LP3BH Sayangkan Adanya Aksi Penolakan RDPU Otsus di Wamena

Yan Warinusi Direktur Lembaga Penelitian,Pengkajian Dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari

TEROPONGNEWS.COM, MANOKWARI – Direktur Lembaga Penelitian Pengkajian Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Cristian Warinusi,SH menyayangkan adanya sikap aksi penolakan terhadap utusan Majelis Rakyat Papua yang akan melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kabupaten Jayawijaya (Wamena).

Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Cristian Warinusi mengaku sangat sedih dan prihatin serta menyesalkan atas sikap “penolakan” yang dilakukan sekelompok orang di Wamena, Kabupaten Jayawiyaya, Provinsi Papua hari ini, Minggu (15/11) terhadap kehadiran para anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).

“ Saya sungguh heran, karena di dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, masih ada kelompok-kelompok kecil yang sepertinya “digerakkan” oleh negara untuk melakukan upaya perlawan secara tidak prosedural terhadap hak kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan berekspresi semacam ini.” Ujar Yan warinusi Minggu, 15 November 2020.

Menurut Advokad senior tersebut Padahal itu diakui dan dilindungi di dalam Pasal 24 dan Pasal 25 dari UU RI No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Di sisi lain, MRP adalah salah satu nafas penting dari pemberlakuan UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua dan juga Papua Barat.

Terbukti pengaturan mengenai MRP di dalam undang undang tersebut terdapat dalam 7 (tujuh) pasal, yaitu pada pasal 19 sampai dengan pasal 25. “ Saya yakin bahwa kehadiran para anggota MRP yang mulia di Wamena dan keempat wilayah adat lainnya di Provinsi Papua adalah sesuai amanat hak dan kewajiban serta tugasnya yang sudah digariskan dalam amanat pasal 20,21,22 dan 23 UU Otsus Papua.

Jadi jika diragukan oleh siapapun termasuk “penghalang” di Wamena terhadap kehadiran para anggota MRP dalam melakukan RDP tersebut, maka ukurannya sudah ada di dalam keempat pasal tersebut.” Jelas Warinusi.

Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua ini menegaskan sebagaimana dijelaskan oleh anggota MRP bahwa segenap aspirasi mengenai penolakan atau penerimaan kebijakan Otsus tentu mesti dilakukan suatu pertemuan lintas MRP dengan masyarakat adat/asli Papua dalam media RDP tersebut.

Sehingga menurut Yan “penolakan” yang dilakukan sungguh sangat disesalkan. Apalagi jika penolakan itu “diamini bahkan diamankan” saja oleh aparat keamanan dan pemerintah sipil di Jayawijaya maupun Jayapura. “ Semestinya Pemerintah Provinsi di bawah pimpinan Saudara Gubernur Papua sesuai kewenangannya selaku wakil pemerintah pusat di daerah berdiri pada baris terdepan dalam mendorong berlangsungnya RDP tersebut. “ Tuturnya.

Yan Warinusi merasa RDPU sangat penting agar bisa diperoleh aspirasi rakyat dalam menyikapi pemberlakuan kebijakan otsus yang oleh mereka (rakyat Papua) dirasa sebagai “derita” dari pada berkat selama hampir 20 tahun ini. “Saya memandang bahwa sesungguhnya terdapat ruang bagi MRP untuk mempersoalkan peristiwa yang dialami hari ini di Wamena secara hukum. Ini didasarkan pada posisi politik dan hukum dari lembaga representasi kultural ini.” Pungkasnya . (nesta)