TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Meski sudah lebih dari sepekan dilaporkan, penanganan kasus penyebaran ujaran kebencian yang dilakukan akun Tiktok @patrickpapilayaii seperti berjalan di tempat.
Pasalnya, terlapor Patrick Papilaya yang diketahui merupakan orang dekat Gubernur Maluku Murad Ismail itu belum juga dipanggil polisi untuk dimintai klarifikasi.
Menyikapi hal tersebut, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. Muhamad Roem Ohoirat mengaku, pengaduan oleh Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur George Watubun masih ditelaah penyidik Ditreskrimum Polda Maluku.
“Yang dilaporkan Pak Benhur itu berupa laporan pengaduan ya, sudah diterima dan masih ditelaah,” kata Roem, saat dihubungi dari Ambon, Senin (18/12/2023).
Pengaduan tersebut akan diselidiki, setelah penyidik melakukan telaah dan menemukan adanya cukup bukti pelanggaran pidana dalam kasus itu. Kasus tersebut ditangani oleh Ditreskrimum Polda Maluku.
“Ya kalau kalau ini (ada bukti) baru dilakukan penyelidikan,” ujar mantan Kapolres Maluku Tenggara ini.
Apakah Patrick telah dimintai keterangan oleh penyidik, Roem belum mengetahuinya. “Saya belum tahu nanti tanya mereka (penyidik),” katanya.
Pasca dilaporkan Ketua DPRD Provinsi Maluku ke polisi, Patrick Papilaya tak hilang akal. Terancam pidana, mantan pegawai honorer Dinas Kominfo Provinsi Maluku itu memainkan peran playing victim atau berlagak seperti korban.
Muncul flayer gerakan solidaritas dukung Patrick yang diduga juga dibuat sendiri oleh Patrick dan rekan-rekannya, untuk lari dari tanggung jawab dan mendapat simpati masyarakat. Akibat ulahnya itu, Patrick yang juga dikenal sebagai orang dekat Widya Pratiwi, Istri Murad Ismail kembali dikecam.
“Dia terkesan mau playing victim. Untuk meraih simpati publik, dia seakan adalah aktivis yang menyuarakan kepentingan masyarakat, tapi menganggap dirinya dikriminalisasi,” tegas mantan Ketua Koordinator GMNI Maluku, Anthony Hendriks.
Padahal aksi Patrick itu untuk kepentingan pribadi, membela “junjungannya” yang jelas-jelas malas hadir dalam rapat paripurna DPRD Maluku. Murad juga malas masuk Kantor Gubernur Maluku.
Hendriks menegaskan, tindakan Patrick sudah berlebihan. Selain masuk ranah pelanggaran undang-undang ITE, juga bisa memanaskan stabilitas politik di daerah. Sebab apa yang dilakukan Patrick melalui sosial media telah menjurus pada fitnah, dan menjatuhkan harkat dan martabat orang lain.
“Indonesia negara demokrasi, dan demokrasi itu mengisyaratkan kebebasan individu, tapi dengan tidak melanggar kebebasan orang lain, apalagi hingga menyerang pribadi, menebar fitnah dan menjatuhkan harga diri seseorang di depan umum,” kecam Hendriks.
Sehingga adalah wajar, jika Benhur yang juga memiliki hak untuk dilindungi secara konstitusi, mempolisikan Patrick.
“Kita menunggu bagaimana pihak kepolisian bekerja profesional dan transparan, dalam menangani kasus yang sudah masuk ranah hukum itu,” katanya.
Langkah Benhur mengadukan Patrick ke Polda Maluku dalam pandangan Hendriks juga patut diapresiasi, lantaran berhasil meredam amarah warga pendukung Benhur dan simpatisan PDIP.
“Patrick selalu menunjukan kalau dia orangnya Pak Murad dan Ibu Widya, lalu dia serang Ketua DPRD dengan ujaran mengandung fitnah. Kalau ada yang tidak terima, dan bikin gerakan tambahan bisa terjadi konflik di masyarakat, terutama oleh kelompok yang saling dukung,” katanya.
Hendriks berharap, pihak kepolisian bekerja cepat dan serius menangani kasus ini. “Kita mendukung langkah polisi menyelidiki dan menyidik kasus ini. Kasus ini bisa jadi pelajaran kepada masyarakat untuk menggunakan media sosial dengan baik dan santun,” ujarnya.
Menurutnya siapa pun boleh saja membela pejabat, apalagi ada yang biasa melakukan itu untuk cari muka dan mendapat materi, tapi jangan keluar dari norma, apalagi fitnah.
“Kalau kasus ini tuntas ditangani polisi akan memberikan efek jera. Ini bukan kebebasan berpendapat, namun ini soal kesantunan dan meminimalisir potensi konflik, karena ada yang belum bijak dan pandai menggunakan media sosial,” tandas Hendriks.