TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Petrus Fatolon kembali dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) atas kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).
Petrus Fatlolon dilaporkan oleh Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP KPK) Komisi Cabang Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Ketua LP KPK Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Jhon Solmeda membenarkan laporan tersebut. Menurutnya, laporan tersebut dialamatkan langsung kepada Ketua KPK RI dan sudah diterima petugas tanggal 21 Maret 2022. Ini dibuktikan dengan tanda terima laporan.
“Pada kesempatan ini perlu saya luruskan, bahwa materi laporan tersebut bukan terkait persoalan baru, namun terkait persoalan-persoalan yang sebelumnya sudah kami laporkan ke aparat penegak hukum, baik di daerah maupun di pusat, bahkan ke KPK RI. Hanya saja, laporan terakhir ini kami lebih fokus pada pembobotan dan tambahan alat bukti saja,” ungkap Solmeda saat dihubungi dari Ambon, Selasa (14/6/2022).
Namun demikian, Solmeda enggan menjelaskan secara rinci, kasus dugaan tipikor apa saja yang dilaporkan ke KPK.
Pihaknya, lanjut dia, hanya fokus pada sejumlah proyek tahun anggaran 2018 hingga 2020, yang hingga saat kini tak kunjung diselesaikan alias mangkrak. Bahkan, menyisakan hutang material dan upah kerja yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
“Lembaga kami bersama tim hukum telah melakukan berbagai kajian dan analisa. San sudah ada pada kesimpulan, bahwa hampir dipastikan mantan Bupati Petrus Fatlolon adalah pemilik saham terbesar atas perusahaan-perusahaan yang diduga fiktif, yang menyapu bersih APBD KKT sejak tahun 2018 hingga tahun 2020, yang kemudian melahirkan permasalahan sosial di masyarakat hingga saat ini,” tegas Solmeda.
Dia menyayangkan, karena ada beberapa perusahaan yang telah diberi rapor merah, namun masih dipercayakan untuk mengerjakan sejumlah proyek fisik di tahun anggaran berikutnya.
Bukan saja itu, pekerjaan yang dilakukan perusahaan-perusahaan itu disinyalir telah menyeleweng dari perjanjian maupun kontrak kerja dengan pemerintah kabupaten setempat.
“Alasan lain adalah, dinas teknis terlihat begitu lemah dalam mengintervensi para kontraktor, sekalipun telah banyak membuat pelanggaran dan lalai terhadap kesepakatan kontrak kerja,” tegas Solmeda.
Untuk itu Solmeda berharap, dengan diterimanya laporan yang dilayangkan pihaknya, maka KPK RI bisa segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Hal ini perlu dilakukan, untuk mengantisipasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab menghilangkan barang bukti, lantaran kasus-kasus dimaksud sudah terjadi sejak lama.
“Saya menghimbau kepada aparat penegak hukum di daerah ini, agar tidak tebang pilih dalam penanganan kasus-kasus korupsi di KKT. Pada prinsipnya saya patut memberikan apresiasi terhadap kerja keras aparat penegak hukum di daerah ini, baik itu kejaksaan maupun kepolisian,” ujar dia.
“Namun sedikit koreksi saja, bahwa jangan hanya fokus pada kasus-kasus kecil dengan nilai kerugian negara mencapai puluhan hingga ratusan juta saja. Namun terhadap kasus-kasus besar yang merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah ini terkesan diabaikan. Padahal, bukan hanya merugikan negara, namun juga sangat menyengsarakan masyarakat,” tandas Solmeda.