Kuasa Hukum Rico Tegaskan Keputusan Akta Perdamaian Final dan Mengikat

Ketua tim kuasa hukum Rico Sia, M. Yasin Djamaludin,S.H.,M.H

TEROPONGNEWS.COM, MANOKWARI- Persoalan hukum terkait wanprestasi Pemerintah Provinsi Papua Barat terhadap Rico Sia masih berbuntut panjang, ketika dilaporkan ke komisi pemberantasan korupsi republik indonesia (KPK-RI), maka mulai bermunculan pernyataan dari berbagai pihak, hal ini membuat kuasa hukum Rico Sia angkat bicara.
Ketua tim kuasa hukum Rico Sia, M. Yasin Djamaludin,S.H.,M.H melalui telpon celulernya, Rabu (26/5/2021) meluruskan pernyataan yang disampaikan berbagai pihak tersebut sehingga tidak membuat bingung masyarakat yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Dikatakan Yasin Djamaludin bahwa jika orang yang memahami hukum terutama praktisi hukum kemudian mengetahui secara jelas dan lengkap terkait proses kasus hutang antara pribadi Rico Sia dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat maka statmennya akan sama, tidak membulakbalikan fakta, karena hukum pun sama.
“Kalau orang hukum akan bicara bahwa suatu perkara itu diselesaikan dengan adanya akta perdamaian maka kita akan sepakat semua bahwa akat perdamaian nilainya sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inckraht dan terhadap putusan perdamaian itu tidak ada lagi upaya hukum banding, kasasi atau upaya hukum lainnya, nah kalau orang yang tidak memahami akar permasalahannya secara lengkap, maka dia akan berbeda-beda dalam memberikan pandangan,” jelas Yasin Djamaludin.
Menurutnya bahwa kesepakatan perdamaian/ akta perdamaian yang dilakukan para pihak punya kekuatan mengikat sama dengan putusan hakim pada tingkat akhir, baik itu putusan kasasi maupun peninjauan kembali (PK), kekuatan hukum pada akta perdamaian diatur dalam pasal 1858 KUH Perdata dan pasal 130 ayat (2) dan (3) HIR.
Ketua PERADI Cabang Sorong itu menegaskan bahwa persoalan gugat-menggugat antara Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan Rico Sia sudah selesai di Pengadilan Negeri Sorong yang telah menghasilan putusan Pengadilan Negeri Sorong tentang akta perdamaian nomor : 69/Pdt.G/2019/PN.Son seperti dijelakskan Max Mahare,S.H sebagai kuasa hukum Gubernur Papua Barat pada saat itu.
Berdasarkan akta perdamaian di PN Sorong itu seharusnya Gubernur Papua Barat sejak Oktorber 2019 itu sudah harus menggarkan dalam APBD tahun 2020 untuk melakukan pembayaran hutang pemerintah provinsi Papua Barat kepada pihak ketiga dalam hal ini Rico Sia, namun tidak ada itikad baik dari mereka.
Karena tidak ada itikad baik pemerintah provinsi Papua Barat maka Rico Sia melalui kuasa hukumnya Benry Napitupulu,S.H mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi di Pengadilan Negeri Sorong, kemudian pihak PN Sorong menyurat Gubernur Papua Barat memberikan anmaning dan memanggil untuk menghadap ketua pengadilan setempat.
Hadir memenuhi anmaning itu kuasa hukum Gubernur Papua Barat Cosmos Refra,S.H.,M.H, dalam pertemuan yang dihadiri pihak pemohon dan termohon tanggal 4 Agustus 2020, menyepakati untuk membayar hutangnya kepada Rico Sia sesuai isi akta perdamaian senilai Rp 150 milyar.
“Dalam kesepakatan itu Gubernur Papua Barat berjanji akan melakukan pembayaran tetapi tidak sekaligus, dia minta pembayaran secara bertahap yaitu pada tanggal 28 Agustus 2020 akan membayar Rp 25 milyar dan sisa Rp 125 milyar akan dibicarakan pada pertemuan berikut, namun ternyata pada tanggal 28 Agutus 2020 tidak dilakukan pembayaran tetapi justru pemprov Papua Barat ajukan gugatan perlawanan terhadap eksekusi di Pengadilan Negeri Sorong,” urai Yasin Djamaludin.
