TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut Ricky Ham Pagawak (RHP) telah menikmati suap dan gratifikasi sebagai Bupati Mamberamo Tengah mencapai Rp 200 miliar. Dia memastikan hal ini akan terus didalami dan dikembangkan oleh tim penyidik.
Firli melanjutkan, RHP diduga kuat menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak yang kemudian diduga juga dilakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berupa membelanjakan, menyembunyikan, maupun menyamarkan asal-usul dari harta kekayaan yang berasal dari hasil korupsi.
“Sejauh ini terkait dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uang yang dinikmati RHP sejumlah sekitar Rp 200 miliar,” kata Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/2/2023).
Firli pun menjelaskan konstruksi perkara korupsi yang menjerat RHP, hingga Bupati Mamberamo Tengah nonaktif itu berhasil digelandang ke Gedung KPK pada Senin hari ini.
Menurut dia, RHP sebagai Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah dua periode banyak mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur. Dengan kewenangannya, RHP kemudian diduga menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan proyek dengan nilai kontrak fantastis mencapai belasan miliar rupiah.
“Syarat yang ditentukan RHP agar para kontraktor bisa dimenangkan antara lain dengan adanya penyetoran sejumlah uang,” ucap purnawirawan polisi bintang tiga itu.
Terdapat tiga pihak swasta yang sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait perkara RHP ini. Pertama, Direktur Utama PT Bina Karya Raya Simon Pampang (SP). Kedua, Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusieandra Pribadi Pampang (JPP). Ketiga, Direktur PT Solata Sukses Membangun Marten Toding (MT).
Ketiganya adalah kontraktor swasta yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.
“RHP kemudian bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan SP, JPP, dan MT dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus pada SP, JPP dan MT,” ujar Firli.
Firli menyebut, JPP diduga mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp 217,7 miliar, di antaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Sedangkan SP diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan nilai Rp 179,4 miliar. Adapun MT mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp 9,4 miliar.
“Realisasi pemberian uang pada RHP dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan RHP,” tutur Firli.
Dia menambahkan, selama proses penyidikan perkara RHP, tim penyidik sedikitnya telah memeriksa 110 orang sebagai saksi dan juga melakukan penyitaan berbagai aset bernilai ekonomis di antaranya berbagai bidang tanah dan bangunan serta apartemen yang berlokasi di Kota Jayapura, Provinisi Papua, Kota Tangerang, Provinsi Banten dan di Jakarta Pusat serta beberapa unit mobil mewah dengan berbagai tipe.
Atas perbuatannya, tersangka RHP disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Firli mengatakan, untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik KPK pun membawa RHP ke Jakarta dan menahan tersangka selama 20 hari pertama.
“Terhitung 20 Februari 2023-11 Maret 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,” kata Firli Bahuri.
Sementara tiga tersangka lainnya, yaitu SP, JPP dan MT saat ini putusan pengadilannya sudah berkekuatan hukum tetap dan segera dilakukan eksekusi.