TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Indikasi dugaan “pembenaman” perkara pemalsuan dokumen atas nama tersangka Henry Surya sekaligus pemilik Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, perlahan kian terungkap.
Pasalnya, pelaksana tugas (Plt) Kejati DKI Rudi Margono enggan menanggapi tidak dilimpahkannya perkara pemalsuan surat tersangka Henry Surya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Silakan tanya ke Kejari Jakpus,” ucap Rudi Margono saat ditemui gedung Kejati DKI, Jumat (23/8/2024).
Sebelumnya, aksi tutup mulut juga diperlihatkan Kasie Pidum Kejari Jakpus Fattah Chotib Udin, Senin (22/7/2024), maupun kuasa hukum Henry Surya, Soesilo Aribowo pada Minggu (21/7/2024). Keduanya masih ogah berkomentar perihal perkara dimaksud.
Padahal sudah satu tahun sejak penyidik Bareskrim Polri menyerahkan berkas perkara, barang bukti dan tersangka bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya kepada Kejaksaan Agung dan Kejari Jakpus pada medio 12 Mei 2023.
Namun, hingga tahun 2024 ini, tidak ada kepastian hukum dari Kejati Jakarta terhadap Henry Surya. Dan label status tersangka pemalsuan dokumen, sepertinya tidak akan tetap berubah seumur hidupnya.
Meskipun demikian belum ada penjelasan secara detail dari pihak penuntut umum Kejari Jakpus ihwal “mandeknya” perkara tersebut kendati telah mengakibatkan ratusan korban mengalami kerugian finansial mencapai Rp106 triliun.
Padahal kala itu kepada media Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting menyatakan telah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada pengadilan.
“Tersangka Henry Surya disangka telah melanggar Primair Pasal 263 ayat (1) KUHP Subsidair Pasal 263 ayat (2) atau Primair Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ucap Bani, Jumat (12/5/2023) dalam keterangan persnya.
Duduk Perkara
Kasus ini bermula pada sekitar Juli 2012 hingga September 2012, ketika Henry Surya bersama-sama dengan saksi Agata Gusti Anggoro Kasih, saksi Titiek Irawati Sugioanto, saksi Wachyu Susilohadi, saksi Margaretha, saksi David di Kantor Indosurya Center.
Sebelumnya pada awal 2012 pemerintah berencana melakukan kebijakan mengenai Surat Utang Jangka Menengah tidak lagi dibenarkan dijual secara retail dan hanya diijinkan yang nilai nominalnya atau nilai limitnya sebesar Rp 25.000.000.000 baru dapat diperjualbelikan secara bebas di kalangan masyarakat.
Keadaan tersebut membuat terdakwa mengkhawatirkan para nasabah PT Indosurya Inti Finance keluar dan menarik dana secara bersamaan. Jadi terdakwa selaku Direktur Utama PT. Indosurya Inti Finance menyuruh saksi Margaretha sebagai Staf Legal pada PT Indosurya Inti Finance, saksi David, dan saksi Agata menyampaikan agar para nasabah Medium Term Note (MTN) yang selama ini telah menjadi anggota di PT Indosurya Inti Finance, tidak menarik diri sebagai nasabah dari PT Indosurya Inti Finance.
Kemudian terdakwa mendirikan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti dengan tujuan menghimpun dana dalam bentuk kegiatan perbankan secara gelap, lalu terdakwa Henry Surya menyuruh saksi Margaretha, saksi David, dan saksi Agata Gusti Anggoro Kasih untuk merekayasa, memanipulasi dokumen pendirian koperasi tersebut agar tujuannya tercapai, yaitu terbentuknya Koperasi tersebut.
Dokumen yang direkayasa dan dimanipulasi adalah berita acara rapat pendirian, Daftar Hadir Rapat, KTP karyawan terdakwa, Surat Penyataan Pendirian Anggaran Dasar Koperasi, surat pernyataan dari pengurus koperasi tidak memiliki hubungan saudara, surat kuasa dari pengurus koperasi kepada notaris. ***