TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Dalam upaya menangani masalah banjir yang sering terjadi di Kota Sorong, normalisasi Sungai remu mulai dilakukan. Hal tersebut ditandai dengan ground breaking atau peletakan batu pertama pekerjaan pengendalian banjir Sungai Remu Kota Sorong, di belakang Mako Korem 181/PVT, Senin (29/3).
Berdasarkan pantauan media ini , peletakan batu pertama tersebut dihadiri oleh Wakil Menteri PUPR, John Wempi Wetipo, Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, Anggota DPR RI, Jimmy Demianus Ijie, Wali Kota Sorong, Drs Ec Lambert Jimtau, dan Kepala BWS Alexander Leda.
Wakil Menteri PUPR yang ditemui usai peletakan batu pertama mengatakan, normalisasi sungai Remu sebenarnya sudah direncanakan sejak lama, tetapi baru terlaksana sekarang karena sebelumnya terhambat masalah pelepasan lahan.
“Kita dari Kementrian PUPR sebenarnya bisa mengerjakan apa saja, tetapi kita juga mengharapkan dukungan pemerintah daerah untuk respect dengan proyek yang akan kita kerjakan. Tidak hanya di Kota Sorong, masalah seperti ini juga banyak kita temui di daerah-daerah lain. Jujur saja kita di pusat tidak mau berurusan dengan warga, karena yang punya warga ini adalah kepala-kepala daerah,” jelas Wempi.
Lanjut Wempi kalaupun dalam pengerjaannya kepala-kepala daerah terbentur dengan masalah terbatasnya APBD, hadirnya APBN akan sangat menolong mereka dalam pembangunan infrasturuktur, seperti jembatan, jalan, dan salah satunya proyek normalisasi Sungai Remu yang saat ini sedang dikerjakan.
Dikatakan Wempi, yang perlu diingat saat ini Raja Ampat masuk di dalam destinasi wisata yang menjadi super prioritas kebijakan presiden. Dimana sambung Wempi, jika kebijakan tersebut terwujud, Kota Sorong akan menjadi Hap untuk destinasi Raja Ampat.
“Kalau Sorong sebagai wajah terdepan destinasi wisata, tidak ditangani dan ditata dengan baik, kita dan pemerintah daerah juga yang akan malu. Makanya kembali lagi ke kegiatan kita hari ini, saya berharap Wali Kota Sorong bisa memegang komitmennya untuk menganggarkan dana senilai 3,3 miliar dari APBD Perubahan untuk pembebasan lahan. Kalaupun tidak cukup nanti kita akan anggarkan lagi di tahun 2022 yang akan datang. Komitmen ini akan kita kawal bersama,” beber Wempi.
“Kalau begini kan kita juga semangat, jadi kalau ada kekurangan uang kita bisa pacu untuk ditambah dan dituntaskan. Hal tersebut sesuai dengan statement presiden yang tidak mau ada proyek mangkrak setelah masa jabatan beliau berakhir. Itu artinya apa yang dikerjakan PUPR saat ini tidak boleh ada yang mangkrak,” tegas Wempi.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat mengajak seluruh pihak dalam hal Pemerintah Pusat, provinsi, kota dan kabupaten untuk ikut terlibat dalam seluruh program pembangunan, mengingat kemajuan sebuah daerah bukan menjadi tanggung jawab sepihak.
“Kita semua harus terlibat dalam semua pembangunan yang sifatnya memajukan daerah dan negeri. Karenanya mari kita sikapi positif Normalisasi Sungai Remu sepanjang 4 kilometer. Meskipun saya yakin kedepan akan banyak persoalan dan masalah yang menjadi catatan penting untuk kita semua,” ujar gubernur.
“Mari kita lihat apa yang menjadi tanggung dari Pemerintah apusat dalam hal ini kementrian PUPR dan apa yang jadi tanggung jawab provinsi Papua Barat, serta kota Sorong. Mari kita duduk dan kita pecahkan sama-sama, sehingga kedepannya masalah yang ada tidak menjadi hambatan,” sambung orang nomor 1 di Provinsi Papua Barat itu.
Menanggapi statement Wakil Menteri PUPR, Wali Kota Sorong dalam sambutannya mengakui bahwa Pemerintah Kota Sorong memang memiliki masalah dalam pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur, mengingat daerah yang ia pimpin terbatas dalam hal APBD.
“Kita memang tidak mampu karena Kota Sorong adalah daerah dengan APBD terkecil di Papua. Meskipun demikian dari hal kecil itu saya bisa berbuat sesuatu yang bisa dinikmati oleh masyarakat Kota. Tapi kalau bisa, ada prioritas khusus di Papua agar ada penambahan dana untuk pembangunan infrastruktur, jangan sepenuhnya dibebankan kepada kabupaten kota, APBD kami lemah,” keluh wali kota.
Sementara itu terkait ganti rugi lahan wali kota merasa sudah saatnya dibentuk tim untuk mendata aset tanaman tumbuh dan lahan yang ada di Sungai Remu.
“Pokoknya semua harus didata baik, termasuk jumlah fasilitas bangunan, fasilitas umum, dan tanaman tumbuh, harud disepakati baik menyangkut harga satuan kemudian berapa harga yang ditetapkan dari panitia. Kemudian mereka yang menerima ganti rugi juga harus ditata dan ditempatkan di lokasi yang layak,” beber wali kota.
Wali kota juga mengakui kalau dirinya memiliki pengalaman masalah ganti rugi, dimana dari pengalaman itu dirinya menjadi paham kalau yang harus dikerjakan terlebih dahulu adalah menyangkut jumlah aset dan jumlah anggaran yang sudah disiapkan. Setelah itu sambung wali kota, barulah bisa dibahas fisik yang akan dibangun.
“Harus dibahas dulu, karena kalau langsung masuk ke pembangunan fisik tidak bisa, pasti mentah, masyarakat pasti tidak akan relakaan fasilitasnya digusur. Mereka juga harus menerima ganti rugi yang layak sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dan sesuai dengan perencanaan yang ada sebelumnya,” terang wali kota.
Wali Kota juga mengajak seluruh pihak untuk duduk bersama dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, demi pembangunan negeri yang lebih baik.
“Untuk Papua, jangan kita saling mempersalahkan, dan berbalas pantun, karena kalau begitu terus kapan kita bisa maju, semua itu butuh kerjasama dan komitmen yang bagus, terutama komitmen anggaran. Mari kita bersatu untuk membangun tanah ini dan masyarakat di kota ini”pungkasnya.