TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Perkara korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan merugikan negara sebesar Rp300 triliun, ternyata hingga saat ini masih menyisakan persoalan mengenai sikap penyidik pidana khusus pada Kejaksaan Agung (Kejagung). Diduga, penyidik melakukan diskriminasi terhadap penahanan tersangka korupsi tersebut.
Kendati pada Rabu 14 Agustus 2024 pekan depan, perkara korupsi PT Timah Tbk atas nama tersangka Harvey Moeis dan komplotannya akan menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Namun, persoalan diskriminasi penahanan tersangka kasus korupsi PT Timah Tbk menjadi cibiran masyarakat dan kalangan praktisi hukum.
Lihat saja sampai saat ini Hendry Lie pendiri maskapai Sriwijaya Air, tidak dilakukan penahanan meski status hukumnya menjadi tersangka korupsi PT Timah Tbk. Status tersangka Hendry Lie telah ditetapkan oleh penyidik pidana khusus Kejagung pada 27 April 2024.
Tak hanya Hendry Lie yang diperlakukan “agak laen” penyidik pidsus Kejagung. Ada juga nama eks Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Rusbani.
Dalam perkara ini, peran Hendry Lie diduga menikmati uang haram sebesar Rp1 triliun. Duit itu didapatkannya selaku Beneficial Ownership, atau pemilik manfaat dari PT Stanindo Inti Perkasa. Di mana, PT Stanindo Inti Perkasa mengajukan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019.
Dalam RKAB itu, Stanindo seharusnya melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya.
Ternyata, RKAB itu malah digunakan untuk melegalkan pengambilan bijih timah dari kegiatan tambang ilegal di IUP PT Timah Tbk. Praktik ini, jelas-jelas merusak lingkungan dan merampok duit negara. ***