TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Iwan Syahril, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat pada Selasa, (25/6). Dalam kunjungan tersebut, ia bertemu dengan para Guru Penggerak yang telah menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah serta menyelesaikan program pendidikan Guru Penggerak yang diinisasi oleh Kemendikbudristek.
Pada kesempatan tersebut, Iwan mendengar langsung cerita perubahan dan pengalaman dari para Guru Penggerak yang telah menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah mengenai pengalaman yang dirasakan selama mengikuti program tersebut. Adapun salah satu topik utama yang dibahas adalah penerapan materi Asset-Based Thinking dan budaya disiplin positif yang menjadi bagian integral dari Pendidikan Guru Penggerak.
“Pendidikan berbasis aset menekankan kita untuk tetap maju dalam kondisi apapun, bahkan jika situasinya jauh dari sempurna. Ini merupakan salah satu modal utama yang harus dipunya sebagai pemimpin,” ujar Dirjen Iwan.
Jika melihat sejarah berdirinya Republik Indonesia, lanjut Iwan, terlihat bawah konsep Asset-Based Thinking sudah diterapkan oleh para pejuang kita terdahulu. Dalam perjuangannya dalam melawan para penjajah, rakyat Indonesia menggunakan bambu runcing sebagai senjata utama.
“Para pejuang tidak hilang akal meskipun dalam keterbatasan. Mereka menggunakan aset yang tersedia untuk melawan penjajah dan akhirnya berhasil mencapai kemerdekaan. Ini menunjukkan bahwa dengan cara berpikir yang berfokus pada potensi dan kekuatan, kita bisa mencapai hal-hal luar biasa,” jelasnya.
Tidak hanya itu, budaya positif sekolah juga diperlukan seorang kepala sekolah atau guru yang mampu mengimplementasikan nilai dan peran guru penggerak sehingga dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Cerita Inspiratif Guru Penggerak
Salah satu Guru Penggerak Angkatan I sekaligus Kepala SDN 023 Kunyi, Munawir, membagikan pengalamannya tentang bagaimana materi budaya positif mengubah cara pandangnya untuk mengatasi tantangan dalam pendidikan.
“Dengan implementasikan budaya disiplin positif saya merangkul guru dengan memberi contoh kepada mereka untuk mencintai tugasnya sebagai pendidik. Dimulai dari hal sederhana, kita berikan contoh misalnya hadir di sekolah jam 7 pagi, lama kelamaan guru-guru saya jadi ikut tertib. Begitu juga dengan anak-anak di sekolah,” kata Munawir.
Sementar itu, Kepala SDN 044 Buttulamba, Mardia, juga menceritakan tentang bagaimana budaya disiplin positif yang berkembang di sekolahnya dengan menciptakan kesepakatan kelas.
“Sekolah kami itu tidak ada pagar, jadi jika terjadi masalah antar murid, orang tua bisa langsung masuk ke kelas. Akhirnya melalui kesepakatan kelas, saya sosialisasikan jika ada masalah di sekolah, biarkan kami sebagai orang tua yang di sekolah yang menyelesaikan terlebih dahulu. Orang tua boleh memberikan solusi, tapi tidak dengan cara langsung masuk ke kelas,” ujar Mardia.
Mardia juga bercerita tentang bagaimana ia mengimplementasikan materi Asset-Based Thinking di sekolahnya. Dengan memahami konteks keterbatasan pendanaan sekolah, Mardia memberdayakan aset yang ia miliki di sekolah, untuk berpartisipasi menyukseskan acara di sekolahnya. Pendekatan ini tidak hanya berhasil mengatasi masalah finansial, tetapi juga mempererat hubungan antara sekolah dan orang tua murid.
“Pada waktu itu, kami akan mengadakan acara perpisahan di sekolah. Di sekolah kami, orang tua lebih sulit mengeluarkan uang 5 ribu dibandingkan 1 kg beras. Jadi kami mengajak orang tua murid untuk berkolaborasi,” katanya.
Sedangkan, Kepala SD Negeri 062 Pelitakan, Rudiyanto, menambahkan bagaimana implementasi pemberdayaan aset di sekolahnya sederhana membuat ia mampu menemukan talenta baru murid di sekolahnya.
“Pada saat itu kami akan melakukan kegiatan perpisahan di sekolah. Awalnya kami pesimis, bagaimana dengan keterbatasan anggaran kami tetap bisa melaksanakan kegiatan untuk anak-anak di sekolah. Kami membuat panggung dengan memanfaatkan meja yang ada, untuk konsumsi kami berkolaborasi dengan orang tua. Dan yang tidak disangka-sangka, melalui kegiatan tersebut kami ternyata menemukan murid yang bertalenta menyanyi. Beberapa bulan kemudian, kami ikutkan murid tersebut lomba hingga bisa menjadi perwakilan di kabupaten Polewali Mandar,” ujarnya.
Di akhir sesi berbagi, para Guru Penggerak berharap kedepannya materi tentang budaya positif ini semakin dikuatkan. Sehingga warga sekolah dapat bekerja sama lebih baik, mengenali satu sama lain dengan lebih akrab, dan lebih mudah mencari solusi ketika menghadapi kendala. Hal ini akan membawa dampak positif tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi keseluruhan komunitas sekolah.