TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Asisten pidana khusus (Aspidsus) Syarief Sulaeman Nahdi mengaku tidak mengetahui perkara dugaan gratifikasi dan perbuatan pemerasan kepada pegawai Ditjen Pemasyarakatan oleh Pejabat pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020-2021.
“Yang mana itu (perkara),” ujar Aspidsus saat ditemui usai pelaksanaan upacara Hari Bhakti Adhyaksa di Lapangan Badiklat Kejaksaan RI Jakarta, Senin (22/7/2024).
Mantan Kajari Jaksel itu menjelaskan pihaknya hanya akan berfokus pada perkara pidana khusus yang baru ditanganinya.
Artinya perkara perkara dugaan gratifikasi dan perbuatan pemerasan kepada pegawai Ditjen Pemasyarakatan oleh Pejabat pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020-2021 diduga bakal mandek alias mangkrak penuntasan perkaranya.
“Kami akan menangani perkara yang baru saja,” tandas dia.
Perlu diketahui, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKI Jakarta) menaikkan status kasus pemerasan jabatan di lingkungan rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (lapas) menjadi penyidikan. Kejati DKI meyakini terdapat bukti permulaan cukup untuk meningkatkan status perkara menjadi penyidikan.
“Berdasarkan hasil gelar perkara yang dituangkan dalam berita acara hasil ekspose, diambil kesimpulan bahwa dalam proses penyelidikan terdapat bukti permulaan yang cukup sehingga memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, yaitu bahwa telah ditemukan peristiwa pidana yang diduga tindak pidana korupsi,” kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangannya, Jumat (17/6/2022).
Kasus tersebut ditingkatkan ke penyidikan berdasarkan gelar perkara yang dilakukan tim penyelidik pada asisten bidang tindak pidana khusus Kejati DKI Jakarta. Hasilnya, diduga terjadi tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan perbuatan pemerasan kepada pegawai pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2020-2021.
“Adanya gratifikasi dan pemerasan yang dilakukan oleh pejabat Kepala Bagian Mutasi Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI pada tahun 2020-2021 dengan cara menyalahgunakan kewenangan,” kata Ashari.
Adapun modus yang dilakukan mantan Kepala bagian Mutasi biro Kepegawaian Setjen Kemenkumham itu berupa pemerasan terhadap sejumlah kepala rutan atau kepala lapas. Kepala rutan maupun kepala lapas diminta menyerahkan sejumlah uang dengan janji mendapatkan promosi jabatan.
“Yaitu memaksa beberapa orang kepala rutan dan/atau kepala lembaga pemasyarakatan untuk menyerahkan sejumlah uang dengan janji mendapatkan promosi jabatan dan, jika tidak menyerahkan sejumlah uang, mereka diancam akan dimutasi jabatan,” kata Ashari.
Selanjutnya tim penyidik Kejati DKI akan melakukan proses penyidikan dengan memanggil saksi-saksi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI dan pihak terkait lainnya.
Sebelumnya Kejati DKI Jakarta mendapatkan laporan masyarakat terkait kasus tersebut. Salah satunya laporan masyarakat datang dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan rutan/lembaga pemasyarakatan (lapas) ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Atas hal itu, Ditjen Pemasyarakatan menghormati aduan itu.
“MAKI telah menyampaikan pengaduan masyarakat kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas dugaan pemerasan dan atau pungutan liar yang diduga dilakukan oleh GD, mantan eselon III pada Kepegawaian Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ketua MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Rabu (15/6/2022)
MAKI melaporkan terduga oknum yang diduga melakukan pungutan liar dengan modus meminta uang setoran dari pejabat rutan atau lapas di Indonesia. Kemudian terduga GD menawarkan jabatan atau membantu tetap menjabat di tempat semula dengan meminta imbalan sejumlah uang di kalangan pejabat eselon IV lingkungan Kemenkumham.
Atas aduan itu, Ditjen Pemasyarakatan buka suara. Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti mengaku Ditjen Pemasyarakatan menghormati laporan tersebut dan akan menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami menghormati proses yang sedang dilakukan dan kami tentunya terbuka dengan informasi apa pun dari masyarakat dan kami akan menindaklanjuti dengan ketentuan dan peraturan yang ada,” ucap Rika saat dimintai konfirmasi atas laporan itu. ***