TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) telah menerima sebanyak 566 laporan masyarakat dan 360 surat tembusan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan permohonan pemantauan persidangan dalam triwulan pertama tahun 2023.
“Jumlah laporan masyarakat ini mengalami peningkatan. Bila pada triwulan pertama tahun 2022, KY hanya menerima 385 laporan. Namun, pada triwulan pertama tahun 2023 ini ada 566 laporan yang diterima ditambah 360 surat tembusan sehingga totalnya 926 laporan,” buka Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito dalam konferensi pers secara dari daring dan luring, di Ruang Pers KY, Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Joko menambahkan, dilihat dari jenis perkaranya, masalah perdata masih mendominasi sebanyak 292 laporan. Sementara perkara pidana jumlahnya 160 laporan. Pengaduan terkait tindak pidana korupsi sebanyak 26 laporan, perkara agama sebanyak 22 laporan, tata usaha negara sebanyak 19 laporan, perselisihan hubungan industrial sebanyak 9 laporan, niaga sebanyak 7 laporan, pajak dan lingkungan masing-masing 5 laporan, militer sebanyak 2 laporan, syariah sebanyak 1 laporan, dan lainnya sebanyak 18 laporan.
“Berdasarkan lokasi aduan, maka masih didominasi kota-kota besar di Indonesia. Paling banyak adalah DKI Jakarta sebanyak 97 laporan, Jawa Timur sebanyak 52 laporan, Jawa Barat sebanyak 51 laporan, Sumatera Utara sebanyak 43 laporan, Jawa Tengah 31 laporan, Sulawesi Selatan sebanyak 28 laporan, Banten sebanyak 25 laporan, Lampung dan Sulawesi Utara masing-masing 20 laporan, dan Riau sebanyak 19 laporan,” lanjutnya.
Adapun dilihat dari jenis badan peradilan yang dilaporkan, masih didominasi oleh peradilan umum, yakni 425 laporan. Posisi selanjutnya, yakni Mahkamah Agung sebanyak 46 laporan, peradilan agama sebanyak 31 laporan, tata usaha negara sebanyak 18 laporan, tindak pidana korupsi sebanyak 17 laporan, hubungan industrial sebanyak 7 laporan, niaga sebanyak 6 laporan, militer sebanyak 4 laporan, dan 12 laporan lainnya.
Namun, Joko menegaskan bahwa tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi.
“Kemudian KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan untuk diregistrasi sebanyak 85 laporan. Yaitu berasal dari laporan tahun 2022 sebanyak 47 laporan, dan tahun 2023 sebanyak 38 laporan. Dari jumlah laporan yang masuk, KY juga menerima permohonan pemantauan persidangan sebanyak 232 laporan,” papar Joko.
Sementara untuk jumlah lainnya, ada 129 laporan masih menunggu permohonan kelengkapan, 39 laporan bukan kewenangan KY, 15 laporan diteruskan ke instansi lain, dan laporan tidak dapat diterima sebanyak 56 laporan. Ada juga laporan yang diteruskan ke bagian investigasi 3 laporan, serta masih proses verifikasi 54 laporan.
Ia mengungkapkan bahwa dari 566 laporan masyarakat dalam triwulan pertama tahun 2023, KY menerima 232 permohonan pemantauan yang berasal dari 147 laporan masyarakat dan 85 pemantauan berdasarkan inisiatif KY.
Pemantauan persidangan adalah langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memutus, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Namun, tidak semua permohonan pemantauan persidangan dapat dipenuhi.
“Misalnya, ada yang bukan merupakan kewenangan KY, kemudian adapula perkara yang dimohonkan ternyata sudah diputus, dan tidak ada dugaan awal pelanggaran KEPPH,” ujar Joko.
Tercatat hasil dari tindak lanjut permohonan pemantauan periode Januari hingga Maret 2023 adalah 99 dapat dilakukan pemantauan, 43 tidak dapat dilakukan pemantauan, 88 dalam tahap analisis, dan 2 dilimpahkan ke Biro Investigasi/advokasi/Bawas.
Kasus-kasus menarik perhatian publik yang dipantau KY di antaranya adalah kasus Tipikor Rektor Unila, kasus penyebaran informasi ijazah palsu Presiden Joko Widodo, kasus kerusuhan Kanjuruhan, kasus tipikor hakim agung SD dkk, kasus narkotika mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen. Teddy Minahasa Putra, dan lainnya