TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Bawaslu Kota Ambon masih melakukan proses kajian terhadap dugaan pelanggaran pemilu, yang dilakukan salah satu calon anggota legislatif (caleg) Kota Ambon dari Partai Perindo, Patrik Moenandar.
“Intinya, kami sudah menerima laporan ini, dan sementara melakukan kajian,” kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Ambon, S Setiati Sehwaky, saat dihubungi dari Ambon, Rabu (6/3/2024).
Menurutnya, jika dari hasil kajian yang dilakukan oleh pihaknya, ternyata laporan itu memenuhi unsur pelanggaran pemilu, maka akan ditindaklanjuti.
“Akan diproses sesuai mekanisme. Itu kajiannya 7 hari. Setelah itu selesai tingkat Bawaslu, jika terpenuhi unsur, maka akan dilimpahkan ke Sentra Gakumdu,” tandas Sehwaky.
Seperti diberitakan sebelumny, salah satu caleg dari Partai Perindo, Patrik Moenandar akhirnya dilaporkan ke Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kota Ambon.
Patrik Moenandar dilaporkan ke Bawaslu Kota Ambon, lantaran diduga telah melakukan pelanggaran pemilu DPRD Kota Ambon, yakni praktek politik uang.
Patrik Moenandar dilaporkan oleh Doni Novi Manusama lewat kuasa hukumnya, Henry Lusikooy dan Lukas Waileruny ke Bawaslu Kota Ambon, Senin (4/3/2024), dengan nomor pelaporan 011/LP/PL/Kota/31.01/II/2024. Laporan ini sendiri telah diterima oleh Jesse Akihary.
Barang bukti yang diserahkan ke Bawaslu masing-masing, uang sejumlah Rp 200.000 dalam pecahan Rp 50 ribu sebanyak 4 (empat) lembar, kartu nama Patrik Moenandar sebanyak satu lembar, foto uang dan kartu nama Patrik Moenandar sebanyak satu kembar, serta tangkapan layar hasil percakapan media sosial WhatsApp (WA) sebanyak satu lembar.
Untuk diketahui, larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.
UU 7/2017 menjelaskan, bahwa politik uang tersebut bertujuan agar peserta pemilu tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah.
Kemudian, politik uang tersebut bertujuan agar peserta kampanye memilih pasangan calon tertentu, memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu, dan/atau memilih calon anggota DPD tertentu.
Apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
Sementara, Pasal 286 ayat (1) menyebutkan, “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih”.
Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud berdasarkan rekomendasi Bawaslu, dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
Pelanggaran dimaksud terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut tidak menghilangkan sanksi pidana.