Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaPeristiwa

Jurnalis Papua Barat Daya Demo Tolak RUU Penyiaran, Ada Pasal Kontroversial

×

Jurnalis Papua Barat Daya Demo Tolak RUU Penyiaran, Ada Pasal Kontroversial

Sebarkan artikel ini
Massa aksi menaruh Id Card jurnalis diatas spanduk petisi penolakan terhadap RUU Penyiaran. (Foto:Mega/TNI).
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya menggelar demo depan kantor DPRD Kota Sorong, Rabu (22/5/2024).

Mereka menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dan menilai revisi RUU Penyiaran tersebut memuat sejumlah pasal yang bisa membungkam kemerdekaan Pers dan kebebasan berekspresi.

Example 300x600
Penandatanganan petisi penolakan terhadap RUU Penyiaran di depan kantor DPRD Kota Sorong. (Foto:Mega/TN).

Massa aksi dari berbagai organisasi pers seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), juga melakukan penandatanganan petisi penolakan terhadap RUU Penyiaran dan disaksikan langsung oleh Ketua DPRD Kota Sorong, Erwin Ayal.

Koordinator Lapangan, Safwan Ashari dalam orasinya mengatakan bahwa RUU Penyiaran yang ada saat ini berpotensi merugikan masyarakat luas termasuk jurnalis, sehingga harus ditolak pengesahannya.

Apalagi, kata Safwan, RUU yang dibahas dalam masa transisi pemerintahan, yakni kurang dari enam bulan di ujung masa anggota DPR RI periode 2019-2024 dan tidak melibatkan banyak pihak termasuk pilar keempat demokrasi di Indonesia.

“Terus terang kami tolak RUU Penyiaran sebab di dalamnya seperti pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kita harus tahu bahwa investigasi adalah liputan yang paling mahal dan dapat membantu penegak hukum,”ujar Safwan dalam orasinya.

Menurutnya, apabila DPR RI tetap memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU dan mengesahkan menjadi UU, hal itu jelas tidak sesuai dengan etika hukum sebab tidak melibatkan publik termasuk pers.

“Kalau memang DPR dan pemerintah tetap bersikeras mengesahkan RUU menjadi UU Penyiaran tanpa prosedur yang jelas maka sudah barang tentu keputusan itu tidak sah,” tegasnya.

Safwan menyebut, dalam naskah Badan Legislasi 27 Maret 2024 setidaknya ada 3
pasal krusial terkait dengan pers. Antara lain, pasal 8A poin Q terkait kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diberi kewenangan menyelesaikan sengketa jurnalistik penyiaran.

Hal yang sama juga ditegaskan di pasal 42 ayat 2; Penyelesaian sengketa terkait dengan
kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekilas, pasal ini akan disharmoni dengan UU Pers No 40 tahun 1999.

Pasal 15 UU Pers memandatkan, fungsi Dewan Pers salah satunya menyelesaikan sengketa pers. Undang-undang pers juga memberikan mandat swaregulasi untuk pers dan diserahkan pengaturannya ke Dewan Pers.

Pasal lain yang berbahaya bagi kemerdekaan pers adalah pasal 50 B poin 2c berupa larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi”. Di mana, Pasal ini jelas bertentangan dengan UU Pers pasal 4 yang berbunyi terhadap pers tidak dilakukan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal menerima aspirasi jurnalis terkait penolakan RUU Penyiaran.

Menanggapi massa aksi, Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal menerima aspirasi atau poin tuntutan jurnalis untuk ditindaklanjuti secara berjenjang hingga ke DPR RI.

“Aspirasi saya sudah diterima, jelas kami sebagai perwakilan rakyat akan tindaklanjuti ke Jakarta. Teman-teman tidak perlu khawatir, kita hadir untuk rakyat, pers bagian dari kita jadi ini tanggung jawab moril kita untuk menindaklanjuti itu,”pungkasnya.

Example 300250
Example 120x600