TEROPONGNEWS.COM, MANOKWARI– Kejaksaan Tinggi Papua Barat (Kejati PB) menetapkan developer perumahan di Sorong berinisial MRS jadi tersangka korupsi, setelah diperiksa tersangka, Jumat (2/9/2022) langsung ditahan sebagai tahanan Jaksa di Lapas Klas II B Manokwari.
Pelaksana PT Cahaya Nani Billi dan PT Sinar Nani Billi disangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana KPR Fiktif Pada Bank Papua Cabang Teminabuan Tahun 2016-2017,
Status hukum yang disematkan kepada MRS berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-01/ R.2/Fd.1/09/2022 Tanggal 2 September 2022
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Juniman Hutagaol,S.H.,M.H melalui Kasie Penkum Billy Arthur Wuisan,S.H dalam keterangan persnya menjelaskan peranan tersangka MRS bahwa pada Tahun 2016 sampai 2017 PT. Cahaya Nani Bili dengan Direkturnya Ardi Bin Aziz melakukan kerja sama Pembangunan Rumah untuk Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) dengan PT. Bank Pembangunan Daerah Papua Cabang Teminabuan. Rumah yang ditawarkan PT. Cahaya Nani Bili sehubungan dengan Kredit KPR FLPP adalah Perumahan Bambu Kuning Regency Tahap 2.
Dari 162 unit Rumah KPR FLPP yang ditawarkan oleh PT. Cahaya Nani Bili yang terletak di Perumahan Bambu Kuning Regency tahap 2 yang diajukan ke Bank Papua Cabang Teminabuan ada 48 Unit Rumah yang tidak dibangun akan tetapi sudah di dilakukan Akad Kredit dengan para debitur / nasabah.
Setelah dilakukan Akad Kredit antara para nasabah dan PT. Bank Pembangunan Daerah Papua Cabang Teminabuan selanjutnya pencairan dana sebesar Rp. 189.500.000,- untuk satu unit rumah KPR FLPP ke rekening PT. Cahaya Nani Bili.
“Bahwa setelah dana KPR FLPP telah dicairkan ke Rekening PT. Cahaya Nani Bili sampai saat ini para nasabah yang telah melakukan Akad Kredit kepemilikan rumah KPR FLPP Bambu Kuning Regency Tahap 2 dengan PT. Bank Pembangunan Daerah Cabang Papua Teminabuan tidak pernah menerima rumah yang diperjanjikan dengan PT. Bank Pembangunan Papua Cabang Teminabuan oleh karena rumah yang dibangun oleh PT. Cahaya Nani Bili yang ada di Perumahan Bambu Kuning Regency Tahap 2 tidak ada,” jelas Billy dalam keterangan persnya.
Dikatakan Kasie Penerangan Hukum Kejati Papua Barat, ternyata uang yang masuk ke rekening PT. Cahaya Nani Bili sehubungan dengan KPR FLPP itu di kelola dan digunakan oleh Tersangka bukan oleh Ardi Bin Aziz selaku direktur PT. Cahaya Nani Bili.
Karena Ardi Bin Aziz hanya digunakan namanya sebagi Direktur PT. Cahaya Nani Bili sedangkan pada kenyataannya Tersangka MRS yang bertanggungjawab penuh terhadap pengelolaan PT. Cahaya Nani Bili.
Dengan demikian perbuatan Tersangka bersama sama dengan oknum-oknum pegawai PT. Bank Pembangunan Daerah Papua Cabang Teminabuan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dialami PT. Bank Pembangunan Papua Cabang Teminabuan sebesar Rp. 12.896.028.837.-
Akibat perbuatannya, tersangka MRS disangka melanggar pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasidik pada bidang Pidana Khusus Kejati Papua Barat Djino Talakua,S.H.,M.H tersangka ditahan di Lapas Klas II B Manokwari selama 20 hari kedepan dalam rangka mempercepat proses penyidikan.
“Tersangka sudah kita bawa ke lapas dan sudah disetujui penahannya dititipkan di Lapas Klas II B Manokwari selanjutnya berkas pemeriksaan akan segera kita rampungkan,” katanya.
Sementara itu ketua tim penyidik kasus korupsi ini Bima Yudha Asmara menyebutkan perkara dugaan korupsi pengadaan rumah subsidi fiktif tidak berhenti hanya di satu tersangka.
“Tentu akan ada pihak bank yang akan ikut bertanggung jawab dalam kasus ini,” jelas Bima Yudha.
Ditambahkan Bima bahwa sebelum akad kredit dilakukan rumah yang diajukan sudah harus layak huni atau setidaknya sudah ada dalam tahap pembangunan, namun faktanya 48 unit rumah tidak dibangun sama sekali