Atapary: Perkebunan Pala Berbasis Masyarakat di SBB Sangat Menjanjikan

Anggota DPRD Provinsi Maluku dari daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Samson Atapary melihat perkebunan rakyat di Kabupaten SBB saat melaksanakan agenda reses. Foto-Ist/TN

TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Anggota DPRD Provinsi Maluku dari daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Samson Atapary mengaku, potensi pengembangan perkebunan pala berbasis masyarakat, atau perkebunan rakyat di Kabupaten SBB sangat menjanjikan.

Pasalnya, hampir di seluruh areal pertanian, atau lahan-lahan yang terlantar, mulai dari daerah pesisir sampai pegunungan sangat cocok untuk ditanami pala.

“Untuk mendorong hal tersebut, maka Koperasi Kamboti Rempah Maluku bekerjasama dengan Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan (EcoNusa) memfasilitasi bahan-bahan dan peralatan, untuk pembuatan rumah pembibitan bagi pemuda-pemuda di Negeri Lohiatala untuk mengembangkan anakan/bibit Pala Sambung Pucuk. Sebab pemuda Lohiatala yang pertama kali dan memiliki keterampilan untuk mengembangkan pala sambung pucuk tersebut,” kata Atapary kepada wartawan, di Ambon, Minggu (26/9/2021).

Menurutnya, pala sambung pucuk memiliki kualitas yang sangat baik, karena sambung pucuknya diseleksi dari Pala Banda yang memiliki kualitas unggul. Pala sambung pucuk tersebut, jika perawatannya baik, diumur tanam 2-3 tahun sudah dapat menghasilkan buah.

Untuk tahap awal di Negeri Lohiatala, lanjut Atapary, akan dibuat kurang lebih 20 ribu anakan yang akan ditanam di lahan-lahan pertanian/perkebunan milik masyarakat.

“Target ke depan diharapkan di seluruh lahan-lahan terlantar masyarakat di SBB bisa juga ditanam pala sambung pucuk tersebut. Sehingga Kabupaten SBB nantinya bisa menjadi sentra pala sambung pucuk di Maluku, dan bahkan di dunia yang memiliki kualitas ekspor,” ujar dia.

Saat ini, menurut Atapary, masyarakat di Kabupaten SBB sudah banyak yang memiliki Perkebunan Pala. Namun masih keterbatasan dalam pengelolaan pasca panen, sehingga biji dan bunga pala yang dihasilkannya masih rendah dari segi mutu dan kualitas. Akibatnya, tidak bisa diekspor ke pasar Eropa.

“Padahal harga jual di pasar Eropa termasuk yang tinggi. Dengan harga jual yang tinggi, maka harga beli ditingkat petani juga menjadi tinggi,” ungkapnya.

Agar petani pala bisa memiliki pengetahuan dan keterampilan pengelolaan pasca panen yang baik, maka kedepannya Koperasi Kamboti Rempah Maluku akan membuat program pelatihan bagi petani-petani pala.

Dengan harapan, apabila masyarakat bisa menanam pala di lahan-lahan perkebunan, atau lahan terlantar yang produktif secara masal, maka dapat menghasilkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi rumah tangga yang baik.

Jika tingkat ekonomi baik, maka masyarakat tidak perlu lagi menjual tanah-tanah adat mereka ke investor perkebunan dan lainnya. Karena masyarakat sendiri/pemilik tanah yang menjadi investor bagi diri mereka sendiri.

“Begitu juga dengan tingkat ekonomi yang tinggi, maka masyarakat tidak akan lagi jual hutan-hutan adat mereka. Karena hutan tropis di wilayah adat adalah sangat penting bagi pertanian/perkebunan berkelanjutan. Dengan hutan yang selalu lebat di daerah pengunungan, maka cadangan air untuk daerah pertanian/perkebunan rakyat akan tetap selalu terjaga. Apalagi pohon pala sangat membutuhkan pohon pelindung atau ada tumbuh hutan di sekitar areal perkebunan pala,” tandas dia.

Dengan hutan yang tetap terjaga, kata Atapary, maka tidak mudah muncul hama dan penyakit yang bisa menyerang areal pertanian, dan perkebunan rakyat.