TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku hingga kini masih melakukan proses penyelidikan, terhadap kasus dugaan korupsi pengelolaan Pasar Mardika oleh PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) tahun 2022-2023.
Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Pol. Hujra Soumena menegaskan, dalam pemberantasan korupsi tidak pandang bulu. Siapa pun yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Proses penyelidikan masih berjalan. Jika pada akhirnya penyidik menemukan indikasi (tindak pidana korupsi dan kerugian negara), maka kasus akan naik ke tahap penyidikan,” ujar Hujra saat dihubungi dari Ambon, Senin (13/5/2024).
Dia mengatakan, penyidik akan bekerja profesional, dan tidak akan mempersangkakan seseorang, kecuali karena perbuatannya berdasarkan bukti permulaan, dan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
Hujra pun berharap, publik terus mendukung Ditreskrimsus Polda Maluku dalam mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi. “Kami masih bekerja, terima kasih dan mohon dukungannya,” katanya.
Sementara itu dari informasi yang diperoleh terungkap, jika perjanjian kerjasama pemanfaatan pengelolaan pasar Mardika Nomor 21 tanggal 12 Juli 2022, antara Kipe bertindak untuk dan atas nama PT. BPT dengan mantan Gubernur Maluku, Murad Ismail diduga dibuat dihadapan Notaris Ira Sudjono, dan tercatat pada Akta Nomor 2 tanggal 10 Mei 2022.
Atas dasar inilah kemudian pada 12 Juli 2022 dihadapan Notaris Roy Prabowo Lenggono, dibuat perjanjian kerjasama pemanfaatan antara Kipe dengan Murad dalam pengelolaan barang milik daerah berupa 140 unit ruko/SHGB di Pasar Mardika Ambon selama 15 tahun sejak 13 Juli 2022 sampai 13 Juli 2037.
Nilai kontribusi kerjasama pemanfaatan didasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 537 Tahun 2022, tanggal 27 Juni 2022. Kontribusi itu terdiri dari, pertama kontribusi tetap selama 15 tahun sebesar Rp 59 miliar.
Kedua, pembagian keuntungan sebesar 5 persen yang dihitung dari laba bersih hasil kerjasama.
Mengacu pada Perpres 38 tahun 2015, maka terjadi dugaan kerugian negara sebesar Rp 2.950.000.000 atau lima persen dari nilai perjanjian kerjasama Rp 59 miliar selama 15 tahun.
PT BPT wajib memasukan jaminan pelaksanaan sebesar lima persen dari nilai Investasi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Namun faktanya, PT BPT tidak memberikan jaminan pelaksanaan yang dijaminkan ke Pemprov Maluku, melalui Pokja pemilihan ketika proses tender.
PT. BPT telah menarik kontribusi tetap dari pengguna ruko dengan nilai bervariasi tanpa dasar hukum penarikan kontribusi atau perjanjian dengan pengguna ruko.
Dengan demikian dalam penarikan tarif sewa ruko, PT. BPT tidak memedomani Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, hal tersebut adalah perbuatan melawan hukum.
Jika PT BPT melakukan penarikan tarif sewa ruko setinggi-tingginya, namun tidak disetor selisih lebih tersebut ke kas daerah Pemprov Maluku, maka terjadi kerugian negara yang berdampak pada tindak pidana korupsi.