TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Politisi Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono menceritakan pengalamannya saat pergi ke Malaysia. Tak semata-mata hanya menikmati perjalanan tanpa hal penting. Ia membandingkan BBM di negara tetangga dengan di Indonesia.
“Saya meluangkan waktu untuk berkunjung ke Malaysia tepatnya di ujung utara Kalimantan di dataran tinggi Kinabalu, wilayah pedalaman Sabah yang berjarak lebih dari 3.300 kilometer dari ibukota negara Kuala Lumpur, untuk melihat bagaimana distribusi bbm subsidi di wilayah pedalaman Malaysia yang ternyata pasokan di wilayah pedalaman tersebut berlimpah, didistribusikan oleh 3 perusahaan besar yaitu: Petronas, Shell dan Petron,” kata BHS, sapaan akrabnya, yang dikutip melalui instagram pribadinya @bambangharyos.
Ia menyebut, harga bbm subsidi sama dengan di Kuala Lumpur, bbm RON/Oktan 95 dijual 2,05 ringgit atau setara Rp 6.700, sedangkan bbm Shell Fuelsave Diesel subsidi seharga 2,15 ringgit atau setara Rp 7.095, dan juga tersedia 24 jam di pompa bensin di wilayah pedalaman.
Sedangkan, kata dia, di Indonesia bbm subsidi menggunakan Pertalite (Oktan 90) serta solar subsidi menggunakan campuran B30 kualitas solar rendah seharga Rp 6.800. Kemudian, bila menggunakan Shell Fuelsave Diesel (solar kualitas baik), lanjut dia, yang hanya ada di kota-kota besar di Jawa dengan harga Rp 18.140,-.
“Dan bahkan di wilayah pedalaman Kalimantan di Indonesia bbm subsidi sering kehabisan dan dijual dua sampai tiga kali lipat dari harga bbm subsidi yang sebenarnya,” ucap dia.
Padahal di Malaysia, kata Anggota DPR RI periode 2014-2019 itu, total anggaran bbm subsidi hanya sebesar 30 milyar ringgit atau setara Rp 99 triliun, untuk mensubsidi 15,5 juta mobil dan 17,5 juta motor dengan konsumsi bbm Oktan 95 serta solar diesel kualitas tinggi seperti produk Shell Fuelsave Diesel.
“BBM subsidi diatas tanpa pembatasan kuota. Sedangkan di Indonesia, total subsidi untuk bbm sebesar 650 triliun rupiah untuk mensubsidi 15,6 juta mobil, 112 juta motor serta 3 juta kendaraan besar. BBM subsidi digunakan dengan pembatasan kuota dan kualitas bbm di Indonesia lebih rendah,” ujar dia.
Padahal, diungkapkan olehnya, di Malaysia untuk kendaraan logistik dan angkutan publik penumpang baik massal ataupun tidak, bisa menggunakan BBG bersubsidi dengan harga setengahnya dari harga bbm subsidi Oktan 95 dan diesel kualitas baik dengan mudah didapat serta tanpa batasan kuota.
“Sehingga angkutan logistik dan publik yang bisa memberikan dorongan pertumbuhan ekonomi sangat diperhatikan oleh pemerintah Malaysia untuk diberikan subsidi lebih besar daripada subsidi kendaraan pribadi,” tuturnya.
Ia mengatakan, Malaysia juga merupakan negara pengimpor minyak konsumsi dari berbagai negara Australia, Brunei dan Singapura.
“Mayoritas negara-negara tsb juga sebagai pengimpor minyak konsumsi di Indonesia walaupun Malaysia juga sebagai pengekspor minyak mentah yang sama di Indonesia hanya jumlahnya lebih kecil daripada Indonesia sebagai pengekspor minyak mentah.
Dari total kendaraan yang disubsidi di Malaysia yang jumlahnya hampir sama dengan di Indonesia tapi kualitas bbm serta kuota di Malaysia tanpa batasan sedangkan di Indonesia dibatasi kuotanya dan sering kehabisan serta mengalami kenaikan luar biasa tinggi di pedalaman,” tandasnya.
“Maka dapat dikatakan nilai total anggaran subsidi untuk bbm di Indonesia yang berjumlah 650 triliun adalah terlalu berlebihan dan tidak masuk akal dan saya sangat mengharapkan Pertamina untuk diaudit oleh lembaga independen,” kata dia.
Dirinya berharap, agar pemerintah dapat menunjuk perusahaan-perusahaan migas swasta profesional untuk berpartisipasi dalam tata kelola, termasuk juga pemerataan distribusi bbm subsidi di Indonesia tanpa kartelisasi yang merugikan masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia.