Berita

WALHI Minta Pemerintah Bentuk Satgas, Pelototi Ilegal Logging di Sorong

×

WALHI Minta Pemerintah Bentuk Satgas, Pelototi Ilegal Logging di Sorong

Sebarkan artikel ini
Tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong. Foto: Tim TeropongNews.

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, (WALHI) Papua menilai berdirinya tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, diduga milik LO yang dijalankan tanpa izin resmi alias ilegal.

1468
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Berdasarkan pantauan Tim TeropongNews, dalam lokasi TPK tersebut terlihat tumpukan balok kayu jenis merbau. Parahnya, pemilik hanya menggunakan seng putih sebagai pagar pembatas agar tidak diketahui aparat dan masyarakat sekitar.

Tempat tersebut juga tidak memiliki atap, sehingga masyarakat sekitar dapat melihat situasi yang terjadi di lapangan. Pintarnya pemilik menggunakan terpal sebagai penutup tumpukan kayu yang diduga sebagai penyamaran yang dilakukan pemilik agar bisnisnya tidak terendus.

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Papua, Maikel Primus Peuki, mengatakan kegiatan penebangan pohon secara liar (Ilegal logging) memang sudah menjamur di tanah Papua. Menurutnya, hal ini sangat berdampak buruk untuk masyarakat sekitar karena disinyalir terlibat dalam praktek ilegal tersebut.

“Ilegal logging di Papua memang kejahatan lingkungan yang terorganisir dengan melibatkan beberapa pihak dari institusi tertentu hingga sampai pada masyarakat adat Papua yang telah mendapatkan imbalan dengan iming-iming dorang (dari) para cukong ini,” ucapnya, saat dihubungi TeropongNews, Kamis (2/3/2023).

Maikel menilai, Bumi Cenderawasih ini merupakan jalur utama selain Kalimantan, lantaran kayu jenis merbau ini memiliki nilai ekonomis yang menjanjikan di pasar. Dia pun menguak pintu jual beli merbau di Papua.

“Menurut dugaan kami, ada beberapa Kabupaten di Papua yang menjadi pintu keluar baik di Provinsi Papua dan Papua Barat, yakni, kabupaten, Sorong, Bintuni, Nabire, Jayapura dan Merauke,” paparnya.

Maikel juga mengecam segala bentuk tindakan penjarahan hutan yang dilakukan di Papua. Ia meminta pemerintah setempat serius dalam mengawasi hutan adat wilayah yang terkenal dengan burung Cenderawasih ini, dengan membentuk satuan tugas khusus yang memelototi ilegal logging perkara merbau.

“Pemerintah perlu membentuk tim satuan tugas (satgas) khusus untuk mengawasi hutan adat di Papua. Ada penegak hukum. Namun, belum dijalankan secara serius di Papua,” harapnya.

Senada dengan pernyataan diatas, Senior Forest Champaigner at Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitria mengungkapkan tanah Papua sudah terjamah oleh oknum yang memanfaatkan kekayaan hayati untuk memenuhi kepentingan pribadi. Termasuk dalam persoalan ilegal logging.

“Perihal keberadaan TPK yang diduga ilegal di Sorong itu merupakan sebuah praktik yang sudah berlangsung cukup lama di Papua dan Papua Barat,” kata Syahrul saat di wawancarai TeropongNews, di Depok, Jawa Barat, Rabu (1/3/2023).

Lebih rinci Syahrul menjelaskan oknum yang melakukan tindakan perusakan hutan tersebut selalu lolos dari kejaran aparat penegak hukum. Ia pun menyayangkan putusan hukum bagi oknum bisnis ilegal saat ini masih jauh dari kata sempurna sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku.

“Bahkan, kalau kita telusuri jauh ke belakang, itu puncak ilegal logging di Papua pada tahun 2000-an awal 2001 dan seterusnya itu sudah melibatkan berbagai pihak di Papua dan Papua Barat yang sudah terungkap sebelumnya,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, diiduga terdapat aktivitas pengolahan kayu ilegal disebut-sebut menjamur di wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Yang diduga dimiliki LO.

LO juga disebut-sebut membeli kayu jenis Merbau hasil olahan masyarakat (pacakan) yang kemudian diolah dalam bentuk sarkelan, dan selanjutnya dikirim ke luar Papua, tepatnya di Surabaya, melaui pelabuhan laut Sorong. Padahal, TPK milik LO diduga tidak memiliki izin industri. Modus operasinya LO diduga memakai jasa atau dokumen PT SKS.