TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Di tahun 2023, BPJS Kesehatan Wilayah Papua dan Papua Barat akan terus berupaya memastikan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) khususnya di tanah Papua dapat berjalan optimal.
Hal ini dibuktikan dengan 3 tahun berturut-turut sejak tahun 2020 hingga 2022 cakupan kepesertaan JKN aktif di wilayah Propinsi Papua mengalami kenaikan yang sangat signifikan, dari 60,84% menjadi 88,78% dan di wilayah Propinsi Papua Barat juga mengalami kenaikan dari 93,85% menjadi 95,07%.
Dari 42 Kabupaten/Kota, diantaranya telah dilakukan kerjasama Universal Health Coverage
(UHC) khusus di tahun 2022 berjumlah 23 Pemda dan 1 Provinsi yakni Propinsi Papua Barat.
“Dalam kegiatan media gathering awal tahun 2023 dengan tema Outlook Program JKN di Tanah Papua Tahun 2023, kami sampaikan bahwa kerjasama UHC khusus ini menjadi solusi untuk menjawab tantangan bagi penduduk yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK),”ujar Deputi Direksi Wilayah Papua dan Papua Barat, Budi Setiawan, Senin (2/1/2023).
Sehingga, sambung Budi, dengan kerjasama ini penduduk yang memerlukan akses layanan kesehatan dapat secara cepat didaftarkan terlebih dahulu kependudukannya di Dukcapil dan setelah itu langsung dapat menikmati layanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Ditambahkannya, dari sisi penerimaan iuran juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan dari tahun 2020 hingga 2022 yang semula 857 milyar menjadi 1.064 milyar di tahun 2022.
“Ini merupakan bentuk dukungan dan kesadaran bersama dari semua segmen kepesertaan serta Pemda Kabupaten/Kota dan juga Provinsi. Selain itu juga BPJS Kesehatan memberikan
kemudahan melalui Program Rencana Pembayaran Bertahab (REHAB) yang dimanfaatkan oleh peserta dengan segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang memiliki tunggakan lebih dari 3 bulan (tunggakan 4-24 bulan) dengan total pengumpulan iuran sampai dengan 2020 sebesar Rp 1.195 milyar ,” tambah Budi.
Dilain sisi, BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan pembayaran biaya
pelayanan kesehatan kepada seluruh fasilitas kesehatan yang bekerjasama baik Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL) di wilayah Papua dan Papua Barat, namun pada tahun 2021 mengalami penurunan
pembayaran.
“Biaya pelayanan kesehatan di tahun 2020 sebesar Rp 860,2 milyar, di tahun 2021 Rp 666,9
milyar dan tahun 2022 sebesar Rp 919 milyar. Hal ini dikarenakan kenaikan di tahun 2022
dibanding 2021 merupakan dampak dari pandemi covid 19 yang mulai berkurang. Dari biaya yang telah dibayarkan ini, masih terdapat beberapa sarana prasana dan juga tenaga kesehatan yang kecukupannya belum terpenuhi,” ujar Budi.
Untuk Kecukupan dokter umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) saat ini menjadi tantangan tersendiri. Dengan rasio 1 dokter melayani 5.000 peserta, di tanah Papua masih membutuhkan 175 dokter.
Sedangkan jumlah tempat tidur di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dengan rasio 1 tempat tidur untuk 1.000 peserta, maka di tanah Papua dengan
total 51 FKRTL masih membutuhkan 358 tempat tidur.
Terkait dengan hal tersebut, BPJS Kesehatan secara intensif berkoordinasi dengan stakeholder yang membidangi terkait kesehatan. Salah satunya dengan Dinas Kesehatan baik Propinsi Papua maupun Papua Barat dan Kabupaten/Kota melalui forum kemitraan untuk dapat segera melakukan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana dan tenaga kesehatan di beberapa Kabupaten/Kota.
“Untuk optimalisasi Program JKN di tahun 2023 ini, BPJS Kesehatan Wilayah Papua dan Papua Barat mengharapkan dukungan dari semua pemangku kepentingan diantaranya adalah dukungan dalam kerjasama UHC khusus untuk seluruh Propinisi pasca DOB (Propinsi Papua, Propinsi Papua Selatan, Propinsi Papua Tengah, Propinsi Papua Pegunungan, Propinsi Papua Barat, Propinsi Papua Barat Daya) serta Kabupaten/Kota yang belum kerjasama UHC khusus,”jelasnya.
Selain itu pemenuhan kewajiban pembayaran iuran untuk semua segmen peserta menjadi penting untuk menjaga kesinambungan finansial JKN.
“Koordinasi lintas sektor dalam menjalankan transformasi mutu layanan serta advokasi kepada pemda dalam pemenuhan sarpras dan tenaga medis juga sangat dibutuhkan dukungannya,” tutup Budi.