Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
Teknologi

Pembentukan Dewan Media Sosial Berpotensi Hambat Kebebasan Berinternet

×

Pembentukan Dewan Media Sosial Berpotensi Hambat Kebebasan Berinternet

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi penggunaan internet jaringan pita lebar tetap atau fixed broadband.
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Pembentukan Dewan Media Sosial (DMS) membutuhkan sejumlah kejelasan dalam proses kerjanya, seperti pengawasan, tanggung jawab dan sejauh mana efektivitas yang akan dicapai. Jika sejumlah kejelasan tersebut tidak terjawab, kehadiran DMS berpotensi membatasi kebebasan berinternet.

“Salah satu tantangan yang ada dalam memastikan kebebasan berinternet adalah bagaimana menjalankan praktik moderasi konten yang efektif dan transparan serta mengusung semangat inklusivitas untuk semua pengguna media sosial,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Muhammad Nidhal di Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Example 300x600

Nidhal menjelaskan, moderasi konten sendiri sederhananya dapat diartikan sebagai proses penyaringan dan pengendalian konten daring. Tata kelola moderasi konten pada dasarnya melibatkan kombinasi dari pengaturan aktor negara dan platform media sosial.

Saat ini, kebijakan moderasi konten di Tanah Air diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020.

Namun kebijakan ini dianggap belum efektif karena tidak membahas mengenai akuntabilitas. Absennya pembahasan mengenai akuntabilitas berpotensi pada munculnya proses moderasi yang berlebihan, seperti tindakan penghapusan konten.

Selain belum membahas akuntabilitas, regulasi ini juga mempersempit interpretasi moderasi konten sebagai penghapusan konten saja. Pembatasan konsepsi moderasi konten seperti ini dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Selain itu, juga terdapat potensi pemusatan kewenangan pada pemerintah dengan adanya ketentuan mengenai wewenang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam hal pemutusan akses terhadap konten-konten daring. 

Permohonan pemutusan akses sebagaimana yang tertuang dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 hanya meninggalkan dua pilihan bagi platform digital, yaitu menghapus atau membiarkan konten yang dilaporkan.

Terpusatnya kebijakan moderasi konten pada pemerintah juga menciptakan kekhawatiran akan wacana pembentukan DMS yang dilontarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie pada Mei lalu. Terlebih, independensi dewan ini juga dipertanyakan jika nantinya ia berada di bawah pemerintah.

Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum mengatakan, wacana pembentukan DMS berpotensi memunculkan anggapan akan adanya alat baru untuk menekan kebebasan berinternet. Namun di saat bersamaan, kehadirannya bisa menjadi penyeimbang dari kewenangan besar yang dimiliki Kemenkominfo.

“Untuk mengimbangi kekuatan itu, Dewan Media Sosial menjadi alternatif karena pendekatan multistakeholderism memunculkan banyak perspektif,” ujarnya dalam diskusi CIPS Digiweek 2024: Kebebasan Internet dan  Hak  Imperatif Digital di Indonesia: Status Quo dan Tantangan, pekan lalu di Jakarta.

Ia pun menambahkan, saat ini semua kewenangan atas konten digital ada di tangan pemerintah. Dengan berbagai macam regulasi yang ada, ruang siber semakin lama akan semakin sempit dan kedepannya hal ini  dapat menghambat kebebasan berinternet.

Dibutuhkan keterbukaan dalam memastikan pemenuhan hak-hak digital masyarakat, salah satunya dengan melibatkan masyarakat sipil. Keterlibatan masyarakat sipil sangat dibutuhkan karena umumnya mereka mengalami secara langsung dampak dari terkekangnya kebebasan berinternet.

Sementara itu, Senior Editor The Jakarta Post sekaligus Dewan Pengawas Independen Meta Endi Bayuni menyebut, kebebasan berinternet dapat dicapai jika diikuti adanya pengawasan, aturan jelas serta pembagian tanggung jawab yang jelas antara regulator dengan platform.

Platform harus memiliki tanggung jawabnya sendiri. Platform umumnya memiliki community guidelines atau panduan komunitas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh penggunanya. Sayangnya belum semua pengguna mengetahui dan menjadikannya acuan dalam bermedia sosial. ***

Example 300250
Example 120x600