TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Suka ataupun tidak suka, pemberlakuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2021 junto UURI No. 21 Tahun 2001 adalah sebuah hasil kompromi politik antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan sejak tahun 1962 .
Dimana Pemerintah pusat bersedia melakukan koreksi untuk tidak mengulangi lagi berbagai kebijakan dan bentuk pendekatan pembangunan di masa lalu yang umumnya tidak berpihak kepada orang Papua, dan berimplikasi pada terpinggirkan dan ketertinggalan orang Papua di segala bidang pembangunan, sehingga berakumulasi pada menguatnya keinginan atau aspirasi untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang – Undang RI memiliki salah satu sifat yakni memaksa semua orang tanpa terkecuali untuk patuh. Maka melawan UU berarti melawan hukum.
Dimana dalam penjelasan Umum UU Otsus Papua dinyatakan Otonomi khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pendelegasian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketua Umum Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (FOPERA) Papua Barat Daya, Amos Yanto Ijie katakan Pemilukada khusus untuk pemilihan calon gubernur dan calon wakil gubernur di Tanah Papua berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
Sebab suka atau pun tidak suka, kata Yanto Ijie, pelaksanaan Pilkada khusus pemilihan gubernur dan wakil gubernur diatur mekanismenya dalam UU nomor 2 tahun 2021 junto UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua.
“Pada pasal 12 itu menyebutkan bahwa yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia dengan syarat Orang Asli Papua, ” ujar Yanto Ijie di Sekretariat FOPERA PBD, Senin (29/7/2024).
Disadari oleh FOPERA PBD, kata Yanto Ijie, memdekati momen Pemilukada di Provinsi Papua Barat Daya tensi politik terus menanjak naik. Apalagi menjelang akhir bulan Juli dan memasuki bulan Agustus ini.
Tensi politik semakin tinggi didorong oleh beberapa Partai politik di Pusat yang sudah mengeluarkan rekomendasi dalam bentuk Form B1.KWK kepada bakal calon gunernur dan wakil gubernur.
“Kami memberikan apresiasi kepada partai politik yang sudah memberikan rekomendasi kepada beberapa nama bakal calon gubernur dan wakil gubernur untuk nanti mendaftar ke KPU Provinsi Papua Barat Daya. Dan kami berharap semakin banyak calon menunjukkan bahwa di Provinsi Papua Barat Daya memiliki sumber daya manusia dan figur – figur orang asli Papua yang melimpah untuk memimpin daerah ini, ” ujar Yanto Ijie.
Pemberian rekomendasi dari partai politik kepada bakal calon gubernur dan wakil gubernur bukan berarti figur tersebut bisa langsung melenggang sebagai Calon gubernur dan wakil gubernur.
“Secara umum di Tanah Papua termasuk di Papua Barat Daya, proses pelaksanaan seleksi calon gubernur ada mekanisme. Bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang menerima rekomendasi dari Partai Politik akan daftar ke KPU pada tanggal 27 sampai dengan tanggal 29 Agustus 2024 dan selanjutnya KPU akan mengirimkan berkas calon administrasi surat dukungan partai itu selanjutnya akan disampaikan kepada Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya, ” kata Yanto Ijie.
MRP Papua Barat Daya, sambung dia, sesuai kewenangan berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 2021 khususnya pasal 20 ayat 1 menyebutkan kewenangan Majelis Rakyat Papua adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon gubernur dan calon wakil gubernur.
“Rekomendasi partai politik bukan menjadi ketentuan final untuk disetujui menjadi Calon gubernur dan wakil gubernur, sebab belajar dari banyak pengalaman yang telah terjadi selama ini, ada bacalon gubernur dan wakil gubernur yang telah mendapat rekomendasi dari partai politik namun tidak mendapat persetujuan dari MRP, ” kata Yanto Ijie.
FOPERA Papua Barat Daya menghimbau kepada seluruh masyarakat di Provinsi Papua Barat Daya untuk tetap menghargai proses tahapan menuju Pemilukada di Provinsi Papua Barat Daya yang sedang berjalan.
“Mari kita menghormati dan menghargai proses yang sedang berjalan. Kami mengharapkan supaya masyarakat di bawah ini semua menahan diri jangan terlalu euforia berlebihan, sebab semuanya akan diverifikasi faktual oleh MRP, ” kata Yanto Ijie menyerukan.
Pada kesempatan ini, FOPERA PBD mendesak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Gubernur Provinsi Papua Barat Daya tentang tata cara pemberian pertimbangan dan persetujuan MRP terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur.
“Rancangan Peraturan Gubernur Papua Barat Daya itu disusun oleh pemerintah dan juga sudah dikonsultasikan dengan MRP terkait dan telah dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Maka inilah yang kami minta segera harus disahkan supaya Pergub ini bisa disosialisasikan kepada masyarakat, terlebih khusus juga kepada MRP dan juga kepada KPU dan Bawaslu Provinsi sebagai sebagai penyelenggara pemilu,” pinta Yanto Ijie.
Ditambahkan Yanto Ijie, soal keaslian orang asli Papua diatur dalam undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang definisi orang asli Papua pasal 1 ayat 22.
“Disitu kan jelas ya, kemudian juga ada pasal 12 tentang calon gubernur dan wakil gubernur adalah orang asli Papua kemudian nanti ada turunannya. Disitu ada kesepakatan bersama antara pemerintah dan MRP.
“Jadi kami melihat bahwa rekomendasi partai politik yang diberikan kepada calon gubernur belum final. Kemudian semua pihak harus bisa menahan diri karena mekanisme terakhir itu ada di MRP, ” ucap Yanto Ijie.
FOPERA sampai saat ini kami masih sangat percaya kepada MRP Provinsi Papua Barat Daya masih tetap konsisten melaksanakan aturan-aturan yang berkaitan dengan kewenangan guna melakukan verifikasi faktual persetujuan tentang calon gubernur dan wakil gubernur.