Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
KriminalitasPemerintahan

Kontrol Tempat Ibadah Tak Tepat, Setara: Berpotensi Langgar Hak Konstitusional Warga

×

Kontrol Tempat Ibadah Tak Tepat, Setara: Berpotensi Langgar Hak Konstitusional Warga

Sebarkan artikel ini
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia ( BNPT RI ) Komjen Pol. Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel M.Si, di Wisma Kedutaan Besar Republik Indonesia di Rabat, Maroko, beberapa waktu lalu. (Foto BNPT)
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga kajian demokrasi dan perdamaian, Setara Institute menyatakan kontrol atas seluruh tempat ibadah beserta orang-orang yang menyampaikan syiar dan muatan syiar keagamaan bukanlah langkah yang tepat dan terukur. Langkah tersebut merupakan langkah yang lebih banyak bahaya daripada manfaatnya. 

Hal itu disampaikan Setara Institute sebagai tanggapan atas usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam Rapat dengan Komisi III DPR RI agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia. Tujuannya, agar tempat ibadah tidak menjadi sarang radikalisme. 

Example 300x600

Pandangan yang disampaikan oleh Kepala BNPT Komisaris Jenderal (Pol) Rycko Amelza Dahniel tersebut didasarkan pada studi ke negara lain, antara lain Singapura, Malaysia, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko. Menurut Komjen Rycko, di negara-negara tersebut, semua masjid, tempat ibadah, petugas di dalam yang memberikan tausiyah, memberikan khotbah, memberikan materi, termasuk kontennya di bawah kontrol pemerintah

“Kontrol terhadap seluruh tempat ibadah berpotensi menyebabkan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang dijamin oleh Konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 28E Ayat (1), Pasal 28I, dan Pasal 29,” kata Wakil Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Bonar T Naipospos dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Bonar mengungkapkan bahwa Setara Institute setuju pemerintah perlu mengambil langkah dan kebijakan yang tepat guna untuk mencegah penyebaran paham intoleran dan radikal. Studi yang dilakukan oleh sejumlah lembaga, termasuk Setara  Institute, menunjukkan indikasi yang mengkhawatirkan terkait dengan penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme kekerasan. Dalam kajian Setara  Institute, lembaga pendidikan dan tempat ibadah menjadi target kelompok intoleran dan radikal. 

Bonar menambahkan kontrol terhadap seluruh tempat ibadah akan merupakan langkah eksesif negara yang akan melahirkan restriksi atau pembatasan berlebihan terhadap kebebasan warga negara untuk memeluk agama/kepercayaan dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Menurut Bonar, dalam pandangan Setara Institute, solusi yang lebih tepat diambil oleh pemerintah adalah pelibatan para stakeholders, terutama kelompok dan organisasi keagamaan moderat. Reclaiming tempat ibadah dari penguasaan dan/atau target penetrasi jaringan kelompok konservatif dan radikal melalui kerjasama dengan ormas keagamaan moderat, seperti PBNU, PP Muhammadiyah, PGI, KWI dan ormas keagamaan moderat lainnya, akan jauh lebih lebih efektif. 

“Pemerintah, misalnya melalui BNPT dan Kementerian Agama, memiliki sumber daya yang memadai untuk melakukan asesmen awal agar radikalisasi yang berlangsung di beberapa tempat ibadah Kementerian/Lembaga dan Badan Usaha Milik Negara bisa dimitigasi dan kemudian ditangani secara presisi melalui kolaborasi dengan ormas keagamaan moderat tersebut. Di samping itu, pemerintah secara kolaboratif dengan Ormas Keagamaan moderat juga dapat merekomendasikan penceramah dan topik kebangsaan yang menarik untuk didialogkan di ruang keagamaan, bukan menetapkan, apalagi mengontrol,” paparnya.

Bonar menambahkan, dalam konteks tersebut, Setara  Institute mendorong pemerintah agar lebih memobilisasi sumber daya yang dimiliki secara presisi, alih-alih mengontrol tempat ibadah. Jangan sampai langkah yang diambil oleh pemerintah justru kontraproduktif bagi jaminan hak konstitusional warga negara yang diatur oleh Undang-Undang Dasar. Pada saat yang sama, pemerintah mesti menutup ruang bagi intoleransi dan diskriminasi yang justru memberikan energi bagi konsolidasi kelompok-kelompok radikal. 

“Sebagai contoh, eksistensi Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat) di bawah Kejaksaan seringkali menyediakan amunisi bagi konsolidasi kelompok-kelompok konservatif dan radikal terhadap kelompok minoritas yang mereka kategorikan sesat, melalui tempat-tempat ibadah,” pungkas Bonar.

Example 300250
Example 120x600