Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
Hukum

Soal Status Tersangka YM di Kasus Korupsi Asrama Mahasiswa Telbin Jadi Sorotan

×

Soal Status Tersangka YM di Kasus Korupsi Asrama Mahasiswa Telbin Jadi Sorotan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Neraca Keadilan. Ist
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM, JAYAPURA – Publik hingga saat ini masih terus menyoroti sekaligus mempertanyakan kinerja para penegak hukum dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Pembangunan Asrama Mahasiswa Teluk Bintuni di Kota Sorong, Papua Barat Daya sejak 2018 lalu.

Proyek pembangunan dengan biaya yang bersumber dari APBD Teluk Bintuni tahun anggaran 2008 lalu itu telah terbukti merugikan keuangan negara puluhan miliar.

Example 300x600

Atas indikasi kerugian negara berdasarkan hasil audit lembaga BPKP Perwakilan Provinsi Papua Barat ini, penyidik Satuan Reserse Kriminal Khusus Polresta Sorong Kota kemudian menetapkan sebanyak 8 orang menjadi tersangka dalam kasus ini.

Ironisnya, dari sebanyak 8 tersangka berdasarkan penetapan awal oleh Penyidik Satuan Reskrimsus Polresta Sorong Kota, ternyata hanya 7 tersangka yang menjalani proses hukum sebagai terdakwa hingga menerima putusan pengadilan sebagai terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

Sesuai informasi yang diterima media ini, ke 7 terpidana telah menjalani hukuman dan bebas dari penjara.
Sementara satu tersangka lainnya berinisial YM hingga berita ini dipublish, Jumat (7/8/2024) ternyata masih bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum sama sekali.

Publik pun bertanya-tanya ada apa dengan hukum di negeri ini? Saktikah seorang YM sampai-sampai institusi sekelas Mabes Polri yang membawahi Polda Papua Barat hingga Polresta Sorong Kota ini bak singa ompong yang tak mampu berbuat apa-apa ?

Karena hingga kini pun kabar kelanjutan proses hukum YM bak hilang di telan bumi meski telah berulang kali di ungkit berbagai kalangan.

Konstruksi Penanganan Perkara

Menyimak kembali kronologisnya, perkara ini bermula diproses Penyidik Tipikor Satreskrim Polres Sorong Kota berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP / 49 / I/ 2018 / Papua Barat / Resor Sorong Kota tanggal 16 Januari 2018.
Kemudian LP tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/23/1/2018/Reskrim tanggal 16 Januari 2018.

Dan setelahnya, diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: SPDP/12/I/2018/Reskrim tanggal 22 Januari 2018.

Penyidik kemudian menerima surat dari BPKP Perwakilan Provinsi Papua Barat Nomor : SR-143/PW27/5/2018 tanggal 15 Mei 2016 perihal Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Asrama Mahasiswa/Pelajar Bintuni di Kota Sorong pada Sekretariat Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2010-2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015.

Selanjutnya pada tanggal 9 Agustus 2018 dilaksanakan gelar perkara bertempat di Ruangan Vicon Lantai II Polda Papua Barat.

Dari hasil gelar perkara tersebut, YM resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/13/VIII/2018/Reskrim, tanggal 30 Agustus 2018 tentang Penetapan Tersangka atas nama YM.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Asrama Mahasiswa Bintuni di Kota Sorong pada Setda Kabupaten Teluk Bintuni TA 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana telah ditemukan adanya peranan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan telah terpenuhi 2 (dua) alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP.

Setelah ditemukan adanya peranan/perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan telah terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, Penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Sorong Kota kemudian menindaklanjuti proses hukum perkara ini dengan menyurati Kejaksaan Negeri Sorong.
Surat nomor : B / 077 / VIII / 2018 tertanggal 30 Agsutus 2018 dengan perihal PEMBERITAHUAN PENETAPAN TERSANGKA ditujukan langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sorong di Sorong.

Merespon surat tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Sorong kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana dengan Nomor : PRINT- / 640 /T.1.13/Fd.1/10/2018.

Salah satu poinnya, dipandang perlu untuk menugaskan seorang/beberapa orang Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan dan meneliti hasil penyidikan perkara tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan administrasi perkara tindak pidana.
Singkat cerita, kinerja jajaran Kepolisian dan Kejaksaan akhirnya berhasil mengungkap adanya tindak pidana penyelewengan uang Negara puluhan miliar pada Proyek Pembangunan Asrama Mahasiswa Pelajar Bintuni di Kota Sorong pada Sekretariat Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2010-2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015.

Sebanyak 7 tersangka akhirnya resmi menjadi terpidana setelah diputus pengadilan dengan besaran hukuman yang bervariasi.

Namun anehnya, terkait YM yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka malah bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum.

Bahkan terhitung 6 tahun sejak ditetapkan sebagai tersangka 2018 lalu, YM yang juga kader salah satu partai besar di Indonesia ini kembali maju sebagai bakal calon kepala daerah di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat periode 2024 – 2029.

YM mengulang hal yang sama saat awal dirinya resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/13/VIII/2018/Reskrim, tanggal 30 Agustus 2018 tentang Penetapan Tersangka atas nama YM.

Meski berstatus tersangka sejak 30 Agustus 2018, namun ia bisa bebas maju sebagai Bakal Calon Kepala Daerah di Kabupaten yang sama pada kontestasi Pilkada 2020 lalu.

Sementara 7 tersangka lainnya harus menjadi pesakitan, menjalani proses hukum hingga berujung putusan pidana dan dikurung bertahun-tahun. Luar biasa !

