TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh keluar dari Rutan Pomdam Jaya Guntur Cabang KPK di Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2023). Ini terjadi setelah beberapa jam divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Bandung.
Kuasa hukum Gazalba, Aldres Napitupulu, mengungkapkan hal itu kepada media pada Selasa malam.
Dia mengatakan kliennya keluar dari Pomdam Jaya Guntur sekitar pukul 20.30 WIB. Gazalba keluar setelah beberapa jam mengurusi proses administrasi pembebasan.
“Dijemput keluarga,” kata Aldres.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis bebas Gazalba Saleh. Hakim menilai dia tidak terbukti menerima suap pengurusan vonis kasasi atas perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Mahkamah Agung (MA) sebagaimana dakwaan KPK.
Dalam persidangan itu, Majelis Hakim memutuskan terdakwa tidak terbukti bersalah, dengan alat bukti yang disodorkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kuat, sehingga terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan.
Majelis perkara ini diketuai oleh Hakim Yoserizal dengan anggota Hakim T. Benny Eko Supriyadi dan Hakim Jeffry Yefta Sinaga.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Hakim Agung Gazalba Saleh divonis 11 tahun penjara.
Usai persidangan, JPU KPK Arif Rahman membenarkan pengadilan memutuskan bahwa alat bukti yang mereka hadirkan tidak kuat, tetapi dia menegaskan bahwa alat bukti yang mereka kantongi sudah kuat untuk menjerat Gazalba.
“Putusannya majelis hakim tadi membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, pertimbangan majelis intinya tidak cukup bukti. Tapi kalau kami lihat, kami yakin bahwa alat bukti terutama saksi, kemudian petunjuk itu, kuat untuk membuktikan dakwaan kami terhadap apa yang kami sangkakan kepada terdakwa,” ujar Arif.
Setelah putusan ini, Arif mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum lanjutan atas putusan majelis hakim hari ini, yakni dengan mengajukan banding kasasi.
“Kami masih ada upaya hukum jadi akan mengajukan upaya hukum segera setelah hari ini lapor (pada KPK), akan melakukan kasasi atas perkara ini,” katanya.
Kepala Divisi Media KPK Ali Fikri menambahkan pada prinsipnya KPK menghormati setiap putusan majelis hakim. “Namun kami sangat yakin dengan bukti-bukti yang dimiliki KPK sehingga kami akan segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” ujar Ali.
Ali juga mengatakan, pemeriksaan oleh KPK terhadap Ketua Mahkamah Agung Gazalba Saleh masih berlangsung untuk gratifikasi dan pencucian uang (TPPU). KPK akan melanjutkan kasus ini ke meja hijau.
“KPK juga langsung melanjutkan proses penyidikan dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU atas nama tersangka GS tersebut hingga dilimpahkan ke persidangan,” ujarnya.
Ali Fikri melanjutkan penindakan yang dilakukan KPK terhadap kasus dugaan korupsi di MA tidak hanya untuk penegakan hukum, tetapi juga untuk menjaga kewibawaan dan martabat pengadilan.
“Penanganan terhadap hal ini sebenarnya bukan hanya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, tetapi juga sebagai upaya menjaga moral lembaga peradilan agar tidak terjadi korupsi yang terang-terangan (tidak jujur), salah satunya adalah melalui modus kasus jual beli,” pungkasnya.
Gazalba Saleh sendiri didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Budiman Gandi.
Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini, diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.
Desy Yustria kemudian memberikan uang kepada Nurmanto Akmal sebesar 95 ribu dolar Singapura. Sebanyak 10 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy Yustria untuk pengurusan perkara.
Selanjutnya uang 55 ribu dolar Singapura diberikan kepada Redhy, dan Redhy memberikan uang 20 ribu dolar Singapura ke terdakwa Gazalba Saleh melalui perantaraan Prasetio Nugroho.
JPU KPK menuntut hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dengan hukuman penjara selama 11 tahun dan denda Rp1 miliar.
Karena Gazalba dinilai telah terbukti menerima suap menyangkut perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana dengan terdakwa Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.
Gazalba diyakini melanggar Pasal 12 huruf C jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.