnya.