TEROPONGNEWS.COM, ASMAT – Sebuah maha karya yang dibuat anak manusia untuk menjadi manfaat bagi manusia lain tidak lahir begitu saja.
Dibutuhkan niat dan doa yang kuat, kemampuan memanajemen kepemimpinan, dan fokus pada apa yang ingin dilakukan.
Itulah yang membuat Elisa Kambu selama 9 tahun kepemimpinan di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, mampu mengubah wajah Kabupaten Asmat yang sebagian besar wilayah geografis tanah rawa dan berlumpur.
Kota yang dulu dikenal dengan nama kota seribu papan kini telah berganti menjadi kota berjuta-juta beton berbentuk jembatan yang memanjang hingga mencapai puluhan kilometer.
Hal ini mungkin dianggap sepele dengan kata-kata, “Saya juga bisa”. Ingatlah satu hal, tentang nama-nama Thomas Alfa Edison, dan Newton dan beberapa ilmuan serta peletak dasar pembangunan, mereka mampu membuat maha karya yang berguna, karena ada niat dan kemauan serta kerja keras.
Maha karya Thomas Alfa Edison, dan Newton serta para tokoh bangsa setelah jadi, barulah muncul anggapan, ” Saya juga bisa”.
Elisa Kambu ketika dipercaya oleh rakyat Asmat untuk menjadi bupati, dia langsung menanamkan niat dan doa dalam diri, “Saya ingin menjadi berkat bagi saudara – saudara saya di Asmat, mengangkat mereka dari keterisolasian.”
“Saya melihat, bahwa kabupaten Asmat yang sebagian besar wilayah berlumpur dan rawa selama ini mengunakan papan. Memang kebutuhan kayu di kabupaten Asmat sangat melimpah, sehingga sangat mudah di dapatkan,” kata Elisa Kambu berbincang dengan awak media di Kantor Bupati Kabupaten Asmat yang akan diresmikan pengunaannya pada 27 atau 28 Agustus mendatang.
Papan-papan dan kayu yang dibuat sebagai pondasi bangunan perkantoran, rumah rakyat dan akses jalan ini memiliki masa waktu. Paling banter 5 atau 10 tahun sudah termakan usia dan rapuh.
Dari situ kita mencoba awalnya melapisi badan jalan yang dengan dasar kayu menjadi beton lalu diaspal.
“Itu bisa di lihat, ada ruas jalan yang telah dilapisi aspal, tapi landasannya masih berupa papan,” ucap Elisa Kambu.
Setelah itu langkah berikutnya Elisa Kambu sampaikan, “Kita beranikan diri mendatangkan material pasir dari Palu di Sulawesi Tengah. Karena mencari pasir dan kerikil di Asmat sama dengan mencari jarum yang jatuh di dalam tumpukan jerami.”
Elisa Kambu katakan, semua proses itu dilakukan tentu menghadapi kalimat pesimis dan setengah hati, ada yang bilang tidak mungkin, dan ada yang bilang bisa saja.
“Kita ingin maju, maka kita harus mencoba. Buktinya sudah ada. Jadi untuk bisa menyakinkan masyarakat dan wakil rakyat, serta jajaran birokrasi harus ada bukti nyata yang mereka sudah lihat, barulah mereka bisa memberi kesempatan untuk mencoba,” tutur Elisa Kambu.
Tiang pancang yang terbuat dari kayu, kita ganti dengan konstruksi beton. Lalu diatas kaki – kaki jembatan disusunlah beton – beton.
“Puji Tuhan, semua niat dan kerja keras semua elemen masyarakat mulai tampak. Akses jalan berupa papan berubah menjadi beton – beton, ” ucap Elisa Kambu.
Dengan penuh senyum, Elisa Kambu akui bahwa bila mengandalkan APBD Kabupaten Asmat saja tentu tidak mungkin jutaan papan bisa berganti menjadi jutaan beton.
Disini selaku kepala daerah, Elisa Kambu gencar berkomunikasi dengan Gubernur Papua, Almarhum Lukas Enembe.
“Waktu itu, kabupaten Asmat masih belum ada pemekaran provinsi, sehingga Kabupaten Asmat masih di bawah Pemerintah Provinsi Papua, ” kata Elisa Kambu menerangkan.
Lewat komunikasi yang baik dengan Gubernur Papua dan Pemerintah Pusat, setiap tahun Kabupaten Asmat selalu mendapat suntikan dana dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Kepercayaan yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Asmat berkat keberhasilan pula melakukan manajemen keuangan dengan transparan dan akuntabilitas. Namun kalau tujuan cuma cari untung sendiri dan memperkaya diri, maka tentu tidak akan menjadi berkat bagi banyak orang.
“Kita dalam pengelolaan keuangan di Kabupaten Asmat, selama saya dan pak Thomas Safanpo memimpin hampir 10 tahun selalu mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” kata Elisa Kambu menerangkan.
Bahkan manajemen pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Asmat yang begitu transparan dan akuntabilitas menjadi percontohan bagi kabupaten lain di Tanah Papua.
“Jadi semua pembangunan yang ada terjadi di Kabupaten Asmat adalah hasil kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, ” ujar Elisa Kambu.
Saat ini, Elisa Kambu katakan bukan hanya wajah ibu kota Kabupaten Asmat yang ada berubah dari papan menjadi beton. Kondisi yang sama telah pula di lakukan di beberapa distrik yang ada di Kabupaten Asmat.
Sebagai gambaran bahwa untuk akses antara tiap distrik dan Pusat pemerintahan, atau antara distrik satu dengan distrik lainnya sebagian besar dilakukan dengan mengunakan speedboat, sebab dipisahkan oleh sungai – sungai yang luas.
“Jadi sekarang julukan Asmat, kabupaten 1000 papan telah berganti menjadi kabupaten puluhan juta beton atau kabupaten diatas jembatan beton terpanjang di Indonesia bahkan dunia, sebab jalan beton yang sudah selesai dibangun telah mencapai sekitar puluhan kilometer, ini juga kan kategori jembatan pula,” ujar Bupati Asmat.
Kantor – kantor pemerintahan pun dalam pantauan Redaksi Teropong News sudah mulai beralih, tidak lagi berdiri diatas pondasi papan kayu namun, berdiri diatas pondasi beton.
Kemudian berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sejak tahun 2019 hingga tahun 2020, Kementerian PUPR telah membangun jalan beton sepanjang 16 km, serta pembangunan 4 buah jembatan gantung dengan panjang total 330 meter di beberapa distrik di Kabupaten Asmat.
Pemerintah Kabupaten Asmat sendiri saat ini sedang mengupayakan pembanguan jembatan penghubung Ewer – Agats di kali Pek dengan panjang infrastruktur penghubungnya diperkirakan lebih dari 200 meter, sehingga membutuhkan biaya yang tak sedikit.