Ditegaskan lagi bahwa dalam gugatan perlawanan eksekusi yang diajukan Pemprov Papua Barat itu dalam provisi, pihak pemohon meminta untuk menunda pembayaran eksekusi sampai perkara ini mempunya kekuatan hukum tetap, kemudian dalam pokok perkara diminta supaya perkara ini tidak dapat dieksekusi.
“Jadi dalam gugatan perlawanan ini tidak terkait dengan putusan akta perdamaian tapi hanya untuk menunda eksekusi, berarti putusan upaya hukum ke tingkat mana pun meski pemerintah provinsi Papua Barat menang pun tetap mereka membayar hutang pada klien kami, peryataan pejabat pemprov Papua Barat yang menagatakan jika pemprov menang ditingkat kasasi maka tidak lagi membayar hutang Rico Sia, saya tegaskan bahwa pernyataan yang sangat bertentangan dan membulakbalik fakta hukum, maka sekali lagi saya katakana bahwa apa pun putusan MA tidak membatalkan putusan perdamaian,” pungkasnya.
Pihak Rico Sia kata Yasin bahwa tidak keberatan dengan upaya hukum yang dilakukan pemerintah provinsi papua barat namun perku diingat bahwa bunga persen akan bertambah sehingga terus membebani pemerintah sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi negara, hal ini akan berdampak hukum.
Langkah lain untuk mendorong Gubernur Papua Barat supaya cepat menyelesaikan dosa pemerintahan kepemimpinan Abraham Oktovianus Atururi kepada kliennya itu maka Yasin Djamaludin menyurati Dirjen Bina Keungan Daerah Kemendagri sebanyak tiga kali sebagai upaya koordinasi.
Surat pertama yang dilayangkan kepada kemendagri nomor : 135/Myd-Adv/XI/2020 tanggal 30 November perihal pelaksanaan putusan pengadilan negeri sorong nomor 69/Pdt.G/2019/PN.Son,kemendagri pun secara cepat memerintah pemprov Papua Barat untuk melaksanakan putusan dengan nomor : 180/ 5237/ KEUDA tanggal 15 Desember 2020 yang ditujukan kepada Gubernur Papua Barat Up Sekretaris Daerah perihal melaksanakan putusan pengadilan namun tidak digubris.
Kuasa hukum Rico Sia kembali menyurati Dirjen Bina Keuangan Daerah yang tertuang dalam surat nomor : 026/Myd-Adv/III/2021 tanggal 30 Maret 2021, pemerintah pusat pun menyurati pemprov Papua Barat dalam surat nomor : 183.1/ 2473/ KEUDA tanggal 6 April 2021, namun tidak ditanggapi.
Surat yang ketiga dilayangkan Yasin Djamaludin dengan nomor : 032/Myd-Adv/ IV/ 2021 tanggal 26 April 2021 menyusuli surat Sesditjen Bina Keuangan Daerah sebelumnya nomor : 183.1/ 2473/ KEUDA tanggal 6 April 2021. Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri kembali menyurati Gubernur Papua Barat dengan nomor : 183.1/ 3018/ KEUDA tanggal 28 April 2021 perihalnya sama yaitu memerintahkan membayar hutang kepada pihak ketiga sesuai aktar perdamaian.
Bahkan dalam surat Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri nomor : 903/2003/ KEUDA tanggal 18 Maret 2021, perihal penyampaian keputusan Mentri Dalam Negeri tentang hasil evaluasi APBD 2021 dan Pergub penjabaran APBD tahun 2021 menegaskan dalam pasal 18 bahwa pemerintah provinsi Papua Barat harus menganggarkan pembayaran kewajiban dalam Raperda APBD tahun 2021 terkait deposit, pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya.
Kemudian akibat pemberian kesempatan kepada penyedia barang/ jasa menyelesaikan pekerjaan sehingga melampaui tahun anggaran 2020 sesuai peraturan perundang-undangan dan atau akibat putusan pengadilan yang telam mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).
“Semua yang disampaikan berbagai pihak sudah kami lakukan sebelumnya, koordinasi dengan kemendagri dan upaya lainnya sekarang tinggal pembayaran saja, kami tidak mau jadi salah satu pihak yang ikut bertanggung jawab jika pemprov Papua Barat tidak melaksanakan putusan akta perdamaian, karena akan berakibat hukum sehingga klien kami Pak Rico Sia melaporkan kepada KPK untuk melakukan pencegahan,” ujar pengacara kondang ibukota itu.