TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tegas menolak Badan Pengelolaan Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), terlebih sampai ‘memaksa’ pekerja swasta menjadi peserta yang dipungut potongan gaji 3% tiap bulan.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menegaskan bahkan sejak awal munculnya UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan bila diberlakukannya aturan tersebut arena menjadi beban baru bagi pengusaha dan pekerja.
“Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya UU tersebut,” bunyi pernyataan resmi yang dikeluarkan Shinta, dikutip Rabu (29/5/2024).
Maka itu, ia meminta pemerintah kembali mempertimbangkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada 20 Mei 2024.
Desakan itu ia suarakan karena Tapera tidak diperlukan. Menurutnya, untuk membantu pembiayaan perumahan bagi rakyat, pemerintah sebenarnya bisa memanfaatkan dana potongan BPJS Ketenagakerjaan yang selama ini sudah dipotong dari gaji pekerja.
“Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Shinta.
Shinta mengatakan ada total aset JHT sebesar Rp460 triliun. Sejalan dengan PP Nomor 55 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, aset Jaminan Hari Tua (JHT) 30 persen dana itu bisa dimanfaatkan untuk program MLT (Manfaat Layanan Tambahan) perumahan pekerja.
Artinya, 30 persen itu mencapai Rp138 triliun.
“Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” ungkap Shinta.
Ia merinci, ada empat manfaat JHT untuk perumahan:
- Pinjaman KPR sampai maksimal Rp500 juta
- Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp150 juta
- Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp200 juta
- Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK).
Shinta menambahkan, pemberlakuan Program Tapera justru memberikan beban baru tak hanya bagi pekerja tapi juga pengusaha.
Shinta mengatakan saat ini beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen- 19,74 persen dari penghasilan pekerja. Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Beban itu, katanya, akan meningkat kalau Tapera diberlakukan. Pasalnya, selain Tapera, pengusaha juga wajib membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan karyawan.
Beban iuran tersebut dengan rincian berikut:
- Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang terdiri dari Jaminan Hari Tua 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24 persen-1,74 persen dan Jaminan Pensiun 2 persen.
- Jaminan Sosial Kesehatan yakni Jaminan Kesehatan sebesar 4 persen.
- Cadangan Pesangon yang besarannya sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8 persen.
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Dalam Pasal 55 pp yang diteken pada 20 Mei 2024, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Kemudian pada Pasal 7, Jokowi merinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.