Aneh! Sudah Terlanjur Membayar, Pemprov Malah Ajukan Konstatering ke PN

Evans Reynold Alfons, Ahli Waris Keluarga Alfons. Foto-Ist/TN


TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku kembali membuat kekeliruan, dengan mengajukan konstatering atau permohonan pencocokan objek eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Ambon atas lahan sengketa di areal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. M Halussy, di kawasan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Padahal, Pemprov Maluku sudah terlanjur membayar uang ganti rugi kepada pihak yang bukan merupakan ahli waris lahan yakni, Yonanis Tisera sebesar Rp 13 miliar. Langkah Pemprov Maluku untuk mengajukan konstatering sangat tidak rasional.

“Pemprov Maluku sudah melakukan pembayaran Rp 13 miliar pada tahun 2019, namun kenapa baru sekarang pemprov meminta ada tindakan pencocokan objek esekusi? Yang jelas kami sampaikan, bahwa dalam putusan yang dimiliki Pemprov Maluku itu, tidak ada perintah eksekusi. Kenapa? Karena putusan itu hanya bersifat deklarator,” tegas Evans Reynold Alfons, Ahli Waris Keluarga Alfons kepada wartawan, di Ambon, Rabu (10/2/2021).

Agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, maka Komisi I DPRD Provinsi Maluku harus mengundang Yohanes Tisera dan keluarga Alfons untuk mengkonfrontir bukti-bukti, agar bisa diketahui, siapa sebenarnya pemilik sah atas lahan RSUD Haulussy.

“Pertemuan ini penting dilakukan, agar di kemudian hari daerah tidak lagi dirugikan, akibat salah pembayaran ganti rugi lahan seluas 43.880 meter persegi yang berada di kawasan Urimesing,” tegas Evans.

Selaku pihak yang merasa dirugikan selama ini, Evans Alfons berharap, Komisi I bisa memfasilitasi pertemuannya dengan Yohanes Tisera sebelum pembayaran tahap selanjutnya dilakukan. Mengigat, dasar hukum untuk pembayaran ganti rugi lahan yang dipakai Yohanis Tisera selama ini cacat hukum.

“Kami ingin supaya ada pertemuan agar DPRD bisa mengkonfrotir bukti-bukti hukum yang ada antara kami dengan saudara Yohanis Tisera,” pungkas Evans.

Evans mengungkapkan, data kepemilikan Yohanes Tisera atas lahan RSUD Haulussy yaitu surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976 sudah dibatalkan tahun 2015, pada saat dirinya berperkara dengan Yohanis.

Kemudian ada putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor 10 tahun 2017 dan putusan Mahkamah Agung 2018.
Pada dasarnya berbagai putusan itu telah ada kekuatan hukum tetap dan bersifat mengikat.

Sehingga, pembayaran terhadap Yohanis Tisera adalah sebuah kesalahan, lantaran Yohanis Tisera tidak lagi memiliki sepotong tanah pun di Urimesing.

“Sehingga menurut kami pembayaran terhadap saudara Yohanis Tisera ini tindakan korupsi, karena menurut kami ini pasti merugikan keuangan negara, karena Pemprov Maluku tidak akan pernah mendapatkan sertifikat milik Pemprov, terkait pembayaran dimaksud,” ujar Evans.

Evans juga mengungkapkan, proses pembayaran kepada Yohanis Tisera dilakukan atas kesepakatan yang dibuat antara Pemprov Maluku dalam hal ini Said Assagaff selaku Gubernur Maluku waktu itu dengan Yohanis Tisera dihadapan notaris Rostiaty Nahumarury.

Pembayaran telah dilakukan selama dua kali, pertama tahun 2019 sebesar Rp 10 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 3 miliar. Pemerintah baru akan mendapatkan sertifikat tanah itu, jika pembayaran sudah 80 persen dari total Rp 49 miliar lebih yang disepakati.

Hanya saja, pembayaran yang dilakukan Pemda atas dasar permohonan pihak Yohanis Tisera itu telah dibatalkan. Sehingga pihak Yohanis tidak punya dalil apapun untuk memohon pembayaran ganti rugi lahan.

“Sekarang pelepasan hak ini atas dasar apa? Saudara Yohanis Tisera sudah tidak lagi memiliki hak atas lahan itu, jadi BPN Ambon tidak akan pernah menerbitkan sertifikat itu, karena dasar kepemilikannya cacat hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” beber Evans.

Menurut Evans, mestinya dasar hukum yang telah cacat itu menjadi alasan untuk Pemprov Maluku menghentikan pembayaran.

Anehnya, ada informasi jika pembahayaran yang dilakukan kepada pihak Yohanis Tisera tanpa sepengetahuan DPRD Provinsi Maluku. “Kami dapat informasi, pembayarannya diam-diam. Ada apa?,” tanya Evans.

Untuk menghindari terjadinya kerugian daerah yang lebih besar, Evans kembali meminta, agar Pemprov Maluku tidak gegabah dan terburu-buru melunasi ganti rugi lahan itu.

“Dengan bukti-bukti hukum yang ada, kami merasa bahwa kamilah yang paling berhak atas pembayaran itu, bukan saudara Yohanis Tisera,” tandas Evans.