TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Kordinator Wilayah (Korwil) Papua Maluku, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Chandra Andrew Suripatty dan ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sorong Raya, Wahyudi, angkat bicara soal keberadaan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di wilayah Papua Barat.
Korwil IJTI Papua-Maluku Chanry Suripatty menjelaskan hanya ada 7 organisasi pers yang sah dan diakui. Ketujuh organisasi pers itu sudah menjadi konstituen Dewan Pers. Yakni Serikat Perusahan Pers (SPS), Perusahan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
“Di luar surat edaran tersebut, Dewan Pers menyatakan tidak mengakui adanya organisasi pers selain dari 7 organisasi tersebut, ” jelas Chanry, Selasa (19/4/2022).
Oleh karena itu, kata Chanry, kehadiran organisasi yang tidak berada di dalam naungan atau dibawah ruang lingkup Dewan Pers resmi dinyatakan ilegal.
“Kami menghimbau Kepada seluruh masyarakat baik juga kepada instansi pemerintah, perusahaan swasta dan warga masyarakat di Sorong untuk tidak menerima kehadiran mereka dengan landasan hukum bahwa mereka bukan organisasi resmi Dewan Pers,” Imbauh Chanry.
Sementara itu, Ketua PWI Sorot Raya, Wahyudi menegaskan bahwa PPWI bukan bagian dari PWI meski ada kesamaan nama.
“Mereka sendiri pun bekerja tidak pada lembaga-lembaga atau media-media konvensional. Kepada pimpinan lembaga instansi ataupun kegiatan pengusaha jika ada yang mengatasnamakan pers harus ditanyakan terlebih dari dahulu identitas dari perusahaan media di mana mereka bekerja. Jadi kalau yang bersangkutan tidak membawa tanda pengenal itu bisa saja ditolak, anda punya hak untuk menolak,” tegas Yudi.
Selain itu, kata Yudi, narasumber juga berhak menolak wartawan yang belum tersertifikasi. Di mana dalam. Jenjang kompetensi wartawan terdiri dari tingkat Muda, Madya, dan Utama.
“Kalau seandainya ini pun tidak terpenuhi silakan untuk ditolak ataupun tidak perlu diterima, kemudian juga wartawan yang jelas adalah wartawan yang tidak selalu mengatasnamakan dirinya jurnalis namun kemudian membawa embel-embel mungkin minta sembako atau sumbangan dan lain-lain. Itu sudah jelas dan kami pertagas itu bukan dari kerja aktivitas dari wartawan karena wartawan itu kerja untuk mencari berita bukan untuk mencari keuntungan, “terang Yudi.
Yudi menambahkan, jika seandainya terganggu bisa langsung melaporkan ke polisi kalau, jika aktivitas yang mereka lakukan bisa dikategorikan dalam kegiatan pemerasan dan penipuan.
“Namun jika seandainya nanti lebih jauh mereka mengatasnamakan jurnalis atau kemudian membawa nama jurnalis mungkin kami pun bisa akan bersikap, dan melakukan tindakan seperti meminta aparat kepolisian untuk menertibkan mereka agar tidak meresahkan masyarakat,” pungkasnya.