Kabar lainnya, adanya rumor yang berkembang bahwa khusus untuk proses hukum terhadap YM telah dihentikan Polda Papua Barat dengan menerbitkan SP3. Namun anehnya, hingga berita ini dipublis, Polda Papua Barat tidak sekalipun merilis keputusan SP3 tersebut ke publik.

Doktor Ilmu Hukum Martinus GO, SH, MH yang dimintai tanggapannya menyoroti fakta ini dari dua sudut pandang.

Pertama dari sisi perspektif hukum.
“Sebenarnya sepanjang yang bersangkutan belum punya kekuatan hukum tetap artinya belum divonis, maka dia punya hak politik tetap ada. Itu catatan pertama dulu. Sepanjang yang bersangkutan belum divonis,” urainya kepada Teraspapua.com, Rabu (7/8/2024).

Hal ini mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya, dikaitkan dengan konteks pidana. Dalam hal ini, yang bersangkutan masih baru ditetapkan sebagai tersangka, dia belum divonis. Maka artinya dia punya hak-hak politik masih tetap mengikat.

“Persoalannya nanti kalau dia sudah divonis dan sudah berkekuatan hukum tetap maka secara otomatis dia tidak bisa mengajukan diri untuk maju sebagai calon Bupati. Bahkan seorang kepala daerah bisa mengajukan diri untuk dilantik sebagai kepala daerah sebelum ada vonis,” lanjutnya.

Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 164 Ayat 6 UU Nomor 10 Tahun 2016 yang menyatakan dengan jelas bahwa dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.

“Namun tetap kita menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Itu kuncinya disitu. Jadi saya tidak mengomentari yang itu tapi dia masih punya hak untuk maju sebagai calon kepala daerah bahkan dilantik saja masih bisa walau sudah ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi belum dilantik tapi baru mencalonkan diri sebagai bakal calon, sangat terbuka untuk itu,” urainya.

Selanjutnya, sisi kedua, Dr. Martin menekankan dari konteks penegakan hukum.

“Ini kembali kepada pihak penegak hukum dalam hal ini Polres Sorong Kota atau Kejaksaan Negeri Sorong untuk melakukan langkah-langkah hukum melanjutkan proses ini sampai ke pengadilan. Tidak boleh membiarkan seolah-olah statusnya tidak jelas,” tekannya.

Di lain sisi, Dr. Martin malah mengusulkan tersangka YM untuk mengambil langkah praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka.

“Alangkah baiknya tersangka tersebut mengajukan permohonan praperadilan terhadap penetapan dia sebagai tersangka untuk diuji supaya dinyatakan tidak sah penetapannya sebagai tersangka itu. Supaya dia punya status hukumnya makin lebih jelas. Itu pendapat saya,” imbuhnya.

Disinggung soal adanya kongkalikong atau main mata, Dr. Martin menyinggung soal indikasi.
“Indikasinya itu bisa dilihat dari status YM yang sudah bertahun-tahun tak juga diproses hukum sementara yang lain sudah ditetapkan sebagai tersangka bahkan sudah divonis penjara. Saya pikir ini ada yang tidak beres dalam proses penyidikan! Yang lain sudah divonis bahkan sudah bebas dari tahanan, kenapa YM belum?” herannya.

Malah sebenarnya, menurut Dr. Martin, kondisi ini sangat merugikan tersangka itu sendiri secara hukum.

“Tetapi yang menjadi keprihatinan kita adalah ketidakseriusan dalam penegakan hukum atas suatu tindak pidana yang bernuansa korupsi atau suatu tindak pidana korupsi. Itu harus dengan tegas dilakukan penegakan hukum karena itu kejahatan yang memang harus mendapat perhatian,” tegasnya.

“Kalau kita melakukan penegakan hukum terhadap korupsi model seperti ini nanti ada pandangan masyarakat bahwa hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah. Itu bisa terjadi ditatanan masyarakat seperti saat ini. Pandangan masyarakat terhadap hukum dan itu akan menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri,” cetusnya.

Doktor Ahli Hukum Lulusan Universitas Hasanudin Makassar ini juga tak menampik jika contoh-contoh seperti ini yang memang sedang dipertontonkan para penegak hukum dan membuat masyarakat tidak percaya dengan hukum itu sendiri.

“Jadi memang harus ada keberanian para penegak hukum untuk mengambil langkah-langkah karena tidak ada seorang pun yang punya hak istimewa. Semua orang sama dimata hukum. Asas equality before the law itu harus dilakukan,” tandasnya.

Soal rumor SP3, Dr. Martinus turut memberikan pandangannya.
“Jika telah ditemukan adanya peranan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan telah terpenuhi dua alat bukti yang sah, maka SP3 yang diterbitkan penegak hukum itu patut dipertanyakan, kenapa bisa diterbitkan,” paparnya.

Namun jika memang SP3 benar diterbitkan, maka masyarakat bisa melakukan perlawanan dengan mengajukan upaya praperadilan terhadap SP3 tersebut dengan menyertakan bukti-bukti yang kuat terkait peran yang bersangkutan dalam proyek pembangunan dimaksud.

“Silahkan masyarakat ajukan praperadilan dengan menyertakan bukti-bukti yang kuat, maka SP3 itu bisa dibatalkan,” dorongnya.Upaya lainnya bila masyarakat tak puas, bisa dengan mengadukan hal itu ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar dilakukan kajian terkait proses hukum kasus ini.

“Juga bisa menyurati Mabes Polri dan meminta agar kasus ini dilakukan gelar perkara ulang,” pungkasnya.

Example 300250
Example 120x600