TEROPONGNEWS.COM, SORONG Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) dari Kepolisian Sektor (Polsek) Kawasan Pelabuhan Laut dan Satuan Polisi Kehutanan (Polhut) dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat berhasil menyita sebanyak 265 ekor ketam kenari (Birgus latro) dari Pelabuhan Sorong, Kota Sorong.
Berdasarkan estimasi, dari jumlah tersebut perinciannya adalah sebanyak 139 ekor juvenil, 72 ekor remaja, dan 54 ekor ketam usia dewasa. Hingga siaran pers ini didistribusikan, baik pengirim maupun penerima dari satwa dilindungi tersebut masih dalam penyelidikan aparat penegak hukum terkait. Namun demikian, dapat dipastikan bahwa ketam kenari tersebut diperoleh dari Raja Ampat.
Ketam kenari merupakan salah satu dari 919 tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 dan PERMEN-LHK No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelanggarnya diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Dalam kesempatan terpisah, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BBKSDA Papua Barat, Budi Mulyanto, S.Pd., M.Si., mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan patroli dan upaya-upaya pengawasan di titik-titik strategis. Upaya tersebut tentunya mencakup pengelolaan dan pengolahan informasi, dan melibatkan aparat penegak hukum, instansi pemerintahan, dan juga pemangku kepentingan terkait lainnya.
Menindaklanjuti hasil dari upaya pengawasan tersebut, dan mengingat bahwa ketam kenari tidak dapat bertahan hidup lama dalam transit, BBKSDA Papua Barat bergerak cepat dan menggandeng mitra-mitra, yaitu Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat, Polsek Kawasan Pelabuhan Laut, Stasiun Karantina Ikan Kelas II Jeffman, Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong, dan Conservation International (CI) Indonesia Stasiun Karantina Ikan Kelas II Jeffman, dan Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong untuk melakukan pelepasliaran ratusan ketam kenari tersebut di habitat aslinya.
Plt. Kepala BBKSDA Papua Barat melanjutkan, “Pelepasliaran ini merupakan wujud kepedulian kita bersama terhadap kelestarian ketam kenari yang populasinya sudah banyak berkurang. Kita merasa prihatin karena masih ada oknum-oknum yang masih mencoba melakukan tindakan yang mengancam kelestarian satwa dilindungi. Kami berharap, dan mengajak, agar masyarakat dan semua kalangan dapat turut serta menjaga kelestarian satwa ini sehingga suatu saat dapat memanfaatkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021, BBKSDA Papua Barat bersama mitra secara berturut-turut melepasliarkan sebanyak 212 dan 6 ekor ketam kenari di Meos Ambower dan Kampung Saukabu, Kepulauan Fam, Kabupaten Raja Ampat – keduanya merupakan habitat asli ketam kenari di kabupaten kepulauan ini.
Sementara sisanya, sebanyak 47 individu ketam kenari, dilepasliarkan di hari yang sama di salah satu pulau di sekitar Pulau Batanta, yaitu Pulau Miosaway yang, selain merupakan habitat aslinya, pulau tak berpenghuni ini juga dipersiapkan oleh BBKSDA Papua Barat bersama mitranya sebagai penangkaran resmi di masa yang akan datang.
Sebagai informasi, Kepulauan Fam merupakan salah satu lokasi binaan dari BBKSDA Papua Barat melalui pembentukan tiga Kelompok Tani Hutan (KTH) di tiga kampung di Kepulauan Fam, yang ketiganya berfokus pada pengembangan populasi ketam kenari melalui aktivitas ekowisata pengamatan satwa dilindungi ini.
Manajer Pariwisata dan Peningkatan Kapasitas Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) dari CI Indonesia, Meidiarti Kasmidi, dalam wawancara terpisah menyatakan “Lokasi pelestarian habitat dari ketam kenari yang dikelola oleh tiga KTH (di Kepulauan Fam) menawarkan tiga hal kepada wisatawan, yaitu: melihat ketam kenari di alam, cara makan, dan informasi mengenai siklus hidup ketam kenari yang sangat luar biasa. Dan karena ketam kenari adalah hewan nocturnal, maka wisatawan disarankan menginap di homestay yang ada di Kepulauan Fam.”
Meidiarti Kasmidi juga berharap bahwa inisiatif pelestarian populasi ketam kenari ini diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal dari jasa-jasa pariwisata yang disediakan, mulai dari pemandu, sewa perahu, akomodasi, hingga kepada cendera mata yang ada di sana, lalu mengakhiri, “Tentunya ini tidak bisa instan, tetapi butuh proses dan kerja sama yang baik dengan seluruh masyarakat di Kepulauan Fam.”
Usai melepasliarkan ketam kenari di Meos Ambower, tim dari BBKSDA Papua Barat dan CI Indonesia melanjutkan kegiatan pada hari itu dengan mendistribusikan poster konservasi ketam kenari di tiga kampung yang ada di Kepulauan Fam. Distribusi poster tersebut juga dimanfaatkan untuk menegaskan informasi kepada masyarakat mengenai nilai ekonomis ketam kenari hidup yang jauh lebih bernilai dibandingkan dengan ketam kenari yang sudah mati.