Tercium Aroma Korupsi Dibalik Dua Proyek Dinas PUPR di Malra

Gedung kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku. Foto-Ist/TN

TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Aroma korupsi tercium dari dua proyek milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra).

Dua proyek tersebut masing-masing, pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Desa Uwat, Kecamatan Kei Besar Utara Barat, dan pembangunan talud pantai Desa Ngafan, Kecamatan Kei Besar Selatan.

Anggaran dua proyek ini berasal dari APBD tahun anggaran 2021. Untuk sarana dan prasarana air bersih di Desa Uwat bernilai Rp 2.230.390.000,00, sementara talud pantai Desa Ngafan bernilai Rp 353.860.082,14. Dua proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Anugrah.

Proyek sarana dan prasarana air bersih di Desa Uwat sendiri diduga hingga saat ini belum diselesaikan. Bahkan, jaringan instalasi pipa belum terpasang hingga saat ini.

Informasi yang dihimpun Teropongnews.com menyebutkan, kendati proyek tersebut belum dituntaskan, namun pihak ketiga sudah mengusulkan untuk pencairan 100 persen anggaran proyek dimaksud.

“Inikan sudah dipenghujung penutupan anggaran tahun 2021, jadi informasinya kontraktor CV Anugrah sudah mengusulkan untuk pencairan 100 persen anggaran, padahal proyek belum selesai,” ungkap Tokoh Pemuda Kei Besar Utara Barat, Nataniel Rahjaan saat menghubungi Teropongnews.com, di Ambon, Sabtu (18/12/2021).

Sementara talud pantai Desa Ngafan hingga kini tidak kunjung dikerjakan, padahal anggaran tahap pertama sudah dicairkan.

“Yang lebih fatal lagi talud di Ohoi Ngafan belum ada pekerjaan apa-apa, padahal anggaran tahap pertama sudah cair. Talud itu panjangnya hanya 57 meter. Tapi tak ada pekerjaan,” ungkap dia.

Menurut dia, jika Dinas PUPR Provinsi Maluku mengambil langkah untuk melakukan proses pencairan anggaran, maka itu berarti telah terjadi kejahatan besar, yang dilakukan secara berjamaah.

Dia menegaskan, talud pantai Desa Ngafan bisa dikatakan fiktif, lantaran anggaran tahap pertama sudah dicairkan, tetapi proses pekerjaan tidak ada.

“Itu fiktif namanya, dan tentu negara akan dirugikan. Saya kira ini korupsi. Dan tentu aparat penegak hukum harus turun tangan,” tandas Rahjaan.

Memang belakangan ini, Dinas PUPR Provinsi Maluku dibawah kepemimpinan Muhammat Marasabessy selalu dihimpit masalah dalam pekerjaan proyek. Karena banyak proyek yang terendus bermasalah.